PERANG dunia ketiga diprediksi banyak pihak akan terjadi di tahun ini. Selain dua poros yang sama kuat sudah saling berhadapan, momennya pun kian nyata.
Satu dekade terakhir ini, kekuatan dunia terpecah dalam dua poros besar. Poros pertama terdiri dari AS, Eropa, Jepang, Korsel, Australia, dan lainnya. Poros kedua terdiri dari Rusia, Cina, Iran, Korea Utara, Turki, dan lainnya.
Perseteruan Kian Memanas
Entah direkayasa atau tidak, dua poros itu kini menunjukkan tanda-tanda yang kian memanas. Misalnya, Rusia yang di tengah pembicaraan damai dengan AS tentang Perdamaian Ukraina, justru meningkatkan serangan.
Begitu pun dengan Cina dan AS. Awalnya, keduanya berseteru dalam ‘perang dagang’ kini mulai menjurus ke perang persenjataan. AS dikabarkan sudah mengirim kapal-kapal induk di perairan Cina Selatan. Cina pun dikabarkan sudah ‘nitip’ serangan melalui Houthi di Yaman.
Terakhir, Cina menunjukkan pada dunia dalam uji coba bom hidrogen di Laut Cina Selatan beberapa hari lalu. Uji coba itu menunjukkan bahwa Cina mampu mengelola bom hidrogen sedemikian canggihnya.
Selain dengan Cina dan Rusia, AS juga tengah saling ancam dengan Iran. Trump mengabarkan bahwa pihaknya sedang ada pembicaraan damai tentang nuklir dengan Iran. Tapi di lain pihak, Iran mengabarkan bahwa AS sedang mengancam-ancam pihaknya tentang nuklir yang dimiliki Iran.
Belum lagi dengan Korsel dan Korut yang dikabarkan sudah ‘kopi darat’. Sejumlah insiden kerap terjadi di perbatasan kedua negara.
India dan Pakistan
Ada hal menarik yang terjadi akhir-akhir ini di perbatasan Kashmir India dan Kashmir Pakistan. Saling tembak dua negara dikabarkan sudah terjadi menyusul peristiwa teror yang dialami wisatawan Hindu di Kashmir India oleh gerilyawan Kashmir Pakistan.
Sebenarnya, konflik di kawasan ini sudah lama berlangsung. Tapi, kenapa tiba-tiba memanas tak terkendali seperti saat ini? Pihak India dikabarkan sudah mengusir warga Pakistan yang masih tinggal di India dalam waktu 2 kali 24 jam.
Ada apa? Kenapa tidak menempuh jalur damai?
Situasi memanas ini terjadi setelah kunjungan Wapres AS: JD Vance ke India beberapa hari lalu, sebelum saling tuduh dua pihak itu.
Kunjungan pihak AS ke India bisa dibilang sangat strategis setelah Trump gagal membujuk Cina rujuk kembali. India merupakan kekuatan besar yang belum jelas posisinya di dua poros tadi.
Tidak tertutup kemungkinan inilah cara AS untuk memecah fokus poros lawannya dengan menciptakan pertempuran besar di lokasi yang tak jauh dengan Cina. Hal ini karena Cina pun mengalami ketegangan perbatasan dengan India.
Masalahnya, India dan Pakistan bukan dua kekuatan militer biasa. Keduanya dikabarkan sudah memiliki senjata nuklir yang suatu saat bisa tak terkendali.
Siapa Miliki Asia Tenggara
Posisi Asia Tenggara tidak bisa dianggap remeh dalam percaturan pemetaan kekuatan militer. Lokasinya begitu strategis yang menjembatani antara kawasan Laut Cina Selatan dengan Australia yang pro AS.
Di kawasan ini, setidaknya ada negara-negara yang sudah jelas posisinya. Antara lain, Philipina yang pro AS karena di situ ada pangkalan militer AS. Tapi di sisi lain Malaysia, Myanmar, dan Vietnam sepertinya akan merapat ke Cina.
Pertanyaannya, kemana arah Indonesia?
Indonesia memang menganut politik non blok atau tidak masuk dalam blok mana pun. Tapi di situasi yang beradu dua poros besar itu, rasanya istilah non blok menjadi kurang relevan. Persis seperti pelanduk yang mati di antara dua gajah yang saling berkelahi.
Kunjungan wakil PM Rusia ke Jakarta beberapa hari lalu juga mengindikasikan arah itu. Dikabarkan, kunjungan itu membahas permintaan Rusia untuk membangun basis militer di wilayah Papua. Boleh jadi, langkah ini sebagai perimbangan dengan basis AS di Darwin, Australia.
Memang belum jelas apa jawaban Indonesia tentang permintaan ‘kerja sama’ ini. Tapi setelah kunjungan itu, Menhan dan Menlu dikabarkan berkunjung ke Cina untuk membahas kerja sama keamanan dua negara.
Apa ini bentuk jawaban tentang kemana arah Indonesia? Sepertinya AS masih mencermati indikasi itu. Dan jawaban AS tentang negosiasi tarif Indonesia dan AS sepertinya juga memiliki muatan kecurigaan AS terhadap Indonesia. Karena tarifnya bukan turun, justru menjadi naik.
Masalahnya adalah Indonesia sudah lama terbuai dengan situasi ‘damai’. Kini ketika dunia dihadapkan dengan keadaan genting, Indonesia bisa dibilang negara yang paling tidak siap. Setidaknya, tidak imbang antara bobot dan kekuatannya. Bobotnya besar tapi kekuatannya minim.
Jadi, apakah perang dunia ketiga akan terjadi tahun ini? Yang jelas, negara-negara Eropa sudah meminta warganya untuk menyiapkan makanan sebagai bekal tujuh hari masa darurat. Mereka pun sudah meratifikasi undang-undang wajib militer untuk warganya.
Semoga saja apa yang diprediksi banyak pihak itu tidak terjadi. Karena kita memang benar-benar tidak siap. [Mh]