Oleh: Sapto Waluyo, Center for Indonesian Reform.
ChanelMuslim.com- Perhelatan politik di tengah wabah corona (Covid-19) dilakukan secara daring dan penuh keprihatinan (22/4/2020). Mohammad Sohibul Iman (Presiden PKS) melaungkan orasi kebangsaan dan kemanusiaan dalam rangka milad Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke-22 tahun. Sementara Habib Salim Segaf al-Jufri (Ketua Majelis Syura PKS) menyampaikan pesan-pean moral dan spiritual. Semuanya dipancarkan melalui televisi streaming dan berbagai kanal media sosial. Sebelumnya (20/4/2020), segenap anggota PKS di Indonesia dan mancanegara melakukan kajian menyambut bulan suci Ramadhan 1441 Hijriyah. Pengajian daring itu diikuti langsung oleh sedikitnya 63.000 akun Facebookers, 96.000 viewers Youtube, dan 7.000 followers Instagram.
PKS telah memulai era baru dalam aktivisme politik bernuansa kemanusiaan dan sepenuhnya berjaringan daring. Salah satu hikmah di balik musibah Covid-19 adalah memaksa seluruh penduduk dunia dengan keragaman status ekonomi dan penguasaan teknologinya, termasuk rakyat Indonesia yang sebelumnya tertinggal jauh dalam masyarakat informasi, untuk berinteraksi dan bekerja secara daring. Jika elite Indonesia selama ini berwacana gencar tentang Revolusi Industri 4.0 dan fenomena Internet of Things (IOT), maka kondisi darurat kesehatan saat ini membuka peluang untuk implementasi kebijakan teknologi informasi dalam bidang kesehatan, pendidikan, relasi sosial, ekonomi rumah tangga (mikro), pengawasan keamanan, dan segala aspek yang membuat masyarakat survive di bawah tekanan wabah.
Karena itu, terlalu naif kebijakan jaminan sosial bagi warga terdampak Covid-19 yang terkena PHK/pengangguran melalui Kartu Prakerja, bila hanya berisi kursus keterampilan berbayar. Persoalan utama ketenagakerjaan di era digital adalah modal kerja (termasuk alat komunikasi), jenis produk/jasa yang bisa terserap pasar, dan jalur distribusi yang bisa menghubungkan produsen dan konsumen secara terbuka. Tak boleh ada lagi monopoli di era digital, apalagi penindasan ekonomi oleh kekuatan pemodal, karena teknologi harus menjadi sarana pemerataan kesempatan.
Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak hanya mengubah cara kerja organisasi dan interaksi antar partai politik dengan konstituen, melainkan juga model demokrasi dan profil kepengurusan yang akan mengemban amanat di masa depan. Bila kondisi darurat ini berlangsung hingga beberapa bulan, maka PKS mungkin akan melaksanakan Pemilihan Raya untuk Anggota Majelis Syura periode 2020-2025 dan Musyawarah Nasional untuk menentukan kebijakan dan kepengurusan lima tahun yang akan datang secara telekonperensi. Pemira dan Munas PKS adalah inti demokrasi internal dan forum pengambil putusan tertinggi dalam partai. Hal itu menunjukkan PKS lahir dan bertahan hidup karena dukungan aspirasi seluruh anggota. PKS terbukti bukan warisan keluarga/dinasti atau bentukan oligarki.
Sejak Munas 2015, PKS telah melakukan suksesi penting ketika Ketua Majelis Syura K.H. Hilmi Aminuddin digantikan oleh Habib Salim Segaf al-Jufri. Ustadz Hilmi adalah tokoh pergerakan yang mengalami tekanan berat di masa Orde Baru, sedangkan Habib Salim tokoh intelektual yang merupakan cucu dari pendiri organisasi besar al-Khairaat (Sayid Idrus bin Salim al-Jufri). Kedua tokoh itu memperlihatkan dua karakter berbeda dan saling melengkapi. Karakter Ustadz Hilmi adalah motivator dan perancang strategi untuk menggerakkan perubahan di segenap aspek organisasi, sementara Habib Salim dikenal seorang pembimbing moral-spiritual yang akrab dengan berbagai kelompok masyarakat, termasuk akar rumput.
Apabla ditelusuri lebih jauh, profil kepemimpinan eksekutif (Presiden PKS) sejak era Partai Keadilan (1998) hingga sekarang lebih berdimensi nasionalis, telah mewakili karakter masyarakat Indonesia. Mulai dari Nur Mahmudi Ismail (PK 1998-1999, asal Jawa Timut), Hidayat Nur Wahid (PK 1999-2003, asal Jawa Tengah), Muzammil Yusuf (masa transisi PKS 2002-2003, asal Lampung), Hidayat Nur Wahid (PKS 2003-2004), Tifatul Sembiring (PKS 2004-2009, asal Sumatera Barat), Lutfi Hassan Ishaq (PKS 2009-2013, asal Nusa Tenggara Barat), Anis Matta (2013-2015, asal Sulawesi Selatan), dan Sohibul Iman (2015-2020, asal Jawa Barat). Latar belakang sosial-budaya dan pendidikan pimpinan akan mempengaruhi kultur organisasi, disamping aturan yang dilembagakan. PKS lebih mencerminkan wajah organisasi modern yang Indonesiawi dibanding partai-partai lain yang terlihat kuat pengaruh Jawa-sentris semisal PDIP (di bawah kepemimpinan Megawati), Gerindra (Prabowo Subianto) atau Demokrat (Susilo Bambang Yudhoyono).
Pandemi Covid-19 merupakan bencana nasional sekaligus momentum untuk menggalang solidaritas kemanusiaan. Itu tema yang diperjuangkan PK sejak awal reformasi 1998, gerakan sosial (piety project) untuk menghadapi pragmatisme politik yang sudah mendarah-daging. Sebenarnya fenomena gerakan sosial telah berlangsung lama dalam sejarah Indonesia dengan inisiasi Jamiat Kheir yang berdiri pada awal abad 20, kemudian dilanjutkan organisasi dakwah semisal Muhammadiyah (1912), Persatuan Islam (1923), Nahdlatul Ulama (1926) dan lain-lain. Dalam manifestasi kontemporer, proyek kesalehan tampil pada relasi gerakan Islam dengan dunia pendidikan di kalangan kelas menengah. Karen Bryner (2013) melakukan riset etnografik sepanjang 15 bulan pada sekolah Islam di Yogyakarta dan menemukan, bahwa sekolah bisa menjadi sarana efektif untuk membentuk orientasi sosial-keagamaan dan iklim politik di masyarakat dan ranah negara.
Orasi Sohibul Iman yang kritis mirip dengan pidato Susilo Bambang Yudhoyono yang tajam, tapi jelas berbeda dengan arahan Prabowo Subianto. PKS sepenuhnya independen ketika mengkritik kebijakan pemerintah dan berorientasi pada advokasi kepentingan publik. Dalam pandangan PKS, kemampuan pemerintah menanggulangi krisis akibat pandemi Covid-19 akan menentukan: apakah Indonesia akan keluar sebagai bangsa pemenang atau pecundang atau bangsa medioker (yang hanya bisa jalan di tempat dan tidak mampu membuat perubahan dan kemajuan). Sohibul Iman yang pernah menjabat Wakil Ketua DPR RI itu melihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 berpotensi untuk menggiring Indonesia pada suasana otoriterianisme baru. (Bersambung…) [Mh]