ChanelMuslim.com- Pasca liburan panjang pekan lalu, angka kenaikan Covid-19 naik mencengangkan. Pada Jumat, 28 Agustus, kenaikan sudah tembus 3 ribu per hari. Angka ini menjadi pemecah rekor kenaikan harian Covid di Indonesia sejak Maret lalu.
Kenaikan angka Covid-19 di negeri ini naik secara fantastis pasca liburan panjang pekan lalu. Angka hariannya tembus 3 ribu. Angka itu tercatat di gugus tugas pada Jumat, 28 Agustus lalu. Kota-kota besar menyumbang kenaikan itu. Antara lain, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan lainnya. Bahkan pada Ahad lalu, angka harian DKI Jakarta sudah berada di atas seribu.
Jika menengok awal Juni lalu, publik begitu tercengang ketika kenaikan harian Covid nasional tembus di angka seribu. Publik begitu panik. Tapi, hanya berselang tiga bulan, bukan angka harian nasional yang tembus seribu. Angka setinggi itu saat ini hanya untuk cakupan DKI Jakarta.
Kenapa bisa naik? Pemerintah berdalih kenaikan terjadi karena maraknya tes yang dilakukan. Kalau ditanya lagi, kenapa yang dites bisa positif? Jawabannya karena mereka tertular. Kalau ditanya lagi, kenapa bisa tertular? Jawaban yang paling gampang tanpa risiko, karena rakyat tidak mematuhi protokol kesehatan.
Saat ini, rakyat adalah korban terhadap dua kasus sekaligus. Pertama korban karena terpapar Covid secara massif. Dan kedua, korban karena tertuduh sebagai pelaku penularan. Output dari kesimpulan ini pun arahnya lagi-lagi kepada rakyat. Bahwa rakyat harus dirazia, rakyat harus dihukum, dan rakyat harus didenda.
Benarkah seperti itu? Sepintas output itu memang masuk akal. Rakyatlah yang paling pantas untuk dituduh sebagai penyebab naiknya angka Covid secara fantastis. Tapi jika ditelusuri lebih jauh, siapa sebenarnya yang membuat rakyat menjadi kurang waspada lagi. Siapa yang melonggarkan ruang-ruang sempit PSBB agar rakyat menjadi bebas “berkeliaran”. Siapa yang begitu bernafsu untuk secepat mungkin rakyat memasuki era new normal versi pemerintah?
Bayangkan, di tengah kenaikan harian yang fantastis ini, pemerintah sudah membolehkan dunia hiburan manggung lagi. Konser sudah diperbolehkan. Tak lama lagi, bioskop juga akan dibuka.
Untuk kawasan Asia Tenggara, angka kenaikan Covid di Indonesia seperti berada dalam bayang-bayang menakutkan. Boleh jadi, lockdown yang kembali dilakukan sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, dan Australia beberapa hari terakhir lebih karena khawatir masuknya warga Indonesia ke negeri mereka.
Jadi, sebab utamanya boleh jadi bukan rakyat dengan segala kelemahan dan keterbatasannya. Tapi karena ketidakmampuan pemerintah mengelola kebijakannya di tengah pandemi saat ini.
Siapa yang paling dikorbankan dengan keadaan seperti ini? Selain rakyat karena kian menderita dengan berbagai problem yang terus mereka hadapi, tenaga medis merupakan pihak berikutnya yang terus terpukul.
Hingga Ahad kemarin, genap sudah angka 100 dokter yang wafat karena terinfeksi Covid-19. Belum lagi tenaga medis seperti perawat, dan mereka yang bekerja di rumah sakit dan lembaga kesehatan.
Para nakes ini merupakan aset bangsa yang sangat mahal. Tidak gampang untuk menjadi seorang dokter. Bukan hal mudah untuk merintis karir sebagai perawat dan tenaga kesehatan lain. Dan saat ini, aset mahal inilah yang disadari atau tidak, seperti terus berjuang sendiri menghadapi seribu satu risiko kematian.
Kita juga miris ketika mendengar adanya sejumlah nakes yang belum mendapat tunjangan selama berbulan-bulan. Begitu pun tentang nakes seperti dokter yang insentifnya melayang-layang terbawa arus birokrasi yang panjang.
Sebelum segalanya serba terlambat. Akui saja bahwa lonjakan Covid yang kian tak terkendali ini sebagai malpraktek kebijakan pemerintah. Setelah itu, lakukan kendali ketat agar penularan tidak terus menyebar. Meskipun kebijakan ini terasa kurang menyenangkan. (Mh)