Oleh: Sapto Waluyo, Center for Indonesian Reform.
Kiprah PKS di Era Pandemi
ChanelMuslim.com- PKS tidak hanya fasih melontarkan kritik, namun telah memobilisasi seluruh sumberdaya bersama komponen masyarakat untuk #BersatuLawanCorona. Anggota legislatif PKS tidak hanya sukarela dipotong gajinya beberapa bulan untuk dana solidaritas bencana, melainkan juga terjun langsung menyalurkan bantuan (masker dan sanitizer untuk warga, serta alat perlindungan diri untuk tenaga kesehatan), bahkan ada yang bertugas untuk merawat jenazah korban positif/PDP Covid-19. Seperti Andi Hadi Ibrahim, anggota Fraksi PKS di DPRD Kota Makassar, yang diminta bantuan oleh RSUD setempat sebagai koordinator penyelenggaraan jenazah sesuai standar Covid-19.
“Saya dan tim menjalankan amanah ini sebagai bagian dari tanggung-jawab kepada konstituen dan kemanusiaan. Kami tidak hanya merawat jenazah yang meninggal di rumah sakit, tapi juga menangani pasien Covid-19 yang meninggal di rumah dan keluarganya kebingungan atau kesulitan. Tugas kita selama ini mengelola aspirasi masyarakat, termasuk menjaga kesejahteraannya hingga akhir hayat,” ujar Andi yang tercatat sebagai pengurus Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tim serupa telah dibentuk DPD PKS di Kota Solo dan Depok berkolaborasi dengan Satgas Covid-19 pemerintah setempat.
Anggota PKS dari kalangan tenaga kesehatan (dokter, perawat, analis dll) bekerja secara profesional di Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi benteng terakhir pertahanan masyarakat menghadapi wabah. Lebih banyak lagi kader dan simpatisan PKS yang menjadi Relawan di lembaga-lembaga kemanusiaan, bekerja dan bertaruh nyawa melayani warga. PKS telah berpengalaman mengembangkan infrastruktur Gerakan Nasional Tanggap Bencana (Genta) sejak Tsunami Aceh (2004), gempa Yogyakarta (2006), gempa Sumatera Barat (2009), Gunung Merapi dan longsor Wasior Papua (2010), kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan Barat/Tengah (2015-2017), gempa Palu (2018) dan gempa Sumbawa (2019).
Sebagaimana diungkapkan Dahlan Iskan, sangat banyak inistiatif masyarakat untuk membantu penanggulangan wabah Covid-19 sesuai dengan kompetensinya. Semisal Ahmad Alghozi Ramadhan yang dijuluki milennial nakal karena sukses membangun aplikasi FghtCovid19.id untuk melacak (tracking) warga terinfeksi Covid-19, yang akhirnya digunakan oleh pemerintah provinsi Bangka Belitung. Ada lagi ide Hafidz Ary Nurhadi, alumni Teknik Elektro ITB dan juga Ketua Asrama Mahasiswa Masjid Salman, yang mengusulkan pool test Covid-19 untuk kelompok besar warga secara kolektif, namun belum sempat diimplementasikan. Yang belum disorot luas adalah praktek langsung Arief Budi Witarto, ahli bioteknologi alumni Tokyo University of Agriculture and Technlogy sekaligus Direktur Sumbawa Science and Techno Park, merancang alat uji swab Covid-19 secara mandiri dan bilik tes swab portabel. Inisiatif itu didukung penuh Gubernur NTB Zulkieflimansyah, sehingga tes warga dengan gejala Covid-19 lebih cepat dan efisien, bahkan bisa dilakukan hingga ke tingkat desa/kelurahan. Sebagai kader PKS, Gubernur Zulkieflimansyah sangat antusias dengan inovasi teknologi demi menunjang kebijakan publik.
Platform Kebijakan Pembangunan PKS (2017), khusus dalam sektor Pembangunan Kesehatan Paripurna menyatakan salah satu arahan kebijakan yang bersifat promotif/preventif adalah: “mengawasi dan mengendalikan potensi penyebaran virus, bakteri, parasit dan vektor yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.” Jelas, PKS tidak hanya berbicara tentang penerapan standar pola hidup bersih dan sehat (PHBS) di level individu, keluarga dan masyarakat, melainkan juga: “mendorong terwujudnya kemandirian dan menjamin ketersediaan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau dengan mengembangkan riset dan industri farmasi dalam negeri, serta pengawasan dan pengendalian impor obat dan bahan baku obat.” Bahkan, platform PKS berbicara lebih jauh lagi upaya: “menggalang kerjasama internasional dengan berbagai negara, lembaga kesehatan dunia, dan NGO lintas negara untuk menghadapi permasalahan kesehatan global, di antaranya penyakit menular, degeneratif, HIV/AIDS, narkotika dan chemical-biological warfare.”
Salah seorang kader PKS, Anton Apriyantono telah berpengalaman sebagai Menteri Pertanian RI (2004-2009) menghadapi bencana flu burung yang sempat diwarnai dengan nuansa ‘perang biologi’. Entah partai-partai lain, apakah memiliki platform detail tentang kebijakan kesehatan yang juga mencakup pembangunan Sistem Kesehatan Nasional sebagai salah satu pilar utama Pembangunan Nasional dan penyiapan SDM Kesehatan melalui lembaga pendidikan yang profesional, berintegritas dan berbudaya kerja unggul.
Jika PKS saat ini bersuara lantang soal kelemahan kebijakan penanggulangan Covid-19, semata-mata karena PKS ingin berkontribusi optimal untuk melindungi seluruh warga negara dari bahaya Covid-19, meski tidak berada dalam pemerintahan. PKS tidak sedang mempolitisasi isu Covid-19 untuk kepentingan jangka pendek, tetapi mendorong agar kapasitas pemerintah lebih diprioritaskan untuk penyelamatan warga daripada penyelamatan dampak ekonomi. Sebab ekonomi yang anjlok dapat dipulihkan, sedangkan warga yang meninggal tidak dapat dihidupkan kembali.
Sikap tegas dan kritis PKS sepanjang 2014-2019 telah diakui masyarakat, sehingga pada pemilihan umum tahun 2019 PKS mendapat tambahan suara signifikan (11,5 juta pemilih atau 8,2 persen suara nasional), meningkat 1,4 persen total suara nasional dibanding pemilu 2014 (8,5 juta pemilih). Jumlah kursi DPR RI yang diraih PKS juga meningkat dari 40 menjadi 50 kursi. Apabila kita cermati capaian politik PK/PKS sejak pemilu 1999 (Lihat Tabel), maka lonjakan suara spektakuler diraih pada pemilu 2004: dari 1,4 juta suara (1,2 persen) menjadi 8,3 juta atau 7,3 persen). Tetapi,dari aspek jumlah kursi DPR RI yang paling banyak dicapai PKS pada pemilu 2009, yakni 57 kursi. Untuk kursi DPR Provinsi, capaian PK/PKS selama dua dekade meningkat dari 26 kursi (1999) menjadi 199 kursi (2019); demikian pula untuk kursi DPRD Kota/Kabupaten meningkat 158 kursi (1999) menjadi 1.219 kursi (2019). PKS telah menjadi kekuatan nasional yang mengakar dan dipercaya masyarakat dari Sabang hingga Merauke, sebagai catatan pada periode 2014-1019 anggota PKS pernah memenangkan dan memimpin sebagai Ketua DPRD Kabupaten Lany Jaya, Papua. Kader PKS juga pernah menjadi Wakil Walikota Jayapura periode (2010-2015). Imaji sebagian pengamat yang menyebut PKS sebagai partai Islam-konservatif yang eksklusif dan mengancam eksistensi NKRI telah gugur. Meskipun diperlukan upaya lebih serius untuk menampilkan wajah dan kinerja PKS yang membumi di segenap wilayah Indonesia.
Ada lagi pengamat yang nyinyir menyebut PKS bersikap kritis karena tidak kebagian kue kekuasaan. Pernyataan itu terkesan fakta apa adanya, padahal justru memperlihatkan sikap konsisten PKS: bila telah memilih sikap politik tertentu dalam pemilihan presiden dan dinyatakan kalah dalam pemilu, maka berada di luar pemerintah merupakan konsekuensi wajar. Dari situ bisa dibangun demokrasi yang sehat dan sportif. Konsekuensi yang tak perlu disesali PKS atau disalahpersepsikan oleh pihak lain. Dari hasil pemilu 2004 dan 2019 justru terlihat bahwa dukungan publik kepada PKS semakin luas dan melonjak ketika berada di luar pemerintahan dan benar-benar menyuarakan aspirasi rakyat. Kritis terhadap jalannya pemerintahan tidak mengurangi komitmen PKS untuk mempertahankan NKRI dan menegakkan keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
[gambar1]
Yang unik, sejak awal berdiri PK justru berkoalisi dalam pemerintahan merupakan pilihan rasional. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001) kader PK (Nur Mahmudi Ismail) diangkat sebagai Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI. Masa jabatan yang singkat menunjukkan kinerja Menteri asal PK menggentarkan para koruptor, karena Nur Mahmudi berhasil mengusut penyimpangan dana reboisasi yang melibatkan konglomerat pendukung regim Soeharto. Namun, ketika ditawari Megawati Soekarnoputeri untuk bergabung dalam Kabinet Gotong Royong (2001-2004), PK (kemudian menjadi PKS) memilih untuk mendukung dari luar kabinet. Itu pilihan sadar hasil rapat Majelis Syura, bukan sikap emosional dan dibenarkan oleh UUD NRI 1945 karena pemerintahan presidensial harus ada yang mengawasi agar tidak menjadi otoriteran. Kita sudah berpengalaman pada masa Soekarno (Orde Lama) dan Soeharto (Orde Baru) dan tidak ingin mengulang kesalahan politik serupa.
Pada masa pemerintahan SBY dua periode (2004-2014), PKS bergabung dalam pemerintahan dengan portofolio beragam: Menteri Pertanian, Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Menteri Sosial. Publik bisa mengkritisi kinerja pejabat eksekutif dari kalangan PKS, tapi secara umum memiliki keunggulan tersendiri. Dalam bidang pertanian, Menteri asal PKS telah memulihkan pencapaian swasembada pangan dan menekan importasi bahan pangan, karena itu dimusuhi oleh banyak importir pemburu rente. Dalam bidang kesejahteraan sosial, Menteri dari PKS menetapkan kebijakan terpadu untuk penanggulangan kemiskinan dengan basis data yang telah terverifikasi. Program itu kemudian menjadi andalan pemerintahan Joko Widodo.
Disamping itu, kader PKS juga ada yang dipercaya publik untuk menjadi Gubernur, Bupati dan Walikota atau para wakilnya. Gubernur Jawa Barat selama dua periode (Ahmad Heryawan, 2008-2018) dan Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (Irwan Prayitno, 2010-2020) menjadi bukti, betapa tokoh-tokoh muda daerah bisa berpretasi di panggung nasional. Capaian serupa saat ini sedang dijalani Zulkieflimansyah sebagai Gubernur NTB (2018-2023). Sebenarnya ada tokoh senior PKS, Abdul Gani Kasuba yang menjadi Gubernur Maluku Utara (2014-2019), namun pada periode kedua (2019-2024) AGK bergabung dengan PDIP. Ujian konsistensi sikap politik tidak luput juga menimpa tokoh PKS.
Resep merawat komitmen dan membangun kredibilitas publik diungkapkan kader PKS yang menjadi Wakil Walikota Salatiga selama dua periode (2011-2021), Muhammad Haris. “Masa depan PKS terletak pada komitmen pimpinan dan pengurus partai serta kader untuk selalu hadir dalam membangun umat, bangsa, dan negara. Dalam sejarah panjang PKS, salah satu kunci utama kekuatannya ada pada pembinaan dan kedisiplinan kader partai. Semua kader bergerak dari lini grassroot hingga level elit tertinggi partai. PKS harus hadir memberikan solusi dan mewujudkan solidaritas nasional guna melayani masyarakat,” ujar Haris. Salah satu prestasi Pemerintah Kota Salatiga adalah menekan angka kemiskinan (4,7 persen) dan menjadi kota paling toleran se-Indonesia selama tiga tahun berturut-turut. Tokoh PKS sekali lagi menjadi salah satu unsur perekat nasionalisme Indonesia.
Yang harus disadari dan diakui, anggota PKS adalah manusia biasa sehingga wajar bila khilaf atau terpeleset. Kewajaran itu membuat tokoh PKS tidak canggung untuk bergelut dalam kehidupan warga akar rumput. Kesederhanaan tokoh PKS bisa dilihat dari sosok Miswan, anggota DPRD Kabupaten Pangandaran. Miswan bekerja sebagai nelayan dengan latar pendidikan tamat SMA. Ia dipercaya menjadi wakil rakyat benar-benar karena dukungan akar rumput dan struktur PKS, tidak bergantung money politic. Saat ini, dalam kondisi wabah nyaris seluruh gajinya habis untuk melayani konstituen di wilayah selatan Jawa Barat. Lalu, bagaimana ia menafkahi anak-isterinya? Pada hari-hari tertentu dia harus pergi melaut untuk keperluan keluarga di rumah.
“Kami baru saja berkunjung ke Kalipucang (perbatasan wilayah Jabar-Jateng) untuk mengetahui kondisi masyarakat di sana. Saya sendiri yang menyopiri,” kata isterinya dalam kontak WA. Miswan mendorong Bupati Pangandaran agar mengerahkan segala daya untuk membantu warga terdampak Covid-19 yang memprihatinkan, karena dia sendiri merasakan akibat langsung.
Wajah masa depan PKS juga terlihat dengan bergabungnya banyak figur milennial dalam gerakan politik bermartabat. Salah satunya Ismail Bahtiar (27 tahun) yang terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (2019-2024). “Saya terjun ke politik benar-benar tanpa modal besar. Saya bersama beberapa kawan merintis start-up dan berpengalaman kerja/wirausaha sejak mahasiswa. Modal sosial dan keterampilan itulah yang saya manfaatkan untuk menjaring konstituen melalui media virtual. Ternyata pemilih muda dan milennial sangat potensial di Sulsel, sehingga menjadi tanggung-jawab kami untuk mengembangkan potensinya bagi kemajuan daerah,” tutur Ismail dalam sebuah wawancara.
Pengalaman serupa dibuktikan Nur Agis Aulia (28 tahun). CEO Jawara Farm yang terpilih sebagai anggota Fraksi PKS DPRD Kota Serang. Agis alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mudik ke kampung halaman untuk menjadi Agropreneur Muda dengan membangun komunitas Pak Tani Digital. Prestasi Agis diakui banyak pihak sehingga diundang khusus sebagai tamu dalam acara unjuk wicara Kick Andy Heroes. (Bersambung…) [Mh]