ChanelMuslim.com- Indonesia memang unik. Termasuk dalam tingkah politik. Seperti sinetron umumnya di Indonesia yang penuh misteri di akhir cerita, karena dirancang untuk terus bersambung, drama cawapres pun punya lakon yang tak kalah beda: teka teki sulit cawapres di balik tirai koalisi.
Mungkin, ini hanya di Indonesia, sebuah drama penunjukkan cawapres yang membingungkan, melelahkan, bahkan memprihatinkan. Begitu banyak energi bangsa tersedot hanya untuk pertunjukan ini. Mulai dari waktu yang berbulan-bulan, seribu satu rapat yang alot, dan seterusnya.
Padahal, yang akan bertanding itu capresnya. Yang menjadi pusat perhatian publik pun juga di capresnya. Bukan cawapresnya. Kenapa prosesnya menjadi begitu jelimet dan merepotkan?
Para pengamat dan praktisi perpolitikan di Indonesia menilai, semua ini akibat dari undang-undang pemilu serentak yang tergolong baru di negeri ini. Di mana, selain pemilu pilpres dan pileg digabung menjadi satu waktu, syaratnya juga tergolong berat. Capres dan cawapres harus diusung minimal 20 persen kursi legislatif parpol pengusung.
Masalahnya, tidak satu pun parpol di pemilu lalu yang dapat 20 persen. Dengan kata lain, parpol harus bergabung supaya bisa mencapres dan mencawapreskan calonnya.
Selain itu, ada analisis lain. Yaitu, apa yang disebut sebagai coattail effect, efek bahwa parpol yang mencalonkan capres cawapresnya akan mendapat limpahan suara dari yang dicalonkan itu.
Contoh, PDIP yang mencalonkan Jokowi atau Gerindra yang mencalonkan Prabowo dengan efek ini diperkirakan akan mendapat limpahan suara dari capres cawapresnya ke perolehan suara parpol. Jadi, tidak heran jika dulu parpol kurang begitu perhatian dengan cawapres, kali ini justru menjadi incaran.
Menariknya, baik kubu Jokowi maupun Prabowo, cawapresnya bukan dari partai koalisi pengusungnya. Melainkan, dari kalangan independen atau kader yang diindependenkan seperti kasus Sandiaga Uno.
Hal tersebut mungkin dimaksudkan agar tidak ada kecemburuan dari masing-masing parpol pengusung yang terdiri dari lebih dua partai.
Tebak Manggis Cawapres Ulama
Selain drama pencawapresan yang alot dan menjadi rebutan, sosok cawapres pun di era pemilu 2019 ini menjadi begitu menarik. Dan sorotannya ke arah sosok ulama.
Kenapa ulama? Inilah pertarungan politik identitas yang dimainkan dua kubu. Di mana, baik kubu Jokowi maupun Prabowo ingin menunjukkan bahwa mereka searah dengan aspirasi umat Islam, dan ulama merupakan simbol yang utuh tentang sosok ajaran Islam yang hidup.
Jadi, kalau sebelumnya diisukan kubu Prabowo akan mengusung ulama seperti Habib Salim atau Ustaz Abdul Somad, maka kubu Jokowi tidak mau kalah. Mereka seperti berusaha mencari sosok ulama lain yang bisa mengalahkan lawannya.
Di pertarungan inilah, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Kiyai Ma’ruf Amin akhirnya menjadi pilihan kubu Jokowi yang selama ini mungkin merasa diisukan sebagai kubu anti Islam. Dengan pilihan cawapres ini, kubu Jokowi ingin membuktikan bahwa isu yang memang sangat efektif itu bisa terbantah dengan sendirinya.
Menariknya, justru terjadi di pihak Prabowo. Kalau kubu Prabowo yang mungkin tidak menyangka atau sengaja ingin dikecohkan dengan pilihan cawapres Mahfud MD, justru keputusannya jatuh ke bukan ulama. Melainkan, ke ekonom, Sandiaga Uno.
Soal siapa yang menang dalam pertarungan intip-intip calon wapresnya ini, ada hikmah dari ketidaksamaan cawapres ulama di dua kubu. Yaitu, berkurangnya kesan “adu kuat ulama” di dua kubu.
Indonesia memang unik. Unik di semua hal, termasuk di area serius pemilihan calon pemimpin bangsa, yang akhirnya mirip drama sinetron malam Jumat, ‘Misteri Cawapres di Tirai Koalisi’. (mh)