GENERASI muda Amerika dikabarkan mulai tinggalkan smartphone dan beralih ke ponsel jadul. Hal ini dipicu oleh meningkatnya depresi akibat pemakaian ponsel pintar itu.
Sammy Palazzolo, (18 tahun), mahasiswa baru di University of Illinois Urbana-Champaign, dikutip CNN, salah satu pengikut tren ini.
Ia mengatakan bahwa ia kini memiliki rutinitas baru dengan ponselnya saat keluar rumah tengah malam bersama teman-temannya.
Ia dan teman-temannya saling menghubungi hanya melalui ponsel flip ‘jadul’ dan berfoto meski dengan kamera yang kualitasnya tidak secanggih kamera kebanyakan.
Kemudian tren meninggalkan smartphone ini dikenalkan kepada sesama mahasiswa dan mengajak generasi untuk beralih ke ponsel jadul.
Generasi Z di Amerika meninggalkan smartphone dan beralih ke ponsel ‘jadul’ dengan fitur yang hanya bisa melakukan panggilan dan mengirim pesan.
Maka dari itu, tren beralih ke ponsel ‘jadul’ mulai merebak di kalangan Gen Z di Amerika Serikat.
Baca Juga: 5 Ciri Khas Remaja Gen Z yang Perlu Menjadi Catatan Orangtua
Generasi Muda Amerika Mulai Tinggalkan Smartphone, Ini Alasannya
Menurut Administrasi Layanan Penyalahgunaan Zat dan Kesehatan Mental AS, tingkat depresi remaja meningkat hampir dua kali lipat sejak 2004 hingga 2019.
Lembaga itu merupakan bagian dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.
Tren meninggalkan ponsel pintar ini mulai dilakukan untuk meminimalisasi kecanduan dan memaksimalkan interaksi sosial secara langsung di lingkup pertemanan.
Tren ini juga dilatarbelakangi oleh data bahwa smartphone dan media sosial turut bersanding dengan tingkat depresi di kalangan remaja, kata para psikolog.
Mengenai hal ini, dosen Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes. memberikan tanggapannya.
Prof. Nurul setuju bila fenomena ini dilakukan agar terhindar dari gangguan yang timbul akibat smartphone. Memang, penggunaan ponsel pintar bisa memberikan dampak positif dan negatif.
Dampak positif berupa kemudahan komunikasi dan mengakses informasi yang tidak terbatas. Namun, di balik itu, ada dampak negatif yang membuat seseorang kecanduan yang berakibat buruk pada fisik atau mental.
Profesor Nurul juga sependapat bahwa fenomena ini dimunculkan untuk menghindari interferensi yang ditimbulkan oleh smartphone.
Seperti yang dikatakan oleh Gen Z, saat mereka berhenti menggunakan smartphone adalah untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Selain itu, Prof Nurul mengatakan smartphone dapat berdampak negatif terhadap fisik, gangguan penglihatan hingga gangguan motorik.
Dari sisi mental, dampak kecanduan smartphone dapat menyebabkan gangguan mental dan merusak kestabilan emosi, terutama pada anak-anak dan remaja.
Hal ini menyebabkan seseorang mudah marah, meskipun sumber kemarahannya adalah dari smartphone.
“Sumber kemarahan dan sumber agresi bisa berasal dari infrastruktur yang seharusnya bisa membantu Anda menjadi lebih pintar,” ujar Prof. Nurul dalam website Unair.
Selain itu, smartphone juga dapat mengganggu aktivitas sosial seseorang.
Misalnya, seseorang bisa menjadi orang yang tertutup dan kurang interaksi sosial, sehingga sulit ketika harus bergaul dengan teman sebayanya.
Untuk menghindari fenomena kecanduan smartphone pada anak, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas dan kuantitas smartphone.
Misalnya, orang tua dapat menjalankan aplikasi apa saja yang dapat mereka akses di smartphone yang dapat memberikan keuntungan bagi diri mereka sendiri.
Namun, jika pada akhirnya hasil evaluasi menjelaskan bahwa penggunaan smartphone berdampak negatif, misalnya menyebabkan motivasi belajar menurun, maka penggunaannya harus dikurangi.
Prof Nurul mengatakan jika penggunaan smartphone sesuai dengan porsi dan kebutuhan, maka akan banyak manfaatnya. Sebaliknya, smartphone dapat membantu meningkatkan kemampuan mental anak.
“Kalau kita bisa membatasi pemakaian kita sesuai dengan kebutuhan, pasti tidak akan ada kerugian atau gangguan,” tutupnya.[ind]