ChanelMuslim.com—Sejak dua tahun lalu Pemerintah menggulirkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu implementasi programnya adalah asuransi kesehatan yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dalam perjalanannya selama dua tahun itu pula Sebab, meski sudah resmi berjalan selama dua tahun, pelaksanaan BPJS Kesehatan masih menghadapi banyak masalah.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mencatat adanya tiga masalah utamanya. Pertama, katanya, layanan kesehatan yang masih dirasakan oleh peserta BPJS belum optimal, baik pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan di rumah sakit rujukan.
“Banyak terjadi tumpukan pasien BPJS di klinik, bahkan antrian panjang pasien BPJS yang berobat di rumah sakit. Bahkan banyak yang terbengkalai dan tidak terlayani dengan baik,” ujar Jazuli.
Masalah kedua, kata Anggota Komisi I DPR, ini adalah soal kepesertaan terutama yang dibiayai oleh pemerintah (bebas iuran). Data peserta banyak yang tidak sesuai antarsektor seperti antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan Kementerian Sosial (Kemensos), sehingga berakibat terjadi kerancuan.
Jumlah peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar di seluruh Indonesia mencapai 157 juta orang atau sekitar 62 persen dari total penduduk yang berjumlah 250 juta. “Kerancuan dalam pendataan peserta yang akan berdampak pada masalah pengelolaan pelayanan dan dana,” katanya.
Dan masalah ketiga, lanjut Jazuli, adalah soal sistem pengelolaan (manajemen). Hingga Desember 2015 BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga Rp 6 triliun. “Kenapa bisa defisit? Ini yang kita pertanyakan karena pasti ada masalah dalam sistem pengelolaan yang harus dibenahi serius dan komprehensif oleh pemerintah,” tandasnya.
Menurut Direktur Utama BPJS Fachmi Idris, program BPJS yang baru berjalan selama dua tahun memang masih perlu penataan dan evaluasi. Program ini, katanya, harus tetap berjalan karena manfaatnya yang besar dan telah dirasakan oleh masyarakat. Ia menunjukkan bahwa pada tahun lalu tercatat ada 156 juta anggota BPJS, bertambah 23 juta dibandingkan tahun 2014 yang berjumlah Rp 133 juta.
“Namun, jika dilihat dari angka, 80 persen peserta BPJS Kesehatan berobat (rujukan) ke rumah sakit, sementara 20 persennya yang berobat ke klinik utama. Kondisi seperti ini yang membuat pembengkakan biaya pengobatan,” kata Fachmi saat menjadi narasumber dalam diskusi publik tentang BPJS Kesehatan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Masalah tersebut ditambah dengan mudahnya masyarakat mengajukan diri sebagai peserta meski dalam kondisi sakit yang kronis seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, dan stroke. Meski demikian, menurut Fachmi, BPJS tak bisa menolak warga untuk menjadi peserta.
Menteri Kesehatan RI Nila Farid Moeloek yang juga hadir diacara diskusi yang diselenggarakan Fraksi PKS, itu menyatakan bahwa program JKN menjadi concern Pemerintah karena jaminan kesehatan merupakan hak asasi sebagai amanat dari UUD NKRI , terutama Pasal 28 dan 34.
“Dulu jaminan kesehatan itu berkelas-kelas. Seperti saya sebagai PNS mengikuti Askes, mereka yang TNI ikut Asaba, dan lain-lain. Di situ terkesan ada semacam ketidakadilan. Karena itulah JKN hadir untuk semua masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Menurut Menkes, persoalan banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang dirujuk ke rumah sakit dengan penyakit yang kronik, itu memang harus ada upaya lain untuk pencegahannya. Menurutnya, data menunjukkan bahwa 57 persen penyakit di Indonesia itu tidak menular. Penyakit itu, katanya, dipicu oleh faktor lingkungan, gaya hidup, dan lainnya.
Karena itu, menurut Nila, untuk menjadi bangsa yang sehat, mindset masyarakat harus diubah. Misalnya dengan tidak berlebihan dalam mengkonsumi gula, garam, hindari merokok, minuman beralkohol, dan banyak minum air putih. “Jaga kesehatan diri intinya,” katanya seraya menambahkan bahwa Pemerintah telah dan sedang menjalankan program “Nusantara Sehat” yang melibatkan generasi muda melakukan edukasi tentang kesehatan masyarakat. (mr/fpks/foto:bpjs-kesehatan)