ChanelMuslim.com – Sahabat Muslim, miris memang memikirkan negeri ini, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih jauh di bawah Malaysia dan Thailand.
World Bank merilis data capaian Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita Indonesia yang dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia dan Thailand.
Pada rentang tahun 1970-1996 (sebelum krisis moneter), grafik Indonesia melandai. Kalaupun ada kenaikan, naiknya hanya sedikit sekali. Sementara pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Thailand meroket.
Pada tahun 1996, GDP per kapita Indonesia hanya 1.100 USD, sementara Thailand menjadi 3.000 USD, dan Malaysia nyaris 5.000 USD.
Setelah krisis moneter pada rentang tahun 1999-2011, Indonesia relatif bisa sama pertumbuhannya dengan Malaysia dan Thailand, grafiknya terus naik.
Pada 2012-2020, grafik Indonesia melandai lagi. Sementara Malaysia dan Thailand, meski sempat turun naik, terus meroket.
Pada tahun 2020, saat GDP Malaysia sudah di angka 10.400 USD per kapita per tahun dan Thailand sudah 7.000 USD, Indonesia masih di angka 3.800 USD.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menyampaikan bahwa ketika kita ingin menilai kinerja, akan lebih nampak capaiannya ketika disandingkan dengan capaian negara lain.
“Perbandingan ini baik untuk evaluasi kesejahteraan masyarakat kita,” ujar Anis dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan di Komplek Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022).
Rapat kerja tersebut membahas Evaluasi APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021, serta Rencana Program PEN Tahun 2022.
Baca Juga: Konferensi Internasional WZF 2021: Pulihkan Ekonomi Pasca Covid dengan Zakat dan Wakaf
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Jauh di Bawah Malaysia dan Thailand
Anis mengemukakan bahwa dengan GDP Malaysia yang jauh di atas Indonesia, sangat wajar jika banyak rakyat Indonesia yang tergiur mengadu nasib di negara tetangga.
“Hal ini mungkin yang menjelaskan mengapa 3 juta lebih rakyat Indonesia mencari nafkah di Malaysia,” papar Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan itu.
Ia mengingatkan pemerintah agar tidak asyik dengan data dan capaiannya sendiri, kemudian lupa bahwa data itu ternyata masih jauh dibandingkan dengan negara lain.
Realita di lapangan, angka-angka capaian yang disampaikan pemerintah nyatanya belum berdampak signifikan untuk kehidupan rakyat.
“Masih sangat banyak rakyat yang hidup susah,” katanya.
“Bagaimanapun, APBN merupakan instrumen kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga menyampaikan data Bank Dunia yang kembali menempatkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah bawah atau lower middle income.
Peringkat per 1 Juli 2021 ini turun dibandingkan sebelumnya, Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) pada 1 Juli 2020.
“Posisi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas hanya mampu bertahan sebentar saja. Dalam waktu satu tahun, Indonesia harus kembali sebagai negara kelas menengah bawah,” ujarnya.
Oleh karena itu, politisi senior PKS ini kembali mengingatkan pemerintah agar tidak terjebak dengan data pribadi tanpa ada pembanding.
Apalagi utang Indonesia semakin menumpuk. Secara tegas, Anis menyinggung kinerja pemerintah yang harusnya fokus dan tidak mengurusi hal-hal lain seperti pemindahan ibukota negara.
Anis menegaskan bahwa pemindahan ibukota negara tidak bisa menggunakan dana program PEN.
Sebagaimana tertuang dalam PP no.23 tahun 2020, program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
“Saya mengingatkan pemerintah bahwa program PEN harus tepat sasaran yaitu percepatan penanganan Covid-19, pemulihan dan penyelamatan ekonomi nasional. Sehingga, jika pembiayaan pemindahan ibukota negara menggunakan dana PEN, maka pemerintah telah melanggar UU no.2 tahun 2020,” pungkasnya.[ind]