Chanelmuslim.com- Soliditas Koalisi Merah Putih yang diprakarsai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan PPP versi Djan Faridz ternyata hanya bertahan setahun. Satu per satu, mulai dari PAN, Golkar, dan PPP Djan Faridz menyatakan bergabung dengan koalisi partai pemerintah pimpinan PDIP.
Kini, praktis Koalisi Merah Putih yang sebelumnya menguasai parlemen, hanya menyisakan dua partai saja: Gerindra dan PKS. Lalu, bagaimana nasib KMP selanjutnya?
Antara Gerindra dan PKS
Hingga saat ini, dari sekian partai KMP, hanya Gerindra dan PKS yang bertahan. Ini tidak berarti Gerindra dan PKS tidak pernah dirayu koalisi partai pemerintah untuk gabung, tapi karena dua partai ini lebih memilih berada di luar pemerintah sebagai oposisi daripada bergabung.
Jika memakai kata kunci ‘dirayu’, berarti perlu adanya soliditas dan konsistensi para elit partai untuk tetap pada pendirian sebagai oposisi. Apa pun tawaran yang diberikan.
Antara Gerindra dan PKS, jika dinilai dari soliditas dan konsistensi para elitnya memiliki sedikit perbedaan. Dalam hal ini, Gerindra berada di atas PKS. Kenapa?
Pilihan Gerindra sebagai oposisi atau di luar pemerintah, bukan kali pertama. Sejak awal, partai pimpinan Prabowo Subianto ini sudah membuktikan diri selalu berada di luar pemerintah.
Sementara, PKS berada di barisan oposisi atau di luar pemerintah, justru pertama kali di periode ini. Sebelumnya, PKS selalu berada di dalam pemerintah, setidaknya selama dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Walaupun, di periode awal, masa pemerintahan Gusdur dan Megawati, PKS pernah berada di barisan oposisi. Tapi, periode itu ketika PKS hanya terdiri dari 7 orang perwakilan di DPR. Dan, hal itu berubah ketika perolehan suara PKS di atas 40 kursi di DPR.
Kedua, kepemimpinan Gerindra yang terpusat pada satu sosok, Prabowo, menunjukkan ketergantungan sekaligus soliditas Gerindra seperti apa yang diinginkan Prabowo.
Sehingga, sulit terjadi di tubuh Gerindra adanya upaya ‘gerilya’ atau kubu lain yang nyempal kemudian bergabung dengan koalisi partai pemerintah.
Sejatinya, melihat karakter PKS, soliditas dan konsistensi partai ini tidak berbeda dengan Gerindra. Bahkan mungkin melampaui. Tapi, pasca lengsernya ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, dan perubahan besar-besaran di jajaran elit, akhirnya memunculkan kubu dan friksi di PKS.
Setidaknya, hal itu terlihat dari kasus perseteruan Fahri Hamzah dengan pengurus baru PKS yang akhirnya mencuat ke publik. Hingga kini, arah dan upaya soliditas di PKS belum terlihat. Potensi konflik antara DPP PKS dengan para kadernya yang berada di DPR bisa terjadi kapan saja.
Tidak tertutup kemungkinan, jika para elit PKS tidak pandai mengelola konflik elit, akan muncul dualisme kepemimpinan PKS seperti yang terjadi di Golkar, dan PPP. Terlebih jika ada pihak-pihak di luar PKS yang sengaja mengelola potensi konflik ini sebagai pelemahan partai dari dalam.
Oposisi Dua Partai
Oposisi atau partai pengawas kinerja pemerintah melalui perwakilan di DPR ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah barisan partai oposisi. Dengan hanya dua partai pun, oposisi bisa efektif berjalan.
Di era pemerintah SBY, hampir semua partai bergabung dalam barisan koalisi pemerintah. Kecuali, dua partai yang konsisten berada di luar. Yaitu, PDIP dan Gerindra.
Tidak tanggung-tanggung, dua partai ini diuji selama dua periode atau sepuluh tahun masa kepemimpinan SBY. Dan selama itu pula, keduanya tetap pada pijakan awal: oposisi.
Menilai efektif tidaknya peran dua partai ini dalam peran oposisi memang tidak bisa terukur secara empiris. Tapi, posisi oposisi mereka akhirnya menguntungkan keduanya ketika SBY akhirnya tidak lagi masuk dalam bursa calon presiden.
PDIP dan Gerindra di pemilu tahun 2014 menempati posisi pertama dan ketiga dalam perolehan suara secara nasional. Kalau saja, keduanya tidak saling berhadapan dalam pemilihan presiden, hampir bisa dipastikan, tak ada satu kekuatan pun yang bisa mengungguli pasangan PDIP dan Gerindra.
Sayangnya, justru dua calon yang maju di pilpres berasal dari PDIP dan Gerindra: Jokowi dan Prabowo.
Bercermin dari pengalaman ini, semua berpulang kepada pilihan yang harus dipegang oleh Gerindra dan PKS. Akankah mereka akan tetap berada di barisan oposisi atau di luar koalisi partai pemerintah, atau balik badan seperti yang dilakukan PAN, Golkar, dan PPP?
Atau, Gerindra dan PKS solid dan konsisten sebagai oposisi, dan akan meraih kemenangan di pasangan pilpres berikutnya. (mh/foto:kompas)