ChanelMuslim.com- Pihak Komisi Fatwa MUI yaitu KH. Miftahul Huda selaku Sekretaris Komisi Fatwa menyampaikan standar produk obat-obatan dan vaksin Covid-19 dalam proses produksinya dalam webinar yang diadakan oleh Halal Corner dengan tema “Vaksin Haram, Daruratkah?” pada Ahad, (05/12/2021).
Karena hal ini membuat dillema bagi umat muslim dalam menentukan pilihan apalagi ditambah dengan ketetapan dari pemerintah bahwa masyarakat hanya boleh menggunakan fasilitas umum jika sudah dilakukan Vaksinasi Covid-19 secara lengkap.
“Yang perlu diperhatikan adalah tidak (intifa’) dengan Babi dan turunannya. tidak menggunakan bahan najis, tidak menggunakan bahan dari tubuh manusia, tidak membahayakan, dan tidak disalahgunakan,” ujar KH. Miftahul Huda.
Baca Juga : Saudi Batasi Izin Umrah Bagi yang Terima Dua Dosis Vaksin COVID-19
Mengetahui Vaksin Covid-19 dalam Proses Produksinya
Sinovac (Suci dan Halal)
KH. Miftahul Huda menjelaskan bahwa vaksin sinovac dalam proses produksinya tidak memanfaatkan (intifa’) babi bahan yang tercemar babi dan turunannya, dan tidak memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia (juz’minal insan).
Dalam prosesnya vaksin Sinovac bersentuhan dengan barang najis mutawassithah, sehingga dihukumi mutanajjis, tetapi sudah dilakukan pensucian yang telah memenuhi ketentuan pensucian secara syar’i (tathhir syar’i).
Dia menegaskan fasilitas produksi yang digunakan yang suci dan hanya digunakan untuk produks vaksin covid-19 dan peralatan dan pensucian dalam proses produksi vaksin di PT. Bio Farma (Persero) dipandang telah memenuhi ketentuan pensucian secara syar’i (tathhir syar’i).
Zifivaxtm (Suci dan Halal)
Vaksin Zidivaxtm tidak memanfaatkan (intifa’) babi atau bahan yang tercemar babi dan turunannya, tidak memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia (juz’ minal insan).
“Vaksin Zidivaxtm memanfaatkan sel ovarium hamster China, di mana hewan tersebut sudah ditetapkan fatwa kehalalan dan kebolehan pemanfaatan selnya untuk bahan obat dan vaksin. Menggunakan fasilitas produksi yang suci dan hanya digunakan untuk produk vaksin Covid-19,” kata alumni Program Pra Kuliah Syariah di LIPIA.
Sinopharm (Haram dan Boleh Digunakan)
Dia mengatakan dalam proses pembuatan vaksin ini terdapat penggunaan bahan turunan babi pada dua tahap yaitu: Tahap penyiapan Working Vero Cell sebagai inang virus digunakan trypsin (2158591) berasal dari perusahaan Gibco Germany dan France. Dari dokumen pendukung bahan, diperoleh informasi bahwa tripsin tersebut bersumber dari Porcine (babi).
Tahap produksi master virus seed (bibit virus) digunakan tripsin (1881101) dari Life Technology, USA. Dari dokumen pendukung bahan, diperoleh informasi bahwa tripsin tersebut bersumber dari Porcine (babi).
Baca Juga : Ribuan Warga Australia Demo Menolak Vaksinasi COVID-19
AstraZeneca, Sinopharm, & Pfizer (Haram dan boleh Digunakan)
KH. Miftahul Huda selaku Sekretaris Komisi Fatwa MUI menyatakan MUI menetapkan kebolehan penggunaan Vaksin Covid-19 produk AstraZeneca dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyyah);
b. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya (resiko fatal) jika tidak
segera dilakukan vaksinasi Covid-19;
c. Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19
guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity);
d. Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah; dan
e. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia.
Acara webinar yang diadakan pada tanggal 5 Desember 2021 ini diharapkan menjawab kebimbangan umat Muslim dalam memilih vaksin covid19. [wmh]