TOKSIK artinya yang bisa meracuni, merusak, atau menghancurkan. Pribadi toksik adalah gangguan mental yang bisa merusak pergaulan, perceraian, dan keluarga yang tidak harmonis.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Dr. Hasto Wardoyo mengungkapkan tentang dampak buruk dari pribadi toksik.
Menurutnya, hubungan toksik menjadi salah satu penyebab perceraian.
“Hati-hati dengan pribadi toksik atau megalomania dalam keluarga. Ia merasa dirinya paling hebat. Ini merupakan gangguan mental emosional. Keluarga menjadi tidak tenteram. Hubungan suami istri menjadi toksik dan meningkatkan perceraian,” ungkapnya, Jumat (9/8), di Jakarta.
Apa Itu Pribadi Toksik
Pribadi toksik merupakan pribadi yang terhinggapi gangguan mental. Gangguan itu terus mengendap dalam jangka waktu lama.
Bahkan menurut kepala BKKBN ini, sebagian besar remaja kita memiliki gangguan mental. Angkanya tidak main-main, sebesar 90-an persen. Artinya dari 10 remaja, ada 9 di antaranya yang memiliki gangguan mental.
Jika pribadi toksik bertemu dan menjalin hubungan dengan yang sama-sama toksik, maka akan terjalin hubungan yang super toksik.
Jika pribadi toksik menjalin hubungan dengan yang waras, maka yang waras akan tertular menjadi toksik.
Mengenal Pribadi yang Toksik
Seperti apakah pribadi yang toksik itu? Dalam pribadi yang toksik itu mengendap berbagai penyakit mental. Mulai dari egois, merasa dirinya yang paling benar; megalomania, merasa dirinya paling hebat; narsis, memandang apa pun dari sudut pandang dirinya sendiri. Dan lainnya.
Orang toksik itu suka merendahkan, gampang memarahi orang lain, dan kerap merusak ketenteraman sebuah komunitas yang ia masuki.
Dikatakan bisa menular, karena orang toksik bisa memunculkan keresahan lingkungan yang sebelumnya tenteram. Bisa memunculkan saling curiga, permusuhan, dan kekacauan.
Bisakah Toksik Diobati?
Rasanya, tak ada penyakit yang tak bisa diobati. Kecuali penyakit tua dan pikun.
Mengobati orang toksik harus dimulai dari kesadaran diri bahwa ada yang tidak beres dalam dirinya. Kesadaran inilah yang akan menjadi pintu masuk terhadap berbagai ‘obat’ untuk melatih dirinya menjadi berubah baik.
Kedua, hindari orang-orang toksik atau lingkungan yang toksik. Hal ini karena toksik bisa menular atau merangsang bibit toksik muncul lagi.
Cari lingkungan yang baik. Yaitu, mereka yang dekat dengan nilai-nilai akhlak Islam. Seperti, berbaik sangka, gemar bersedekah, cinta pengorbanan, mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, dan tentu saja: dekat dengan Allah subhanahu wata’ala. [Mh]