Chanelmuslim.com – Fenomena i’tikaf begitu marak beberapa tahun belakangan ini dan sesuai dengan kultur bangsa Indinesia yang suka dengan kemurahan, kemeriahan, berkumpul dan ibadah, maka hampir semua orang menyambut i’tikaf dengan gembira.
Saya ingat sekitar 15 tahun lalu, sangat susah mencari masjid di Indonesia yang menyelenggarakan i’tikaf, dengan alasan masjid dikunci setelah isya, dan tidak boleh berkumpul di malam hari yang pada waktu itu memang hanya diikuti oleh segelintir orang saja dengan title ikhwah dan berjenggot dengan wajah serius. Makin gak dikasih yaa, sehingga akhirnya para habiburrahnan beramai-ramai iktikaf ke masjid Al Hikmah di Bangka Pela dan suasanya sudah kayak cendol kejepit saking ramainya. Pembicaranya memang Ustadz Hashib dan imamnya Ustadz Abd Aziz yang hafidz dan ruhnya tinggi sehingga walau harus naik bus sampai 4 jam pun para akhwats dan ikhwans berebut itikaf di situ, mungkin sayanya kurang beriman tapi saya sendiri merasa tidak khusyu ketika sholat dalam keadaan sound system nyala hidup dan sedikit berisik dengan tangis bayi dan anak-anak dan juga panas dan sumpek yang menyengat. Sehingga ketika mendengar ada itikaf lagi yang diselenggarakan ikhwah di masjid BI saya bergegas ke sana, apalagi dengan hanya bayar 5000 sudah dapat sahur gratis yang lumayan enak ada pisangnya dan enaknya lagi mesjid BI pakai AC dengan karpet cukup mewah, maklum masih ada di kompleks perkantoran Bank Indonesia.
Namun dari pengalaman i’tikaf sejak gadis sampai punya anak remaja, yang cukup berkesan adalah ketika saya i’tikaf di malaysia di masjid Uniten (masjid kampus yang juga pakai AC dan karpet tebal ) bikin kita betah tilawah berjam-jam. Setiap sore saya masak untuk di bawa ke masjid untuk bekal semalaman dengan membawa dua anak yang masih batita (syifa 2 tahun, ismail 3,5 tahun) dari sejak ashar saya sudah prepare; makanan, mainan, buku cerita dan selimut tebal buat alas untuk keperluan anak-anak i’tikaf di masjid bersama saya.
Alhamdulillah i’tikaf di mesjid buat anak-anak seru dan menyenangkan, mereka bisa berlari -larian sepanjang mesjid yang luas, bertemu dengan anak lain dan main sampai malam, tidak tidur-tidur (tidak disuruh tidur), dan yang lebih seru lagi di mata anak-anak adalah ayah dan ibu bawa bantal, sarung, alas tidur, dan tidur di pojokan , dalam benak mereka ayah ibu lagi main rumah-rumahan.
Activities ini tentu saja sangat menggembirakan bagi mereka dan setiap tahun mereka akan bersemangat ikut i’tikaf karena suasana lain yang tercipta.
Saya pikir lama-lama i’tikaf menjadi budaya dan biasa saja, bahkan di beberapa mesjid saking ramainya pengunjung, sudah menjadi kesibukan tersendiri pula dengan pasar kaget yang dibuka tiba-tiba.
Yaa, alhamdulillah sekarang i’tikaf sudah menjadi hal yang biasa saja, bahkan tetangga kompleks rumah saya yang sudah sepuh dan rata-rata mantan pejabat pemerintahan beramai-ramai i’tikaf dan menyediakan makanan khusus yang dimakan bersama dalam sebuah ruangan khusus di mesjid yang disepakati hanya orang kompleks saja yang boleh ikut.
Yang terakhir adalah sebuah tempat iktikaf di mesjid Al Khalifah yang mana teman-teman membawa keluarganya dan saya sendiri merasakan bahwa kita sudah seperti keluarga besar yang tinggal bersama-sama di tempat pengungsian dalam rangka ibadah. Intinya kalau tiba-tiba terjadi bencana dan kita harus ngungsi, saya rasa orang yang sudah biasa i’tikaf akan menjadi pengungsi yang terlatih.
Semoga mendapat lailatul qodr dan dosa diampuni dan dijauhkan dari api neraka.
I’tikaf ? Buat apalagi kalau bukan ngincar lailatul qodr nya. Saya bangga dengan gejolak iktkaf yang luar biasa di Indonesia ini dan saya sedih ketika kawan-kawan di Australia menyatakan bahwa tidak diperbolehkan i’tukaf pada tahun ini, maksimal pukul 12 sudah harus pukang, tidak boleh ada ramai-ramai orang nginap bawa-bawa bantal dan bakwan dan alas tidur .. Never ! So, berbahagialah bagi yang mampu melaksanakan i’tikaf tanpa halangan dari siapapun.
#Salamlailatulqodr
(Mesjid Al Khalifah -dimana sekeping surga mungkin jatuh pada lailatul qodr untuk kita-)