ANAK-ANAK syuhada. Kementerian Luar Negeri Palestina menyampaikan, Israel telah dengan sengaja membunuh lebih dari 44 anak Palestina sepanjang tahun ini.
Salah satunya bernama Mahmoud Samoudi (12), yang meninggal pada Senin kemarin setelah pasukan Israel menembaknya dua pekan lalu. [Republika, 12/10].
Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) melaporkan Israel telah menahan lebih dari 9.000 anak-anak sejak pecahnya Intifada kedua pada September 2000.
PPS mengatakan 160 anak di bawah umur saat ini ditahan di penjara-penjara Israel.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang menulis bahwa penderitaan anak-anak Palestina selalu mengingatkan saya pada wajah-wajah polos namun menyiratkan ketegaran luar biasa yang saya temui dalam perjalanan ke Baitul Maqdis.
Salah satunya adalah Ali, penjual teh keliling di seputar Masjid Ibrahimi, Al Khalil (Hebron). Saya tak akan melupakan suara kanak-kanaknya saat menawarkan dagangan.
“Shay, ya Ammu… shay… -tehnya Paman, teh,” tawarnya pada orang-orang yang melintas sambil menenteng termos dan gelas plastik.
Dari ceritanya, kalau sedang sepi dalam sehari ia bisa menjual 5 gelas. Kalau sedang beruntung, dagangan yang disiapkan ibunya itu terjual habis.
Baca Juga: Ketua KPIPA: Perempuan Dunia Harus Bantu Palestina
Anak-anak Syuhada
View this post on Instagram
Bangsa Palestina adalah bangsa yang mempunyai martabat. Sekalipun terus-menerus dimarjinalkan dan dimiskinkan, tapi pantang bagi mereka untuk meminta-minta.
Mereka akan berusaha berjualan apa saja, untuk bertahan hidup.
Kemiskinan yang didesain secara sistematis oleh zionis membuat makin banyak anak-anak Palestina yang harus turun ke jalan membantu keluarga mencari nafkah. Akibatnya, banyak yang terpaksa putus sekolah.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, dalam jangka panjang akan ada ledakan kemiskinan berbalut kebodohan.
Dalam satu kesempatan saya sempat menanyakan mengapa anak-anak itu tidak diadopsi saja oleh keluarga-keluarga di Indonesia atau setidaknya dibawa sementara ke sini untuk bersekolah?
“Mereka memang harus berada di tanah Palestina. Untuk meneruskan perjuangan ayahnya, kakeknya, pamannya…,” jawaban yang seketika membuat saya terhenyak.
Betul, dengan meninggalkan Tanah Airnya, walaupun hanya sementara, bisa jadi semangat perjuangan mereka akan berbeda.
Belum lagi kondisi untuk menghapal Al qur’an yang sangat ideal di sana. Mereka ini adalah anak-anak para syuhada, calon syuhada, calon ayah para syuhada.
Bagaimana kondisi anak-anak Palestina itu kini?[ind]