• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Sabtu, 14 Juni, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Khazanah

5 Kebiasaan untuk Meningkatkan Kecerdasan: Jalan Sunyi Menuju Tajamnya Akal

Juni 11, 2025
in Khazanah
5 Kebiasaan untuk Meningkatkan Kecerdasan

Sri Yusriani (tengah)

75
SHARES
577
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

5 KEBIASAAN untuk Meningkatkan Kecerdasan: Jalan Sunyi Menuju Tajamnya Akal ditulis oleh Sri Yusriani, Tutor/ Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Operasi Jasa, Operations Research – FEB Universitas Terbuka.

“Kecerdasan bukanlah anugerah statis, melainkan kebiasaan dinamis yang kita pelihara sepanjang hayat.”

Di era informasi yang bergerak dengan kecepatan cahaya, mempertajam kecerdasan menjadi bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan.

Namun kecerdasan, layaknya pedang yang tajam, tidak diperoleh semata karena keberuntungan—melainkan melalui penempaan kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan dengan kesadaran tinggi.

Baca juga: Mengenal Kecerdasan Adversity Quotient

5 Kebiasaan untuk Meningkatkan Kecerdasan

Berikut ini lima kebiasaan mendasar untuk mengasah pikiran dan meningkatkan kecerdasan disertai analogi agar kita mampu meresapinya lebih dalam.

1. Membaca Secara Rutin: Menyiram Taman Kognisi

Membaca adalah seperti menyiram taman setiap pagi. Setiap paragraf adalah tetes air yang menghidupkan tanah kering di sudut-sudut pikiran kita.

Buku, artikel ilmiah, hingga esai populer membentangkan lanskap baru dalam otak—mengembangkan kosa kata, logika, dan imajinasi. Dalam setiap halaman tersembunyi kemungkinan: sudut pandang baru, konsep kritis, informasi keren, bahkan transformasi personal.

Seperti jendela yang dibuka pada pagi hari, membaca menyapu debu stagnasi dan membiarkan cahaya masuk ke dalam ruang mental kita.

Studi menunjukkan bahwa individu yang membaca secara teratur memiliki koneksi saraf yang lebih kuat di area bahasa dan memori (Horowitz-Kraus & Hutton, 2015).

2. Latihan Mindfulness: Menjernihkan Cermin Kesadaran

Meditasi atau praktik mindfulness ibarat membersihkan cermin batin yang telah lama tertutup kabut. Di tengah hiruk-pikuk digital dan tekanan akademik, pikiran kita kerap bising oleh hal yang tidak penting. Melatih kesadaran hadir (present moment awareness) adalah cara untuk memperlambat laju hidup agar kita bisa menangkap makna yang lebih jernih.

Jika membaca adalah menyiram, maka mindfulness adalah menyabit rumput liar dalam taman pikiran: menyingkirkan gangguan agar benih pengetahuan bisa tumbuh tanpa kompetitor.

Penelitian dari Harvard University (Goleman & Davidson, 2018) menunjukkan bahwa mindfulness dapat meningkatkan fokus, memperkuat memori kerja, dan membangun ketahanan terhadap stres—semua itu merupakan komponen penting dari kecerdasan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern.

Namun dalam perspektif Islam, praktik mindfulness sejati bukanlah semata teknik relaksasi, melainkan bagian tak terpisahkan dari ibadah yang bermakna dan sadar.

Bagi umat Islam, wudhu dan sholat bukan hanya rutinitas spiritual, tetapi juga bentuk latihan kesadaran (conscious presence) yang konsisten dan terstruktur. Setiap gerakan dalam sholat—dari takbir hingga sujud—adalah penghadiran diri di hadapan Allah, sekaligus sarana menenangkan sistem saraf dan menurunkan beban psikis.

Wudhu membersihkan tubuh, tapi juga menjadi ritual transisi dari dunia luar menuju keheningan batin. Penelitian kontemporer bahkan menyebutkan bahwa wudhu dan sholat lima waktu memberikan efek yang setara dengan sesi grounding atau deep focus, yang dalam ilmu saraf dikenal mampu mengatur ritme otak dan meningkatkan fungsi kognitif, serta dengan adanya implementasi ‘Qoilulah’ (tidur siang sekejap), sebagai charger fisik dan mental (Tumiran et al., 2018), karena segala aktivitas keseharian bernilai ibadah, meraih halalan thoyyiban, dan mencari keberkahan Sang Maha Kuasa, bukan hanya untuk menyenangkan hati para relasi dan pelanggan (Ahasanul Haque & Kabir, 2022; Haque et al., 2021).

Dalam literatur Islam klasik, kecerdasan tak hanya dinilai dari logika atau hafalan, melainkan dari kemampuan seseorang untuk mengingat akhir kehidupan.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda yang artinya:

“Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian, dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelahnya.” (HR. Ibnu Majah)

Mengingat mati (tadzakkur al-maut) dalam tradisi Islam merupakan latihan kognitif dan spiritual sekaligus. Ia mengarahkan pikiran menuju makna hidup yang lebih luas dan mendorong pengambilan keputusan yang lebih bijak. Dalam terminologi modern, ini sangat dekat dengan konsep meta-cognition: kemampuan untuk berpikir tentang bagaimana kita berpikir, menilai, dan memilih secara sadar.

Maka tidak mengherankan jika ulama besar seperti Imam Al-Ghazali menyebut dzikrul maut sebagai “obat hati” sekaligus “kunci kecerdasan akhirat”—sebuah bentuk kebijaksanaan yang tak bisa diajarkan melalui kurikulum logika semata (Fakhiroh, N. Z. (2020) Riset tentang Konsep DhIkr Al-Mawt Dalam Perspektif Eskatologi Al-Ghazali, dalam skripsi Program Studi Tasawuf Dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan).

Dengan demikian, kecerdasan sejati—dalam perspektif Islam dan psikologi modern—bukan hanya soal daya tangkap dan daya ingat, tetapi juga kemampuan menyelaraskan diri dengan realitas spiritual dan eksistensial. Ketika seseorang mampu mengingat mati tanpa menjadi fatalis, justru di situlah puncak akal yang tercerahkan: hidup penuh makna, bertindak dengan kejelasan nilai, dan berpikir melampaui dirinya sendiri.

3. Menjaga Rasa Ingin Tahu: Kompas dalam Hutan Pengetahuan

Rasa ingin tahu adalah kompas dalam belantara informasi. Ia mendorong kita bertanya “mengapa” ketika yang lain puas dengan “apa”, dan menjelajah “bagaimana” ketika yang lain berhenti pada “siapa”.

Dalam dunia akademik, curiosity adalah bahan bakar riset, penemuan, dan inovasi. Anak kecil yang bertanya tiada henti bukan sekadar lucu, ia adalah arketipe ilmuwan sejati yang belum tersentuh dogma dan rasa takut salah.

Dalam psikologi, rasa ingin tahu dikaitkan langsung dengan peningkatan neuroplastisitas dan kemampuan pembelajaran jangka panjang (Gruber et al., 2014).

Sementara itu, dalam konteks digital dan pembelajaran daring, studi terbaru oleh Yusriani & Patiro (2024) menunjukkan bahwa rasa ingin tahu yang terarah—yang didukung oleh sistem digital yang responsif dan ramah nilai (seperti halaal tag atau fitur terbaru lainnya di era digital)—dapat mendorong self-efficacy akademik dan keterlibatan yang lebih mendalam.

Artinya, curiosity bukan sekadar bakat alami, tetapi dapat dimediasi oleh desain lingkungan belajar yang inklusif dan bermakna.

Rasa ingin tahu adalah lentera kecil dalam gelapnya informasi digital—ia tak hanya menerangi jalan, tetapi juga menghangatkan proses belajar.

4. Berolahraga Rutin: Menggerakkan Pikiran Lewat Tubuh

Tubuh yang sehat bukan sekadar wadah bagi jiwa, tetapi juga kendaraan bagi otak yang optimal. Saat kita berlari, berenang, atau sekadar berjalan, aliran darah membawa oksigen dan nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh sel-sel otak.

Aktivitas fisik meningkatkan produksi neurotrophin—zat yang memperkuat koneksi antar neuron. Seperti pena yang tak akan menulis jika tak diasah, otak pun kehilangan ketajamannya jika tubuhnya lesu dan diam terlalu lama.

Tak heran jika para pemikir besar seperti Charles Darwin dan Immanuel Kant terkenal dengan kebiasaan berjalan kaki harian yang teratur. Kini, bukti empiris dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa olahraga sedang selama 30 menit dapat meningkatkan kemampuan eksekutif otak seperti pengambilan keputusan dan kontrol diri.

Penelitian lanjutan dari Rangkuti et al. (2024) dalam konteks pendidikan tinggi menunjukkan bahwa integrasi aktivitas fisik dalam rutinitas harian mahasiswa dan pekerja—misalnya melalui stretching sebelum kelas daring serta tugas atau berjalan ringan saat brain break—berkorelasi positif dengan penurunan digital fatigue dan peningkatan konsentrasi belajar. Tubuh yang bergerak bukan hanya menyehatkan, tapi juga merekalibrasi kapasitas berpikir agar kian teliti dalam implementasi tugas.

Gerakan tubuh adalah gelombang kecil yang menciptakan badai besar dalam ketajaman intelektual.

5. Melatih Otak Secara Aktif: Menyusun Puzzle dalam Candi Intelektual

Berpikir kritis, bermain catur, menyelesaikan teka-teki logika, atau mempelajari keterampilan baru (seperti bahasa atau coding) adalah cara melatih otak sebagaimana arsitek membangun pilar-pilar candi.

Setiap tantangan kognitif memberi tekanan yang konstruktif bagi saraf otak—merangsang pertumbuhan, memperkuat sinaps, dan membentuk struktur berpikir yang lebih tangguh.

Jika membaca adalah menyiram, dan mindfulness membersihkan, maka menantang otak adalah memahat: membentuk detail, menciptakan keindahan dalam kerumitan.

Kegiatan seperti memecahkan teka-teki dan mempelajari keterampilan baru terbukti meningkatkan working memory dan fluid intelligence (Jaeggi et al., 2008). Lebih dari itu, studi Yusriani & Patiro (2024) menggarisbawahi bahwa penguatan keterampilan problem-solving digital—dalam konteks platform halal knowledge sharing—dapat menumbuhkan digital cognitive efficacy, yaitu kepercayaan diri dalam menavigasi tantangan berpikir di era informasi yang cepat dan kompleks.

Melatih otak secara aktif bukan hanya membuat kita pintar—ia membentuk kita menjadi manusia yang tahan banting dalam dunia yang selalu berubah.

Semoga bermanfaat, mari teruskan perjuangan, belajar tanpa batas hingga nafas selesai bertugas. Life is learning, Happy learning, happy working, and Happy researching![ind]

#sriysarah Grindsted Denmark, 08062025

* Graduate School of Business, Riset Kak Sarah tentang Global Strategic Organizational Behaviour dalam Creativity and Entrepreneurship serta Community Empowerment, USM – HRM practitioner, Denmark.

*Penulis juga merupakan Tutor/ Dosen Pengampu pada Mata Kuliah Manajemen Operasi Jasa, Operations Research – FEB Universitas Terbuka.

Referensi:
Ahasanul Haque, A. K. M., & Kabir, S. M. H. (2022). E-marketing in Islamic markets. In Strategic Islamic marketing: A roadmap for engaging Muslim consumers (pp. 109-123). Cham: Springer International Publishing.
Fakhiroh, N. Z. (2020). Konsep DhIkr Al-Mawt Dalam Perspektif Eskatologi Al-Ghazali. dalam skripsi Program Studi Tasawuf Dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat (Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan).
Goleman, D., & Davidson, R. J. (2018). Altered traits: Science reveals how meditation changes your mind, brain, and body. Penguin.

Gruber, M. J., Gelman, B. D., & Ranganath, C. (2014). States of curiosity modulate hippocampus-dependent learning via the dopaminergic circuit. Neuron, 84(2), 486-496.

Haque, A., Tor-Kadioglu, C., & Kabir, S. M. H. (2021). What make intention halal food consumption? Study on Turkey’s consumers’ perspective. Psychology and Education, 58(2), 10082-10092.

Horowitz‐Kraus, T., & Hutton, J. S. (2015). From emergent literacy to reading: how learning to read changes a child’s brain. Acta Paediatrica, 104(7), 648-656.

Jaeggi, S. M., Buschkuehl, M., Jonides, J., & Perrig, W. J. (2008). Improving fluid intelligence with training on working memory. Proceedings of the National Academy of Sciences, 105(19), 6829-6833.

Rangkuti, S., Yusriani, S., Razali, A., Nurlinda, H., Gunarto, M., & Azzam, M. S. I. (2024). Enhancing Accuracy in Statistics: Examining Work and Performance in Indonesia’s BPS. Scaffolding: Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme, 6(2), 443-460.

Tumiran, M. A., Rahman, N. N. A., Saat, R. M., Kabir, N., Zulkifli, M. Y., & Adli, D. S. H. (2018). The concept of Qailulah (midday napping) from neuroscientific and Islamic perspectives. Journal of religion and health, 57, 1363-1375.

Yusriani, S., & Patiro, S. P. S. (2024). Digital Engagement and Technology Acceptance among the Muslim Community in Denmark: A TAM Approach. Digital Muslim Review, 2(1), 47-75.

Tags: 5 Kebiasaan untuk Meningkatkan Kecerdasan: Jalan Sunyi Menuju Tajamnya Akal
Previous Post

Petugas Safari Wukuf Khusus Lansia Berbekal Kesabaran dan Keuletan

Next Post

Usia Bayi yang Diperbolehkan Konsumsi Daging Kambing

Next Post
Usia Bayi yang Diperbolehkan Konsumsi Daging Kambing

Usia Bayi yang Diperbolehkan Konsumsi Daging Kambing

Tinggal di Australia

Tinggal di Australia

Salimah Kecam Israel Cegat Kapal Bantuan ke Gaza: Pelanggaran Hukum Internasional

Salimah Kecam Israel Cegat Kapal Bantuan ke Gaza: Pelanggaran Hukum Internasional

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga