Chanelmuslim.com – “Makasih yaa Mam, pizza-nya enak bangets,” demikian bunyi sms dari salah seorang ustad yang ngasuh anak saya di sebuah pesantren tahfidz.
Saya diam saja, bingung mau jawab apa, sebetulnya saya bisa saja menangguk pujian dan jawab dengan cepat.. “yaa stad, sama-sama..” Tapi saya bukan tipe yang kayak gitu, saya bukan tipe yang mengakui pekerjaan yang bukan saya yang melakukannya.
Itu pizza bukan saya yang beli, bukan juga saya yang ngasih, bukan juga pakai uang saya. Pokoknya semua tuh bukan saya !
Itu pizza dari anak ke-3 saya, itu uang dia, itu juga usaha dia. Anak saya itu juga yang beli, yang ngantri yang milih rasa apa dan terakhir dia bilang, “minta uang jajan buat sebulan,” selama umminya gak ada dan dari uang jajan itulah dibelikan pizza tiga kotak ukuran large -saya saja gak dibagi-, dan saya juga gak minta, bukan gak suka tapi itu makanan anak-anak…
Kisah lain, anak pertama saya ribut saja ada acara pemberian makan orang-orang di masjid, orang miskin, mualaf dan lain-lain, sebanyak 1000 orang. Saya bilang saya gak sanggup kalau segitu banyak, akhirnya anak pertama saya bilang uang jajannya saja yang dipotong tiga bulan dan dia pinjam dulu uang saya. Saya tanya kenapa segitu ngototnya, katanya karena dia melihat mereka semua rajin ibadah di masjid. Baca Al Qur’an dan sholatnya pun khusyu’ betapa bahagianya bila waktu buka Puasa tiba (waktu itu hari ayyaumil bidh) mereka dapat makanan yang enak. Akhirnya saya meminjamkan uang pada anak pertama saya.
Ketiga anak saya cuma ikutin saya, karena saya suka begitu-begitu dikenal sebagai akhwat yang suka bekerja dan melakukan kegiatan sosial kali ya. Tapi saya gak dikenal sebagai akhwat yang kemana-mana bawa Al Qur’an dengar murotal juga bukan yang tipe tekun duduk menghafal Al Qur’an, ikut daurah tahsin dua kali itu pun gak lulus-lulus, hafalan Quran paling banyak 3 juzu itu juga lupa-lupa, paling nambah-nambah dikit beberapa ayat itu pun kalau pas mau isi taklim. Jadi dalam hati saya, saya ngajarin anak saya bersosial dan berempati pada orang lain, memberi makan orang miskin, menyenangkan orang lain, tapi di satu sisi saya bukan akhwat yang akrab dengan mushaf Al Qur’an.
Jadi… ketika saya masukin anak saya ke sekolah hafal Al Qur’an, mereka oke saja tapi mereka nampak sangat berat dalam proses menghafal Al Qur’an, kadang saya berfikir kenapa yaa?! Akhinya saya tahu jawabnya, anak ke-2 saya salah jurusan. Ibaratnya, belajarnya ilmu berinfaq tapi ujiannya ujian tahfidz.
Yaa, yang saya perlihatkan pada anak saya adalah ilmu sosial (empati pada orang lain -memberi tanpa berfikir dua Kali-). Tapi kemudian mereka diterjunkan menjadi penghafal Al Qur’an, pantaslah lambat karena dari kecil kurang saya dekatkan pada jurusan itu.
Cerita ini bukan keluhan (biasa aja) hanya…paham kan maksudnya…
Hal ini seperti ketika dari kecil anak kita hidup dilingkungan para pelaut namun ketika besar disuruh jadi petani, tentu saja anak kita perlu adaptasi yang luar biasa agar bisa menjadi petani yang handal…
Benar juga kata orang bule “like mother like daughter” atau buah kelapa jatuh tak jauh dari pohon kelapa.
Intinya anak kita yaa bagaimana kita, maka kalau mau anak kita jadi begini atau begitu maka dari kecil harus kita akrabkan dengan apa yang kita inginkan. Ini cuma pendapat saya lho, belum tentu benar…
Dalam Quran beberapa Nabi Allah diberi keturunan yang juga menjadi Nabi.
Nabiyullaah Zakariya ‘AS (al-Anbiya [21] 89)
doa nabi zakariya
“dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling Baik.”
Dijawab doanya oleh Allaah Ta’aala dengan mengaruniakan Nabi Yahya ‘AS, meskipun usia Nabi Zakariya ‘AS sudah sepuh.
Sementara Nabiyullaah Ibrahim ‘AS dengan doanya yang sangat masyhur (ash Shaaffaat [37] 100)
doa nabi ibrahim – ash shaffat
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.”
Diijabahi oleh Allaah Ta’aala dengan mengaruniakan Ismail dari istrinya Hajar dan Ishaq dari istrinya Sarah. Ismail dan Ishaq menjadikan Nabiyullaah Ibrahim ‘AS sebagai puncak nasab, puncak garis keturunan, Bapak para Nabi dan Rasul. Ishaq akan menjadi Nabi ‘AS dan berputra Nabi Ya`qub ‘AS. Nabi Ya`qub ‘AS akan berputra Nabi Yusuf ‘AS dan akan menjadi leluhur dari para Nabi dan Rasul di tanah Palestina.
Dan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam;
Semua anak terlahirkan membawa fitrah keagaamaan yang benar. Kedua orang tuanya lah yang menjadikan ia menganut agama Yahudi atau Nasrani atau Majusi.
( 7 April 2015, Fifi -emaknya Ben-)