ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa wabah virus chikungunya berisiko menyebar secara global dan menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yang luas.
Dalam beberapa pekan terakhir, lebih dari 7.700 kasus chikungunya tercatat di Provinsi Guangdong, dengan sebagian besar berasal dari kota industri Foshan.
Peningkatan kasus ini mendorong otoritas China untuk melakukan tindakan luar biasa, termasuk penyemprotan insektisida massal dan pemeriksaan ketat ke rumah-rumah warga untuk mencari tempat perkembangbiakan nyamuk.
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus (nyamuk harimau).
Gejalanya meliputi demam tinggi dan nyeri sendi hebat yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Meski jarang menyebabkan kematian, penyakit ini bisa sangat melemahkan penderitanya.
Baca juga: Varian Virus Baru, Lonjakan Kasus Covid-19 Kembali Terjadi di India
WHO Peringatkan Virus Chikungunya bisa Menyebar Secara Global
Laporan dari otoritas pengendalian penyakit Guangdong menyebutkan, antara 27 Juli hingga 2 Agustus 2025, 2.770 kasus tercatat di Foshan saja.
Kasus juga dilaporkan di Guangzhou dan bahkan Hong Kong. Langkah-langkah penanggulangan pun diperketat.
Di beberapa distrik, warga yang menolak kerja sama dalam pengendalian vektor dilaporkan mengalami pemutusan aliran listrik.
Di sisi lain, fasilitas medis di Foshan dilengkapi kelambu dan tempat tidur khusus untuk menampung pasien chikungunya.
Meski otoritas setempat menyatakan laju infeksi mulai melambat, tantangan masih besar, terutama karena kondisi iklim yang mendukung populasi nyamuk serta risiko impor kasus dari luar negeri.
WHO menegaskan bahwa pola penyebaran chikungunya saat ini mengingatkan pada epidemi besar di Samudra Hindia pada 2004-2005, yang menjangkit lebih dari setengah juta orang secara global.
Sejak awal 2025, Reunion, Mayotte, dan Mauritius telah melaporkan wabah besar. Bahkan di Reunion, diperkirakan sepertiga penduduk telah terinfeksi.
Transmisi lokal juga telah terjadi di Eropa, termasuk Prancis dan Italia. Meskipun tingkat kematian chikungunya kurang dari satu persen, WHO mengingatkan bahwa jika jumlah kasus mencapai jutaan, angka tersebut bisa berarti ribuan korban jiwa.
Perubahan iklim turut memperluas jangkauan nyamuk pembawa virus. Aedes albopictus, misalnya, kini menyebar lebih jauh ke utara seiring naiknya suhu global.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Nyamuk ini aktif menggigit pada siang hari, dengan puncaknya di pagi dan sore. Maka dari itu, WHO menganjurkan masyarakat di wilayah terdampak untuk menggunakan obat nyamuk, memasang kelambu, serta menghilangkan genangan air di wadah seperti pot, ember, dan kaleng bekas.
Meskipun dua jenis vaksin untuk chikungunya telah disetujui di beberapa negara, penggunaannya belum meluas secara global.
Hingga kini, penanganan kasus chikungunya masih berfokus pada pereda gejala, seperti pemberian parasetamol.
WHO pun menyerukan negara-negara untuk segera meningkatkan kapasitas deteksi dini dan respons cepat agar tidak kecolongan menghadapi potensi lonjakan kasus besar. [Din]