Sebuah survei terbaru menemukan bahwa mayoritas Muslim Australia merasa dikepung oleh undang-undang anti-teror di negara itu, menuduh UU tersebut tidak adil dan menargetkan agama minoritas.
“Ada risiko yang nyata bahwa tindakan ekstremis Islam menjadi bahan bakar untuk narasi kunci yang mereka gunakan untuk membenarkan tindakan mereka sehingga Muslim menjadi minoritas ditekan dan menjadi korban,” penulis laporan itu memperingatkan, The Guardian melaporkan pada hari Senin, 16 Maret kemarin.
Menurut survei sikap komunitas baru, dirilis oleh peneliti dari University of Queensland, sekitar 75% dari Muslim percaya bahwa UU anti-terorisme tidak adil dan menargetkan komunitas mereka, mempengaruhi kebebasan dan hak asasi manusia.
Di bawah undang-undang baru, yang akan didanai sebesar 630 juta dolar, wajah para wisatawan Australia akan discan sebelum terbang ke negara-negara lain.
Ini membuat marah umat Islam yang menggambarkan UU ini sebagai kebijakan yang menyedihkan dan akan memicu memburuknya hubungan antara agama minoritas dengan masyarakat Australia.
Orang yang disurvei sebanyak 800 Muslim dari berbagai latar belakang, profesi, jenis kelamin dan etnis termasuk Pakistan, Suriah, Indonesia, dan Afrika Selatan.
Survei ini menunjukkan peran penting yang dimainkan oleh tokoh masyarakat untuk memperbaiki citra Islam dan memerangi pandangan radikal yang dipromosikan oleh ISIS.
Hasil surevi juga menganjurkan agar polisi bisa mendapatkan kepercayaan masyarakat Muslim, selain mengajak keterlibatan dan kerjasama.
Dengan mayoritas mengatakan mereka merasa “dikepung”, hampir 50% dari Muslim Australia telah mengubah cara mereka berpakaian, menghindari masjid tertentu dan perjalanan diubah dalam upaya untuk menghindari pemeriksaan.[af/onislam]