TRUMP menang telak di Pilpres Amerika. Calon dari Partai Republik ini bahkan mendapatkan dukungan dari muslim Amerika.
Pernah ‘terusir’ dari Gedung Putih, Donald Trump akhirnya kembali terpilih. Bahkan bisa dibilang, kemenangan Trump cukup telak dari Kamala Harris, Partai Demokrat: 295 banding 226.
Ada apa di balik kemenangan Trump? Dan, seperti apa perubahan yang mungkin akan terjadi dalam kebijakan Amerika?
Perang dan Ekonomi
Berkali-kali dalam kampanyenya, Trump menyuarakan dihentikannya perang. Terutama ketegangan militer yang terus meningkat antara Nato dan Rusia. Khususnya apa yang terjadi di Ukraina.
Dalam hal keberpihakannya di perang Ukraina dan Rusia, Trump bisa dibilang sebagai satu-satunya Presiden AS yang ingin tetap bersahabat dengan Rusia.
Dalam sebuah kesempatan, presiden yang berusia 78 tahun ini menegaskan bahwa Putin adalah temannya, dan Zelensky juga temannya. Tapi jika disejajarkan, tentu posisi Putin jauh lebih diutamakan oleh Trump.
Dari sini para pengamat menilai bahwa kemungkinan besar Zelensky akan dipaksa untuk menyerah. Jika tidak mau, maka akan ditinggalkan Amerika.
Begitu pun dengan perang di Timur Tengah. Trump berjanji akan menyetop perang di Timur Tengah. Tidak heran jika Hamas memberikan komentar agar Trump membuktikan pernyataannya itu.
Dan data memang menunjukkan bahwa selama Trump berkuasa di periode lalu, nyaris tak ada perang seperti yang begitu kritis di masa kini.
Trump memiliki latar belakang pebisnis yang juga didukung oleh kapitalis besar. Para pebisnis biasanya tidak mengenal ideologi dan kekerasan. Kecuali, hitung-hitungan untung rugi.
Dukungan Muslim Amerika
Ada yang menarik dari pidato kemenangan Trump. Ia menyebut muslim yang telah mendukung kemenangannya. Khususnya, umat muslim yang berdomisili di negara bagian Michigan.
Bahkan dalam kampanye lalu, Trump menemui warga muslim Michigan. Ia sempat bertemu dengan seorang wali kota di negara bagian itu yang juga seorang muslim. Namanya Amer Ghalib.
Bisa dibilang, inilah satu-satunya di wilayah AS yang pemimpin dan seluruh staf pemerintahannya beragama Islam. Amer Ghalib merupakan imigran dari Yaman yang datang ke Amerika saat berusia 17 tahun.
Menariknya, Amer tidak separtai dengan Trump. Ia merupakan kader Partai Demokrat yang merupakan rival dari Partai Republik yang mendukung Trump.
Dari sini terlihat bahwa muslim Amerika merasa kecewa dengan kebijakan AS di bawah kepemimpinan Joe Biden yang terus menggelorakan perang, khususnya apa yang terjadi di Timur Tengah.
Seorang ulama Pakistan yang begitu fokus dengan tanda akhir zaman, Syaikh Imran Hosein bahkan mengapresiasi kemenangan Trump. Meskipun ia menyatakan bahwa bukan sebagai pendukung Trump.
Menurutnya di chanel youtube, “Mungkin dunia tidak akan mengalami perang besar di tahun ini. Hal itu karena kemenangan Trump yang akan menjauhkan Amerika dari perang.”
Masalahnya kemudian, siapa yang lebih kuat: Trump atau Netanyahu, Amerika atau Israel? Jika Trump yang lebih kuat, boleh jadi, hari-hari berikutnya menjadi masa kritis untuk kepemimpinan Netanyahu. Begitu pun sebaliknya. [Mh]