ChanelMuslim.com- Pasca dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 56 tahun 2016 tentang haramnya umat Islam mengenakan atribut non muslim, sejumlah langkah positif dilakukan para pejabat,
Di antaranya seperti yang dilakukan Kapolres Bekasi Kota, Kombes Umar Surya Fana. Polres Bekasi Kota mengeluarkan himbauan kepada pimpinan perusahaan untuk tidak mewajibkan karyawannya yang beragama Islam mengenakan atribut Natal. Surat ini tertanggal 15 Desember 2016.
Umar menjelaskan, surat himbauan ini sebagai upaya preventif Polres Metro Bekasi Kota untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayahnya. Sekaligus, untuk mencegah terjadinya konflik suku, agama, ras, dan adat (SARA).
Hal yang sama juga dilakukan sejumlah kepala daerah. Seperti yang dilakukan Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Kang Emil, sapaan akrab walikota Bandung ini, mengeluarkan surat himbauan kepada para pengusaha di wilayahnya untuk tidak memaksakan karyawannya mengenakan atribut natal.
Ketegasan Ridwan Kamil disambut baik Wakil Ketua Komite III DPD RI yang membidangi masalah keagamaan, Fahira Idris. Fahira mengharapkan agar para kepala daerah lain juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan walikota Bandung ini.
Menurut Fahira dalam siaran persnya tanggal 16/12, makna hakiki toleransi itu mengendalikan diri untuk tidak memaksakan kehendak. Jadi, sudah sewajarnya jika perusahaan menyediakan ruang untuk saling menghormati keyakinan masing-masing, dan bukan memaksakan tradisi agama yang dianutnya kepada yang berlainan agama.
Fahira juga membuka saluran pengaduan tentang hal ini melalui surel pribadinya ([email protected]) dan akun twitter (Twitter @fahiraidris) bagi siapa saja yang terancam keyakinan maupun hak-haknya karena dipaksa mengenakan atribut natal di tempat dirinya berkerja.
“Selama buktinya lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan, saya sendiri yang akan menindaklanjuti. Kalau perlu, saya sendiri yang datang langsung untuk berdialog dengan manajemennya. Mungkin pemahaman toleransi mereka perlu diluruskan. Kalau sudah ada pemaksaan, tidak hanya sudah melanggar Pancasila, tetapi juga sudah menginjak hak asasi,” ucap Fahira. (Mh/Republika.co.id)