ChanelMuslim.com- Bulan Desember merupakan bulan sangat bersejarah untuk perjuangan rakyat Palestina. Di bulan inilah, Syaikh Ahmad Yassin (rahimahullah) mendeklarasikan berdirinya Hamas sebagai wadah perjuangan rakyat Palestina. Sebuah perjuangan yang bukan hanya tertumpu pada senjata, melainkan juga pada mobilisasi potensi keluarga sebagai benteng sekaligus ujung tombak perjuangan.
Beliau seperti ingin menyampaikan pesan buat umat Islam bahwa keluarga bukan sekadar wadah bersatunya suami, isteri, anak, dan sanak kerabat untuk menggapai cita-cita bersama. Lebih dari itu, keluarga menjadi produsen para mujahid yang siap mengangkat kemuliaan Islam dan umatnya.
Palestina menjadi potret umat saat ini betapa jihad bukan sebuah keberlangsungan yang sesaat: sebulan, setahun, atau abad. Jihad adalah jalan umat ini untuk mempertahankan dan memperjuangkan kemuliaannya, hingga kiamat tiba.
Sebuah perjalanan yang begitu panjang. Perjalanan yang membutuhkan keberlangsungan estafeta dari generasi ke generasi. Inilah sisi lain dari sebuah nilai keberkahan eksistensi keluarga.
Para mujahid yang hebat bukan sekadar berasal dari kamp pelatihan militer yang canggih. Tapi dari sebuah dinamika keluarga yang bersenyawa dengan perjalanan jihad.
Sebagian sisi dunia saat ini boleh jadi masih terperangah dengan daya tahan para mujahidin Palestina. Dengan minimnya logistik, isolasi dunia yang begitu rapat, musuh sekelas Israel yang menguasai lebih dari separuh sumber daya dunia saat ini; tapi mereka masih konsisten berjuang.
Dunia saat ini mungkin tak habis pikir bagaimana mungkin pejuang-pejuang muda bisa begitu berani dan trampil di medan jihad. Usia belia mereka yang lebih pantas sibuk bermain, tapi begitu tangguh dan menakutkan di mata serdadu Israel.
Di balik kehebatan anak-anak remaja itu, ada ibu-ibu yang senantiasa sabar bersama mereka. Sebuah potret para ibu yang agung dan mulia. Sosok ibu yang tidak merasa cukup dengan tugas mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan. Tapi juga sebagai penyuplai dan mentor mujahid untuk diwakafkan demi izzah Islam dan umatnya.
Sebagian orang pun mungkin bertanya, bukankah para ibu itu juga wanita yang memiliki rasa sayang, khawatir, cinta dengan buah hati mereka?
Jawabannya, seperti yang kita saksikan apa yang selama ini berlangsung di bumi berkah bernama Palestina, bahwa sayang, khawatir, dan cinta para ibu mulia itu telah melampaui umumnya para ibu di belahan bumi lain.
Allah swt., telah mewariskan ruh perjuangan para shahabiyah radhiyallahu anhum kepada ibu-ibu Palestina. Sayang, khawatir, dan cinta mereka tidak lagi terlokalisir pada ruang lingkup yang sempit, egois, materialis, dan semu. Melainkan, kepada dimensi yang luas dan mulia: sebagai ibu para syuhada.
Sementara seni adalah inspirasi sekaligus penyelaras antara kekuatan dan keseimbangan hidup. Bahwa jihad tidak berlangsung hitungan tahun apalagi bulan. Jihad adalah jalan panjang yang membutuhkan keseimbangan fisik dan jiwa.
Para mujahidin bukanlah para serdadu yang bengis, kasar, dan anarkhis. Di sisinya yang lain, mereka adalah hamba-hamba Allah yang teramat lembut, peka, dan halus. Di siang hari darah mereka yang menetes, di malam harinya air mata mereka yang mengalir karena luapan cinta kepada Yang Maha Sayang.
Seni memberikan keseimbangan itu. Seni juga memberi media dan sarana agar pesan yang berat tidak tertangkap berat dan menyusahkan. Tapi, mengalir seperti tiupan angin yang menyejukkan udara panas konflik abadi. (Mh)