ChanelMuslim.com – Selain biaya SPP, orangtua murid SMA/SMK di Bekasi juga dibebankan berbagai pungutan. Tokoh masyarakat Bekasi H. Heri Koswara, M.A. menyoroti hal tersebut.
Dengan dalih berbagai alasan, sejumlah pengelola SMA/SMK Negeri masih saja sering mengutip pungutan kepada para siswa. Nominal pungutan yang dibebankan juga membuat orangtua pusing tujuh keliling.
“Bagi orangtua siswa SMA/SMK yang memiliki kelebihan rezeki, silakan saja. Dalam hal ini, kami tidak memerintahkan dan melarang, para orangtua atau masyarakat yang ingin berpartisipasi memberi sumbangan kepada sekolah,” ujar Heri, Kamis (9/9).
Heri memberi catatan, alangkah lebih baik jika sekolah bermusyawarah terlebih dahulu dengan para orangtua dan tanpa membebani wali murid yang tidak mampu secara ekonomi.
“Juga jangan sampai disamaratakan karena kemampuan orangtua murid berbeda-beda. Apalagi di tengah pandemi ini,” tambah Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat itu.
Karena itu, sekolah gratis untuk SMA/SMK, menurut Heri, sepertinya belum memungkinkan. Perlu ada peran serta dan kontribusi orangtua dan cara komunikasi yang baik.
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah diperbolehkan secara bertahap, termasuk SMA/SMK di Kota Bekasi yang berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat.
Di Kota Bekasi, kata Heri, SMA Negeri yang sudah menyelenggarakan belajar mengajar secara tatap muka antara lain: SMAN 1, SMAN 2, SMAN 9, SMAN 15, SMAN 21 dan SMAN 18.
Baca Juga: Heri Koswara Apresiasi Kreativitas Pemuda Jatiasih
Masih Ada Pungutan di SMA/SMK Bekasi
Ketua DPD PKS Kota Bekasi itu saat meninjau SMAN 21 Bekasi mengatakan bahwa kebijakan PTM ini dibarengi dengan kebijakan 50 persen kapasitas rombel (rombongan belajar) dan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, serta kewajiban vaksinasi para siswa dan tenaga pengajarnya.
Menurut Heri, PTM ini disambut gembira oleh para stakeholder pendidikan. Meskipun, masih terasa waswas dibayang-bayangi munculnya Covid-19 gelombang 3.
“Terlepas dari kekhawatiran tersebut, PTM terbatas masih lebih baik ketimbang proses belajar mengajar dilakukan secara daring/school from home (SFH). Sebab, potensi learning loss (kemunduran akademis) dan lost generation (generasi yang hilang) dalam SFH sangat tinggi, dan itu semua sudah dirasakan selama 1,5 tahun kita jalani,” jelas Heri.
Kendati demikian, bukan berarti PTM tanpa ada masalah. Heri sering mendengar dan menemukan langsung di lapangan, keluhan para orangtua siswa di SMA.
“Termasuk terkait adanya pungutan oleh pihak sekolah. Padahal, tanpa ada pungutan mengatasnamakan kebutuhan sekolah saja, para orangtua sudah sangat kerepotan. Apalagi di masa pandemi seperti ini saat kebutuhan ekonomi keluarga sedang dalam tahap krisis,” ujarnya.
Heri sempat menjadi anggota Komisi V di DPRD Provinsi Jawa Barat dan bermitra kerja dengan Dinas Pendidikan. Saat itu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil pernah menyatakan siswa SMA/SMK di Jabar akan menikmati pendidikan gratis.
“Sayangnya, pernyataan baik itu tidak cukup hanya diucapkan, perlu dikonkretkan dalam bentuk kebijakan anggaran dalam APBD dan dananya terserap secara proporsional,” ungkap Heri.
Misalnya, biaya pendidikan (SPP) untuk SMA di kota-kota besar di Jabar, seperti Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Bandung, itu sangat besar.
Berkisar antara Rp250 ribu sampai Rp300 ribu/bulan. Untuk SMK, pasti lebih besar lagi karena ada beberapa praktikum. Sementara bantuan dari APBD ini belum mencukupi.
“Fakta di lapangan, saya menemukan kenyataan yang berbeda. Selain itu, kami melihat statement gubernur Jabar ini tidak mendapat dukungan kuat dari bawah,” jelas Heri.
Heri menilai, antara anggaran SMA/SMK dengan kebutuhan SMA/SMK belum ada titik temu sehingga sekolah-sekolah kebingungan.
“Di satu sisi, gubernur minta menggratiskan biaya, tapi di sisi lain bantuan dari provinsi tidak seimbang dengan kebutuhan sekolah SMA/SMK,” tutupnya.[ind/radarbekasi]