SEKJEN MUI Pusat, Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A, menegaskan bahwa penyimpangan seksual haram dan pelaku harus dihukum berat.
Dalam kegiatan Focus Group Discussion “Perlindungan Keluarga dari Ancaman Gerakan Global Penyimpangan Seksual”, Amirsyah menyampaikan bahwa MUI sebagai lembaga dan organisasi kemasyarakatan telah secara tegas mengeluarkan Fatwa no. 57 tahun 2014, tentang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender.
“”MUI menyampaikan bahwa homoseksual adalah perbuatan fahisyah/keji dan haram dilakukan, serta pelakunya harus dikenakan hukuman ta’zir oleh pihak berwenang, untuk efek jera, demi menyelamatkan peradaban bangsa,”jelas Amirsyah Tambunan dalam kegiatan yang diselenggarakan Koalisi Nasional Perlindungan Keluarga Indonesia (KNPK Indonesia) bekerja sama dengan Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI).
FGD ini merupakan rangkaian HUT ke-3 KNPK Indonesia sekaligus memperingati Hari Ibu, yang terselenggara pada hari Kamis, 14 Desember 2023 di GSG Komplek DPR Kalibata, Jakarta.
baca juga: FPKS DPR Dukung Penyusunan RUU Anti Penyimpangan Perilaku Seksual
MUI Tegaskan Penyimpangan Seksual Haram dan Harus Dihukum Berat
Selain itu, ada 10 poin rekomendasi yang dihasilkan KNPK dalam FGD tersebut. Ketua KNPK Indonesia Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si menuntut PBB dan Organisasi-Organisasi Internasional agar berhenti mempromosikan dan mengadvokasi isu global dan nilai-nilai yang tidak universal, terutama terkait penyimpangan seksual.
“Oleh karena itu PBB dan INGO hendaknya menghargai sikap negara-negara yang menolak gerakan global penyimpangan seksual sebagai bentuk ‘margin of appreciation’ dan penghormatan terhadap kedaulatan negara tersebut,” kata Euis.
Selanjutnya, KNPK Indonesia juga meminta Pemerintah dan Lembaga Legislatif untuk menerbitkan produk perundangan yang melindungi individu, keluarga dan masyarakat dari keterpaparan ancaman gerakan global penyimpangan seksual.
“Jika belum ada produk perundangan yang memadai, mendorong dan atau mendukung masyarakat untuk melakukan judicial review terhadap KUHP pasal 414,” lanjut Euis.
Prof. Euis juga mendesak Pemerintah dan Penegak Hukum untuk melarang promosi dan aksi gerakan global penyimpangan seksual di tengah masyarakat dalam berbagai bentuknya.
“Mendesak Pemerintah serta mendorong Swasta dan Masyarakat untuk melakukan pencegahan dan upaya-upaya rehabilitasi penyimpangan seksual,” tambahnya.
KNPK Indonesia juga mendesak Pemerintah untuk mengendalikan media sosial dan melakukan sensor terhadap produk-produk hiburan yang bermuatan promosi dan sosialisasi penyimpangan seksual.
“Kami mendorong lembaga pendidikan serta tokoh-tokohnya untuk menghadirkan kurikulum pendidikan seksual yang sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia serta menolak kurikulum yang tidak sesuai dengan nikai-nilai Pancasila,” kata Prof. Euis.
KNPK Indonesia juga mendorong keluarga Indonesia untuk meningkatkan ketahanannya dengan menjalankan peran, fungsi dan tugasnya dengan baik.
“Mengokohkan masyarakat Indonesia, untuk menjadi komponen bangsa yang memiliki kekuatan kontrol diri melalui proses pensucian jiwa,” kata Euis.
Prof. Euis juga merekomendasikan untuk mendorong sektor bisnis memiliki dan atau mengimplementasikan Kebijakan dan program perlindungan keluarga dari ancaman gerakan global penyimpangan seksual.
“Hal ini dapat mencakup peningkatan pengawasan terhadap konten yang dihasilkan atau disebarkan oleh perusahaan, serta memberikan edukasi kepada karyawan mengenai dampak negatif dari penyimpangan seksual,” lanjutnya.
Rekomendasi terakhir, KNPK Indonesia mendorong dan memperkuat kerja sama antara lembaga pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam membentuk forum diskusi, pelatihan, menyediakan layanan penanganan dan pemulihan terkait penyimpangan seksual, dan kampanye edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai bahaya gerakan global penyimpangan seksual.
Keynote speaker dalam kegiatan FGD ini adalah Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si selaku Ketua KNPK Indonesia.
Pada sesi 1, narasumber pertama, Rita Soebagio, M.Si. membawakan topik mengenai “Kronologi Gerakan Global Penyimpangan Seksual dan Tantangan Sosialisasi Kurikulum Pendidikan Seksual Komprehensif (CSE)”.
Narasumber kedua, Bunda Neng Djubaedah, S.H., M.H., Ph.D., membawakan topik mengenai “Menghadirkan Produk Perundangan yang Melindungi Rakyat dari Ancaman Gerakan Penyimpangan Seksual Global.”
Adapun moderator pada sesi 1, Nurul Hidayati, S.S., MBA.
Pada sesi 2, menjadi narasumber pertama, Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A., selaku Sekjen MUI Pusat, membawakan topik mengenai “Peran Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan untuk pencegahan penyebaran penyimpangan seksual.”
Narasumber kedua, Muhammad Iqbal, Ph.D., membawakan topik mengenai “Peran Pemerintah, Masyarakat, Swasta, dan Keluarga, dalam upaya Pencegahan dan Rehabilitasi Penyimpangan Seksual.”
Narasumber ketiga, K.H. Fahmi Salim, M.A. yang membawakan topik “Proses tazkiyatunnafs dalam meningkatkan kontrol diri, menguatkan individu dari ancaman penyimpangan seksual.” Sebagai moderator sesi 2, Dr. Wido Supraha, M,Si.
Kegiatan FGD ini dihadiri pimpinan, pengurus, anggota KNPK Indonesia serta BMIWI juga sejumlah tokoh dan praktisi keluarga, organisasi yang concern terhadap percepatan pembangunan ketahanan keluarga Indonesia, sejumlah kurang lebih 200 orang.
KNPK Indonesia adalah wadah musyawarah yang bersifat independen, yang dibentuk dalam rangka mempercepat pembangunan, koordinasi strategi dan program Ketahanan Keluarga secara nasional, sedangkan BMIWI adalah Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia yang merupakan organisasi federasi beranggotakan 35 ormas perempuan tingkat nasional.[ind]