Pelajaran yang kau sampaikan singkat dan padat. Aku telat, tak ada sedikit pun cemberut. Hanya senyum dan menawarkan teh manis. Paham walau telat lebih baik datang daripada tidak. Karena ilmu harus diburu walau dengan sedikit waktu.
Ingat cintamu yang tak minta balasan. Tak ada batas dan tak mampu kubalas. Di sini aku menatap langit dengan memelas. Tidak mudah digantikan. Kadang sudah berusaha. Tapi tetap tak dapat digantikan. Dengan siapa pun dan cara apa pun.
Sampai kini belum ada gantinya. Terasa seperti ingin memeluk bulan di alam kelam. Kadang aku rindu ingin curhat sesuatu, tapi guruku sudah tak dapat dihubungi semauku.
Baca juga: Nanti di Pesantren Jangan Tidur Mulu (Part 2)
“Curhatlah pada Allah,” kata seseorang.
Aku diam khawatir. Perdebatan tak perlu akan dimulai, rasa itu perlu pelampiasan dan mahabahku belum sampai. Pahamilah.
Guruku adalah orang yang hidupnya untuk orang lain. Tak sempat pikirkan diri sendiri dan bahkan berkorban untuk pindah rumah demi mendekati anak binaannya.
Guruku ikhlas. Dan darinya aku paham pengorbanan tanpa merasa beban.
Guruku sabar. Dan darinya aku belajar untuk menahan diri tanpa memikirkan keinginan pribadi.
Guruku cerdas. Dan darinya aku belajar untuk berpikir lebih dari yang semestinya.
Guruku terdepan. Dan darinya aku menjadi cepat dalam bertindak untuk beramal.
Guru… aku rindu ingin memeluk dirimu. Tatapku pada langit biru. Namun awan pun berlalu. Kemudian menjelaskan bahwa surga pun rindu padanya.
@by fifipjubilea @jisc jibbs jigsc
Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Al Zumar: 9)
Website: