Oleh: Jumari Suyudin, M.Si.
Peneliti Center for Indonesian Reform (CIR)
ChanelMuslim.com- Dunia seolah kembali cerah, menyambut telah ditemukannya vaksin Covid-19 lebih cepat dari yang diperkirakan. Tidak hanya satu produk vaksin, bahkan sangat beragam. Menurut Washington Post (12/12/2020) ada sepuluh produk vaksin yang sudah mencapai tahap 3 (uji klinis kepada manuisa), yaitu Moderna, Pfizer, AstraZeneca, CanSino Biological, Sputnik V Gamaleya, Johnson & Johnson, Sinopharm, Covaxin Bharat Biotech, Sinovac, dan Novavax. Namun, dari sepuluh vaksin tersebut, hanya vaksin Pfizer yang sudah mendapat persetujuan untuk digunakan bagi masyarakat dunia. Negara yang memberi persetujuan adalah Inggris, Bahrain dan Amerika Serikat. Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration) AS telah resmi memberikan izin penggunaan vaksin tersebut secara darurat.
Sementara itu, di Indonesia, pemerintah telah menetapkan ada enam vaksin covid-19 untuk pelaksanaan vaksinasi virus Corona. Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Keputusan tersebut ditandatangani Menkes Terawan Agus Putranto (3/12/2020). Keenam jenis vaksin tersebut dari, Bio Farma (Persero), Astra Zeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac.
Di tengah optimisme pemerintah dalam upaya menuntaskan permasalahan Covid-19, dengan telah ditemukannya vaksin, tidak sedikit masyarakat yang masih meragukan vaksin tersebut, baik dari sisi keamanan, evektivitas maupun kehalalannya. Hal ini tercermin dalam survei daring yang telah dilakukan Kemenkes dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO pada tanggal 19-30 September 2020 (who.int, 17/11/2020). Survei daring dilakukan dalam rangka memahami pandangan, persepsi, serta perhatian masyarakat tentang vaksinasi COVID-19. Survei tersebut melibatkan 115.000 orang yang tersebar di 34 Provinsi, yang mencakup 508 kabupaten/ kota atau dari seluruh kabupaten/ kota. Walaupun secara mayoritas responden menerima vaksinasi Covid-19, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa masih ada sebagian masyarakat kita yang masih ragu atau bahkan menolaknya.
Masalah antara lain disebabkan karena latar belakang masyarakat yang merespon survei tersebut berbeda-beda terkait status pendidikan, status ekonomi, keyakinan agama, serta wilayah tempat tinggalnya. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Karena problem utama dari pandemi covid-19 bukan hanya virusnya, tetapi rumor atau informasi yang diterima masyarakat terkadang keliru. (Tedros Adhanom, Dirjen WHO).
Setiap negara, masyarakatnya mempunyai tingkat kepercayaan yang berbeda-beda kepada para pemimpinnya. Karena kepercayaan masyarakat tidak bisa datang secara instan, tapi hadir melalui proses panjang dan tentunya berdasar kinerja pemerintah yang bisa dipertanggungjawabkan serta bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas. Ada dua faktor yang berpengaruh dalam kepercayaan; faktor rasional dan relasional. Faktor rasional lebih bersifat strategis-kalkulatif, dengan kata lain seseorang dapat dipercaya karena memiliki jabatan profesional atau keahlian khusus. Sementara faktor relasional atau afektif/moralitas, merupakan kepercayaan relasional yang berakar seperti etika yang positif dan berbasis pada kebaikan seseorang, (Job, 2005 dan Putnam, dalam Tranter dan Skrbis, 2009). Sementara itu secara lebih luas, kepercayaan akan terbentuk melalui tiga faktor yaitu kemampuan, integritas dan kebaikan hati (Mayer, R.C. and Gavin, M.B. (2005)).
Pemerintah telah memutuskan memilih vaksin Sinovac dari China yang akan diberikan secara masif kepada masyarakat. Meskipun tingkat efektivitasnya masih diragukan, dan ada beberapa negara yang telah menolaknya seperti Brasil dan Kamboja, namun pemerintah tetap kekeh akan menggunakannya. Akibatnya banyak percakapan di media sosial maupun liputan media yang menunjukan ketidakpercayaan publik atas upaya pemerintah dalam menjalankan program vaksinasi massal. Bahkan tenaga kesehatan pun merasa kuatir untuk divaksinasi dengan produk Sinovac.
Secara tegas organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) meminta pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian terkait vaksin Sinovac tersebut kepada nakes yang akan divaksin. Sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat menolak vaksinasi menggunakan Sinovac, walaupun kemudian diralat. Hal ini tidak menutupi masih adanya keraguan atas vaksin Sinovac. Meskipun tujuan pemerintah sangat baik dengan mendahulukan mereka yang berada di garda terdepan dalam perang melawan Covid-19, yaitu para tenaga kesehatan, TNI-Polri dan aparat sipil Negara (ASN) yang bekerja sebagai pelayan masyarakat, namun ditengah ketidakpercayaan masyarakat, pemerintah harus segera mengambil tindakan agar keraguan publik terhadap vaksin Sinovac tidak menjadi gerakan penolakan yang lebih masif.
Berbeda dengan apa yang terjadi di Inggris, AS maupun Singapura. Di Inggris, PM Boris Johnson bukanlah orang pertama yang mendapatkan vaksin, dia di urutan ke delapan. Yang mendapat prioritas justru mereka yang usia lanjut, 80 tahun ke atas, tenaga kesehatan, staf perawat kesehatan, serta warga kelompok risiko tinggi. Begitu pula di AS, Presiden Donald Trump, bukanlah orang pertama yang menerima vaksinasi tetapi diperuntukan mereka yang berumur 16 tahun ke atas; para dokter, perawat, dan profesional medis yang berada di garda depan, serta penghuni dan para staf panti jompo mendapat prioritas. Sedangkan di Singapura, PM Lee Hsien Loong menjadi orang pertama yang akan divaksin. Yang ingin dipertegas di sini adalah, ketiga negara tersebut menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech, yang memang sudah mendapat lampu hijau untuk digunakan kepada masyarakat dunia. Berbeda dengan vaksin Sinovac, yang efektivitasnya masih menjadi perdebatan.
Presiden Joko Widodo siap menjadi orang pertama yang akan melakukan vaksinasi dengan produk Sinovac (Kompas TV, 16/12/2020), dan diharapkan Presiden juga memerintahkan kepada para pembantunya (Menteri) serta tokoh masyarakat untuk melakukan vaksinasi, serta disiarkan secara langsung melalui media, baik televisi maupun media online. Semoga tindakan itu mampu mengembalikan kepercayaan publik dan bisa meyakinkan masyarakat bahwa vaksin Sinovac sudah teruji secara klinis, aman, efektif serta dari sisi kehalalannya bisa dipertanggungjawabkan. Bila realisasinya ternyata berbeda dengan rencana yang telah diungkap ke publik, maka erosi kepercayaan akan semakin parah. [Mh]