ChanelMuslim.com- Cerita tentang Benyamin Suaeb seperti tak ada habisnya. Sosok pemuda Betawi yang polos dan lucu tapi religius ini seperti menjadi ikon warga betawi untuk tiga generasi. Melalui penampilan pemuda Kemayoran inilah bahasa betawi menjadi akrab di telinga masyarakat seluruh Indonesia.
Berikut ini kisah perjalanan seniman yang juga putera bungsu Pak Suaeb seperti ditulis betawikita.id.
Perasaan Ellya Khadam tak enak. Di Lampung, kala tengah memenuhi kontrak sebagai penyanyi, ia tak bisa tidur. Seolah-olah ada sesuatu yang ganjil dan mengganjal hatinya. Namun ia tak bisa menjawabnya.
Ia ingat beberapa saat sebelum berangkat ke Lampung, saat syuting Mat Beken, Benyamin berkeluh-kesah.
“Gue capek, El. Gue pengin makan sayur asem buatan lu.”
Ellya menyanggupinya. Namun belum juga janji itu tertunaikan, Benyamin dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa. Benyamin meninggal setelah terkena serangan jantung kala bermain sepak bola, 5 September 1995. Ellya menangis karena tak bisa mengantarkan sohib kentalnya itu ke pembaringan terakhir. Kontrak yang sudah ditandatanginya menghalangi ia terbang pulang ke Jakarta.
Lahir di Kemayoran
Benyamin lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939. Bapaknya Suaeb, asal Purwerejo, dan ibunya, Siti Aisyah, anak Haji Ung–seorang tuan tanah sekaligus jawara yang cukup dihormati di Kemayoran. Benyamin bungsu dari sembilan bersaudara. Ia lahir tatkala Suaeb di Belitung. Tak lama bapaknya meninggal lantaran penyakit tumor. Benyamin pun menjadi yatim. Ia mengalami sendiri susahnya hidup di zaman perang, apalagi tak lama Jepang datang. Siti Aisyah pun sungsang sumbel (susah payah) menafkahi anak-anaknya itu. Mulai dari berjualan hingga mencuci baju dikerjakan Aisyah. Kelak perjuangan ibunya ini mempengaruhi pola pikir Benyamin begitu dalam.
Salah satu yang paling menonjol dari Benyamin sejak kecil adalah ia suka melucu. Sewaktu ia masih kecil, tetangganya mengiming-imingi uang agar Benyamin mau bernyanyi. Agak besar sedikit, ia menjadi pemusik panggilan bersama teman-temannya. Mereka menyanyikan Lenggang Kangkung, Kicir-Kicir, dan Jali-Jali. Di sekolahnya di Taman Siswa, Benyamin membentuk grup lawak bersama Ateng dan Didin. Mereka melawak di pesta ulang tahun sekolah. Namun meski acara lawakan itu berakhir dengan pertengkaran antara Ateng dan Benyamin, penonton puas tertawa terbahak-bahak.
Menikah di Usia Muda
Benyamin menikah dengan Noni dalam usia begitu muda. Kala itu usianya 20 tahun, sementara Noni 19 tahun. Anak-anak mereka pun lahir susul-menyusul. Dari Noni Ben mendapatkan lima putra, Beib Habani, Bob Benito, Biem Triani, Beno Rahmat, dan Benny Pandawa. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Benyamin bekerja keras siang dan malam. Kalau paginya Benyamin bekerja di Perusahaan Negara Kriya Yasa, malamnya Benyamin bernyanyi di kafe-kafe. Ia bergabung dengan band kecil bernama Melody Boys. Sebagai musikus, Benyamin pernah bernyanyi bersama Jack Lesmana dan Bill Saragih di Hotel Des Indes—saat ini menjadi komplek pertokoan Duta Merlin.
Dunia hiburan memperkenalkan Benyamin kepada Bing Slamet. Ia menawarkan lagunya berjudul “Nonton Bioskop” kepada penyanyi tenar itu. Gayung bersambut. Bing Slamet cocok dengan lagu itu. Respons pendengar terhadap lagu itu juga lumayan bagus. Dalam satu kesempatan Benyamin pernah mengatakan peran Bing Slamet dalam kariernya sangat besar. Ia menganggap Bing Slamet sebagai gurunya. Bahkan, Benyamin meminta dikuburkan di samping pusara Bing Slamet.
Merintis Popularitas
Mulanya Benyamin bukanlah penyanyi lagu-lagu Betawi. Ia lebih sering membawakan lagu-lagu Barat dan beberapa kali lagu ciptaan Rachman A, rekannya di Melody Boys. Mereka dikontrak Kodam Jaya untuk menghibur para prajurit. Namun pada sekitar 1963, Bung Karno mengeluarkan larangan terhadap lagu-lagu Barat yang menurutnya “musik ngak-ngik-ngok”. Ben tak hilang akal. Nalurinya yang lentur sebagai anak Betawi mengiring dia banting setir menyanyikan lagu-lagu Betawi. Ruhnya ia ambil dari gambang kromong, sebuah akar tradisi yang juga ada dalam keluarga Benyamin. Pilihan Benyamin rupanya tepat. Popularitasnya meroket cepat. Tahun 1970, Benyamin merilis album berjudul Si Jampang. Dalam sampulnya, Benyamin memakai baju pangsi dan bergaya seolah memperagakan silat (main pukulan khas Betawi).
Bagaimana Benyamin mendapatkan inspirasi menggunakan irama gambang kromong dalam musik-musiknya? Barangkali itu karena pengalaman dan persentuhan Benyamin dengan beragam jenis musik sangat melimpah. JJ Rizal menyatakan Benyamin lahir di Kemayoran dalam situasi dan tahun yang begitu dinamis. Masa itu Kemayoran bukan saja ramai oleh aktivitas seniman gambang kromong, wayang kulit, der muluk, atau tonil yang menjadi nenek moyang lenong dines dan lain-lain. Kemayoran juga telah menjadi kancah seniman-seniman yang disponsori oleh orang Belanda, indo, dan pribumi dalam memodernkan musik keroncong asal Tugu dengan irama musik jazz band yang melahirkan genre popular keroncong kemayoran. Selain itu, Ben secara autodidak belajar musik rock dan blues. Pergaulannya dari panggung ke panggung kelab-kelab malam tahun 1950-an, seperti Sindang Laut, Wisma Nusantara, dan Hotel des Indes memperkaya pengalaman Benyamin dengan sentuhan musik cha-cha, calypso, hingga jazz.
Pernah orang mengatakan musik Benyamin bila didengarkan seperti orang marah-marah, tapi ternyata ada nadanya. Dan enak pula didengarkan. Itu karena Benyamin sesungguhnya adalah seorang jenius. Saat larangan menyanyikan lagu Barat tergulung bersama Orde Baru Soeharto, ia tak lantas kehilangan penggemar. Lagu-lagu ciptaan Benyamin menyeruak tidak hanya di kalangan bawah, tetapi juga kalangan atas. Lirik-liriknya yang jujur sekaligus jenaka merupakan cerminan diri orang Betawi. Begitulah Betawi maujud dalam diri Benyamin Suaeb. Coba simak lirik “Tukang Kredit” yang dinyanyikannya bersama Ida Royani dan muncul pertama kali dalam film Musuh Bebuyutan (1974). Lagu itu bercerita mengenai keseharian masyarakat di kampung yang suka berutang tapi susah ditagih.
“Kridit, kridit, kridit. Kridit barang, pok, eh pecah belah Pok, ayo pilih aje. Piring gelas panci teko en termosnya”
Di sinilah Benyamin menunjukkan sifat kultural orang Betawi yang luwes. Ia membawa unsur-musik Barat pada tradisi musik Betawi, terutama gambang kromong dan sebaliknya. Gesekan teh yan melengking berpadu dengan unsur-unsur musik yang lain yang nge-beat. Duet-duetnya dengan Ida Royani membuat publik tergetar. Lirik-liriknya yang “kampungan” begitu segar dengan penampilannya yang bersemangat saat membawakan musiknya sendiri.
JJ Rizal menyatakan sambutan di tingkat massa yang hebat ini bukan sekadar karena lagu-lagunya dapat memuaskan kebutuhan ideologis masa itu dengan sifatnya yang merakyat dan menawarkan alternatif untuk musik Barat. Tetapi juga lantaran Benyamin dengan segala bakat dan kekayaan penguasaannya atas berbagai aliran musik modern dan tradisional Betawi telah benar-benar hadir dengan wujud yang tersendiri dan istimewa.
Main Film dan Pengaruhnya
Selain sebagai pelawak dan penyanyi, Benyamin kemudian merambah ke dalam dunia film. Banyak bermain dalam film-film komedi, Benyamin mulanya diragukan kemampuannya sebagai aktor. Kiprah pertama Benyamin dalam dunia film bermula di film Honey, Money, and Jakarta Fair karya Misbach Yusa Biran, sutradara kondang sekaligus pendiri Sinematek Indonesia.
SM Ardan yang pernah menjadi asisten sutradara Nawi Ismail dalam beberapa film Benyamin, termasuk Ratu Amplop (1974), menyatakan Benyamin adalah aktor yang luar biasa. Benyamin tak perlu dibikinkan skrip. Cukup hanya diarahkan, Benyamin langsung bisa berakting dan menyesuaikan sendiri dengan pemain lainnya. Hal ini sesungguhnya tidak luar biasa bila mengingat latar belakang Benyamin dan tradisi lenong Betawi. Dalam lenong memang tidak ada skenario. Para pemain hanya diberitahu akan memainkan lakon tertentu, kemudian mereka langsung bersahut-sahutan dengan peran masing-masing. Kadang-kadang memang melenceng, tapi belum tentu menjadi buruk, bahkan justru bisa jadi lebih baik.
Kepiawaian Benyamin sebagai aktor teruji di film Intan Berduri (1972). Benyamin beradu akting dengan Rima Melati dalam film yang disutradarai oleh Turino Djunaidy. Dalam film ini Benyamin memerankan orang kecil yang tiba-tiba menjadi kaya lantaran menemukan intan dalam bubu mereka. Benyamin diganjar Piala Citra tahun 1973 sebagai pemeran utama pria terbaik atas perannya dalam film ini. Banyak orang terkaget-kaget lantaran Benyamin sebelumnya hanya dipandang sebelah mata di dunia peran.
Benyamin semakin mengkilap setelah diarahkan sutradara Sjuman Djaya dalam film Si Doel Anak Modern (1976). Dalam film yang mengkritik tingkah laku orang yang dianggap modern—seperti kawin dengan teman anak sendiri, minum bir dan ajojing—Benyamin berakting maksimal. Ia seperti ingin meruntuhkan anggapan miring orang tentang dirinya. Dan itu terbukti dengan diraihnya Piala Citra untuk Benyamin yang kedua pada 1977. Keaktoran Benyamin terbukti. Ia mampu berakting serius serta, seperti diungkapkan Putu Wijaya, cerdas. Benyamin melontarkan candaan seperti seolah-olah tidak berpikir, padahal itu dipikirkannya masak-masak terlebih dahulu.
Pengaruh Benyamin di dunia film sesungguhnya juga sangat besar. Benyamin mempopulerkan penggunaan bahasa Betawi hingga merasuk ke semua kelas sosial. Lihatlah dalam Si Doel Anak Modern tokoh yang diperankan Ahmad Albar menggunakan kata-kata yang berasal dari bahasa Betawi, seperti “kagak, lu, atau gue”. Benyamin membuat bahasa Betawi diterima menjadi lingua franca oleh masyarakat Indonesia. Bens Radio dan Si Doel Anak Sekolahan. (Mh)
Sumber: http://www.betawikita.id/pages/SB%201.html