EROPA kini memasuki musim panas yang ekstrim. Sejak Mei hingga Juni ini, suhu udara bahkan menyentuh angka 42 derajat Celsius.
Siapa sangka di kawasan yang biasa dingin kini memasuki musim panas yang ekstrim. Wilayah yang terkena kekeringan antara lain Spanyol, Prancis, dan Italia.
Di Spanyol bahkan ada satu daerah yang selama beberapa bulan sama sekali tidak ada hujan. Tanah-tanah menjadi tandus. Dikabarkan, seluruh warga di satu daerah itu mengungsi karena kesulitan sumber air.
Suhu udara di Madrid dikabarkan sudah menyentuh angka 42 derajat Celsius. Tinggi suhu ini dikabarkan tidak pernah terjadi sejak tahun 1981.
Di Prancis juga tak jauh berbeda. Suhu udara di Kota Paris misalnya, sudah mencapai 42 derajat Celsius. Prancis mengeluarkan kebijakan larangan menyelenggarakan acara di luar gedung pada siang hari.
Di Italia keadaannya tidak jauh berbeda. Salah satu sungai terbesar di sana, yaitu sungai Po, airnya menyusut hingga tiga per empat.
Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi pangan karena keringnya pengairan. Tumbuhan penghasil pangan menjadi kering.
Hal ini kian memperparah keadaan negara-negara tersebut setelah ditutupnya impor energi dan pangan dari Rusia.
Di Inggris bahkan suhu udara mencapai 32 derajat Celsius. Sebuah keadaan panas yang tidak terjadi selama kurun empat dekade.
Keadaan ini bahkan menjadikan acara kebangsawanan ‘Royal Ascot Racecourse’ mengalami perubahan protokol. Yaitu, hadirin diperbolehkan melepas blazer dan topi mereka. Sebuah keadaan yang sangat jarang terjadi.
Iklim panas ekstrim ini menjadikan warga di negara-negara tersebut memiliki kebiasaan baru. Yaitu, lebih banyak berada di kolam renang, kolam taman, dan lainnya.
Sekali lagi, keadaan panas dan kekeringan ini tak ayal akan berimbas pada krisis pangan yang sudah di depan mata.
Hal ini memperparah krisis energi dan pangan di Eropa pasca perang Rusia Ukraina. Tanpa panas ekstrim dan kekeringan ini saja, inflasi di Eropa sudah menyentuh dua digit. [Mh]