ChanelMuslim.com – Anak masuk sekolah atau tidak? Semuanya harus terintegrasi.
Semua orang punya pendapat masing-masing. Ada yang setuju. Ada yang tidak setuju. Jadi, tidak usah memaksakan pendapat.
Ada yang maunya online terus tapi lupa sampai kapan. Ada yang bilang sampai vaksin ditemukan tapi kapan akan ditemukan. Kabarnya 2 tahun lagi. Apabila ditemukan pun belum tentu cocok dengan kondisi tubuh orang kita.
Ada juga yang sangat pede dengan homeschooling yang kalau mau jujur memang target pembelajaran menjadi lebih cepat selesai. Karena sifatnya private dan tak banyak aktivitas. Jadi, langsung straight to the point pada pembelajaran (page by page).
Sementara kalau online terus, ada dampak sosial dan kejiwaan juga pada anak. Anak tidak bersosialisasi dan tidak imun karena virus itu ada dimana-mana. Maka, tidak bisa menghindar juga walau di dalam rumah saja.
Sebaiknya rakyat diedukasi dan dimotivasi, yang sembuh berapa banyak dan bagaimana cara sembuhnya. Kita Fight!
Begitu juga dengan anak-anak yang meninggal. Kabarnya ada 14 anak. Rata-rata pada usia berapa tahun dan sebabnya apa. Apakah ada yang sembuh? Kalau sembuh caranya bagaimana.
Langkah pertolongan awal kalau anak-anak terpapar virus. Apa yang harus kita lakukan sebagai orang tua karena yang ditampilkan cuma gambar anak membawa ransel dan baju di tas. Lalu masuk mobil ambulance tanpa didampingi siapapun.
Daripada menakuti lebih baik memotivasi agar tetap hati-hati. Virus nggak akan bisa dihindari walau kita menyimpan anak di kolong ranjang sekalipun.
Jadi anak masuk sekolah atau tidak, kembali kita menunggu keputusan pemerintah yang pastinya sudah mengkaji ulang semua aspek dan mempertimbangkan banyak hal. Tentu nggak ada orang yang membiarkan rakyat mati begitu saja.
Yang penting ketika keluar aturan dan rambu-rambunya, kita semua menjalankan sesuai dengan aturan yang sudah disepakati.
Yang saya risau malah;
1. Mall dibuka. Nanti anak-anak nggak ke sekolah. Kalau janjian sama temannya nongkrong di mall bagaimana? Mereka berdalih bosan, ngadem, dan barengan mengerjakan tugas.
2. Bagaimana juga, anak di rumah sementara orang tua sudah masuk kantor. Karena kita ini masih kovensional sehingga meeting di zoom nggak semantap meeting di dunia nyata. Kebosanan juga sudah mendera para pekerja. Sementara anak terpaksa tinggal di rumah.
Semua manusia butuh aktivitas agar otak dan jiwanya menjadi ‘life’.
Kalau saya ditanya pilih buka atau tidak, maka saya istikharah dulu, syuro dengan berbagai pihak, koordinasi dengan Diknas setempat, dan juga mengikuti semua perkembangan.
Kemudian membuat dan melaksanakan semua protokol yang dibutuhkan. Tentu menjadi lebih mahal biaya operasional ke depan untuk sebuah sekolah. Apalagi akan ada disinfektan setiap sebelum dan setelah masuk KBM, dan lain-lain yang tak bisa diceritakan di sini.
Namun bagi orang tua yang masih ingin online, kita pun harus sabar dan jangan mengeluh anak bosan, menjadi individu mager, atau nggak lama pada memakai kacamata karena memandang gadget terus.
Maka baiknya, apabila sekolah dibuka oleh pemerintah kita ikuti pemerintah dan sediakan saja dua kelas khusus; kelas offline dan kelas online.
Lalu bagaimana anak yang online kalau melihat temannya sudah masuk sekolah? Sedih nggak?
Bagaimana gurunya? Jadi capek nggak?
Lalu sekolah cuma sebentar? Ada diskon nggak?
Di dunia ini semua keputusan ada konsekuensinya. Nggak ada yang sempurna. Coba kita pikir baik-baik konsekuensi apabila mengambil keputusan ini atau itu. Sebetulnya semua keluarga mempunyai keputusan masing-masing. Tidak usah mempengaruhi dan tidak usah menyebar berita yang menakuti.
Semua orang juga punya otak kok untuk berpikir. Keputusan kembali pada keluarga masing-masing.
Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Untuk memperkuat keputusan dengan shalat istikarah lalu bismillah. Kita serahkan pada Allah, biar Allah yang menjaga anak-anak kita baik online di rumah saja ketika kitanya kerja atau offline di sekolah yang kitanya juga nggak ada.
Sekarang hidup sudah banyak beban. Jangan tambah lagi beban dengan mendengarkan cercaan orang terhadap keputusan orang lain.
Sementara buat yang mau online, siapkan hati dan pikiran untuk mempelajari kurikulum anak satu semester ke depan, dan setahun ke depan.
Kalau perlu zoom dengan guru untuk bertanya cara mengajarkan kayak bagaimana, dan ini itu maskudnya apa. Kemudian atur waktu dari sekarang. Waktu untuk belajar pelajaran anak-anak dan waktu untuk mengajarkan. Mungkin saya bisa membantu ya dengan membuat kelas online untuk orang tua yang mau menjadi guru di rumah. Saya pikirkan dulu metodenya.
Alhamdulillah, bukan sombong. Sekarang saya sudah menjadi Nyonya Fifi P. Jubilea, SE., Spd., Msc., PhD. Dan sekarang sedang mengambil doktoral lagi di Unpak, Bogor. Mudah-mudahan tahun 2021 selesai.
Mungkin saya bisa share sedikit ilmu saya karena saya sempat melakukan homeschoolling untuk 3 anak selama 7 bulan. Memang target menjadi lebih banyak yang tercapai. Usia 4 tahun sudah bisa membaca Alquran, usia 3 tahun sudah menghafal satu juz, dan buku English stories sudah habis 12 buku di usia 5 tahun. Asal sabar, kalau nggak kita jadi pemarah. Rumah tangga bukan sakinah mawaddah warahmah malah jadi wa marah-marah.
Saya juga awalnya buat sekolah karena anak. Dari awal cuma sekedar punya teman untuk anak-anak saya. Alhamdulillah, sekarang sudah mengeluarkan alumni 16 kali 600. Jadi, hampir 10.000 alumni.
Walau dengan berat dan susah payah. Apalagi zaman nggak tentu begini yang kita pegang anak orang. Masa depan dan jiwanya.
Haha, tapi kalau aku tahu bikin sekolah seribet ini tentu saja aku nggak akan bikin sekolah. Tapi aku mengincar pahala besar di dalamnya. Amal jariyah yang berterusan sampai liang kubur.
Jangan mudah terprovokasi. Semua keputusan ada konsekuensinya. Harus prepare well jangan talking well. Kerjasama semua pihak dan yang utama ‘anaknya maunya bagaimana?’. Kita harus melibatkan mereka juga dengan mengajak mereka bicara dan mendengarkan pendapatnya agar mereka sadar pilihan kita adalah pilihan bersama dan yang terbaik.
Berdoalah tidak putus. Allah Maha Baik. Dia yang akan menyelesaikan masalah ini semua. Tidak mungkin Dia tinggalkan hamba-Nya. Jangan kembangkan pikiran negatif.
Mari menunggu keputusan pemerintah dan saya yakin beliau-beliau di atas tidak akan gegabah. Dan doakan agar pemerintah kita diberi keputusan yang menentramkan bukan yang menyeramkan. Hehe.
Sementara di JISc, kami para pendidik akan berusaha untuk meneruskan pendidikan bukan hanya New Normal tapi New Happiness.
Salam juang untuk generasi harapan ke depan.
JISc, JIBBS, dan JIGSc owner:
Ibu Hj. Fifi P. Jubilea, SE., Spd., Msc., PhD.
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-talk/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jakartaislamicschoolcom
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
https://www.instagram.com/fifi.jubilea/
Twitter: