ChanelMuslim.com – Konflik di Timur Tengah memang seolah tak ada habisnya. Namun, suasana cukup kontras terlihat di negara yang berbatasan langsung dengan tiga negara yang memiliki ‘konflik berdarah’ itu, Yordania. Di tengah ‘memanasnya’ kondisi di Timur Tengah, Yordania bisa dibilang cukup stabil dan aman.
Baru pada Desember lalu, tepatnya 18 Desember 2016, negara kerajaan itu diserang kelompok bersenjata yang menewaskan 10 orang di lokasi wisata Kastil Karak. Pelakunya diduga merupakan simpatisan ISIS.
Serangan penembakan di lokasi wisata yang menewaskan seorang wisatawan Kanada mau tak mau mencoreng wajah industri pariwisata Yordania. Padahal ‘The Hashemite Kingdom of Jordan’ itu sedang mendongkrak pariwisatanya yang dalam 10 tahun ke belakang mendapatkan rapor merah karena konflik di Timur Tengah.
Mereka tengah mempromosikan pariwisata negaranya yang boleh dibilang menyumbang cukup banyak pemasukan untuk Yordania. Marketing Manager Jordan Tourism Board Ahmad Al Hmoud saat ditemui CNNIndonesia.com ketika berkunjung ke Yordania pada November lalu mengatakan pemasukan negaranya dari pariwisata berada di kisaran 14 persen.
Tak heran karena memang potensi pariwisata di Yordania pun cukup besar. Negara berpenduduk kurang lebih 9 juta orang itu mempunyai salah satu keajaiban dunia, yaitu Petra dengan segala kemegahannya dan Laut Mati dengan keunikan kandungan garamnya yang sangat tinggi dan lokasinya yang berada di titik terendah di bumi.
Namun, semua itu belum cukup membuat pariwisata Yordania laris manis. Konflik regional menjadi biang keladinya. Menyebabkan isu keamanan di negara pimpinan King Abdullah II itu diragukan banyak orang.
Sejak tahun 1990-an pariwisata Yordania mulai terpuruk akibat konflik yang terjadi di Irak. Kala itu Irak terlibat Perang Teluk dengan Kuwait.
Pada masa itu, pemimpin Irak yang terkenal dengan kekejamannya, Saddam Hussein, berambisi menguasai ladang minyak di Kuwait.
Berbatasan langsung dengan negara yang tengah berperang, membuat orang-orang ragu dengan keamanan Yordania. Akhirnya jumlah kunjungan pun sedikit demi sedikit mulai menurun. Bahkan kunjungan ke Petra sempat nol persen selama beberapa bulan, sehingga menyebabkan hotel maupun bisnis wisata di sekitarnya tutup.
Kondisi mulai membaik pada 1994. Perlahan pariwisata Yordania kembali menggeliat. Wisatawan mancanegara mulai berdatangan lagi.
Seorang pelaku pariwisata yang juga pernah bekerja untuk Jordan Tourism Board Ramzi Nawafleh mengatakan, tahun 2007-2010 diklaim menjadi tahun keemasan untuk pariwisata Yordania. Kala itu kunjungan orang ke Petra, kawasan wisata terpopuler di Yordania, mencapai ribuan orang per hari.
Tapi lagi-lagi masa jaya pariwisata Yordania dirusak kembali oleh konflik. Pada 2011 muncul Revolusi Mesir. Di beberapa kota di Mesir terjadi demonstrasi besar-besaran. Ratusan ribu massa menuntut Presiden Husni Mubarok yang berkuasa selama 30 tahun untuk mundur.
Kala itu, pariwisata Yordania masih sangat mengandalkan Mesir sebagai ‘pintu masuk’. Ramzi mengatakan ‘pintu masuk’ dari Mesir menyumbang 15 sampai 18 persen turis yang datang ke Yordania tiap tahunnya.
“Sejak Mesir mengalami revolusi, angka tersebut merosot jauh. Bahkan hampir menyentuh angka nol persen,” kata Ramzi.
Tak hanya itu, geliat pariwisata Yordania semakin terbatas ketika konflik antara Palestina dan Israel muncul. Invansi Israel ke Palestina membuat Timur Tengah kian memanas.
Lima tahun ke belakang, giliran ISIS yang menambah keruh keadaan bagi Yordania. Persebaran ISIS di Irak dan Suriah memunculkan perang di mana-mana. Semakin lama, semakin parah. Warga sipil menjadi korban. Teror terjadi di mana-mana.
Pertanyaan soal keamanan Yordania pun menyeruak. Kebanyakan orang menolak untuk datang karena takut terkena serangan bom atau bahkan penembakan seperti yang sempat terjadi di Kastil Karak.[af/cnn]