ChanelMuslim.com – Banyak orang yang berpikir bahwa perilaku tidak bisa diubah, atau tingkah laku kita selama ini karena faktor keturunan, pola asuh atau pengaruh lingkungan.
Karena sudah terbentuk seperti itu, sangat sulit untuk mengubahnya sehingga banyak orang yang merasa kesulitan dengan perilakunya sendiri. Perilaku ini kebanyakan berdasarkan stimulus-respon.
Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. menulis bahwa sulit menahan emosi, malas berusaha, berbicara ceplas-ceplos dan menyakiti orang lain baik dengan perkataan maupun perbuatan dan sebagainya merupakan perilaku negatif yang seringkali menghambat kita saat berinteraksi dengan orang lain.
“Akibatnya, kita kurang diterima di lingkungan, di tempat kerja, bahkan keluarga juga enggan berinteraksi dengan kita,” kata Fifi, sapaan akrab Hifizah, Selasa (5/10).
Baca Juga: Perilaku Suami Istri yang Harus Dihindari
Sahabat Muslim, Perilaku Tidak Bisa Diubah Ternyata Mitos, Ini Faktanya
Dalam buku tujuh kebiasaan efektif dikatakan, pola pikir bahwa perilaku kita sulit diubah itu, perlu diluruskan. Setiap orang bebas memilih perilaku yang akan dilakukan saat menghadapi stimulus tertentu.
Di antara stimulus dan respon ada yang disebut “kebebasan untuk memilih perilaku” kita.
“Ada responsibility (response-ability), kemampuan untuk memilih respon kita, tidak peduli sesulit apa pun situasi yang dihadapi. Inilah wujud dari kebiasaan pertama, yaitu menjadi proaktif,” tambah Fifi dalam Grup Hikari Parenting School.
Orang yang proaktif tidak menyalahkan pola asuh, kondisi atau faktor genetik. Perilaku mereka adalah hasil dari pilihan sadar mereka yang berdasarkan nilai-nilai yang sudah dihayati dengan baik.
“Lawan dari proaktif adalah reaktif. Orang yang reaktif digerakkan oleh perasaan, keadaan, kondisi atau lingkungan atau stimulus tertentu,” jelas Fifi,
Sering kali situasi dan kondisi di sekitar kita membuat kita marah, sedih ataupun terluka. Saat berada dalam kondisi tersebut, emosi yang kita rasakan adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi.
“Namun, respon kita dalam menghadapi situasi tersebut lah yang membedakan apakah kita orang yang proaktif atau reaktif,” katanya.
Orang yang reaktif mungkin akan meluapkan emosinya dengan cara yang bisa menyakiti diri sendiri ataupun orang lain.
Tenggelam dalam kesedihan, melampiaskan amarah kepada orang yang ada di dekatnya atau menarik diri dan tenggelam dalam kesedihan dan depresi.
Orang yang proaktif akan memilih respon yang sesuai dengan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya.
Ia mungkin akan sedih, kecewa atau marah, namun caranya menyalurkan emosi tersebut adalah dengan melampiaskan menjadi sesuatu yang positif.
Ada teman yang suaminya meninggal karena covid kemarin, kesedihan hatinya dituangkan dalam tulisan-tulisan mengenang sang suami tercinta.
Lalu, ia membagi pengalamannya melewati beratnya hari yang dilewati saat awal-awal suaminya kembali pada Sang Pencipta.
Itu salah satu contoh bagaimana sikap proaktif dalam menyikapi permasalahan. Semoga Sahabat ChanelMuslim juga terbiasa proaktif dalam memandang setiap persoalan sehingga kesehatan mental kita terjaga.[ind]