ChanelMuslim.com–Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Muhammad Busyro Muqoddas menjadi salah satu anggota Tim Evaluasi Penanganan Terorisme yang dibentuk oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia. Tim yang beranggotakan 13 orang ini merupakan lembaga negara yang akan bekerja tiga bulan ke depan.
Busyro mengatakan, tim ini adalah sebuah kekuatan masyarakat sipil yang masih terawat hingga sekarang. “Tujuannya untuk memberikan evaluasi terhadap praktek pemberantasan terorisme oleh pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan Polri, terutama Densus (Detasemen Khusus 88),” ujar Busyro kepada awak media di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Selain Densus 88 Antireror Mabes Polri, Busyro menuturkan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun menjadi perhatian tersendiri untuk dievaluasi terkait praktek-prakteknya dalam memberantas terorisme. “Apakah sudah on the track atau belum?” katanya.
Ia menjelaskan, pemberantasan terorisme itu harus sesuai prinsip-prinsip penegakkan moralitas hukum. Yang kedua, terang dia, juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip penegakkan hak-hak asasi manusia.
Dan hal yang penting dalam memberantas terorisme, mantan Ketua KPK ini menambahkan, yaitu kejujuran. “Kejujuran penting,” tegas dia. Kemudian, ke empat, tak kalah pentingnya, adalah transparansi dalam proses penanganan pemberantasan terorisme itu sendiri.
Tanpa hal tersebut, menurut Busyro, penegakkan hukum di Indonesia terutama dalam memberantas terorisme bisa termanipulasi. “Kami tidak ingin kalau proses-proses pemberantasan terorisme ini dinilai penuh dengan intransparansi, penuh dengan ketidakjujuran,” ujar dia.
Karena itu, Tim Evaluasi Penanganan Terorisme ini, katanya , justru ingin melakukan suatu upaya kajian yang komprehensif, detail, akademik, berbasis penegakkan induktif dan deduktif, fakta, teori, dan norma. Kajian dari tim tiga belas ini pun, sambung dia, sekaligus sebagai sumbangan kepada bangsa nantinya.
Busyro menjelaskan, Tim Evaluasi Penangan Terorisme sepakat bahwa bangsa Indonesia ini terus menerus mengalami proses reproduksi atau produktifitas terorisme yang tidak ada juntrungnya. Bahkan hal itu, kata dia, sudah dimulai sejak 2001 atau 2002 hingga sekarang.
“Nanti kalau terus menerus seperti ini Indonesia lama-lama akan teropini sebagai negara yang subur dengan terorisme. Yang rugi adalah bangsa dan negara,” katanya.
Kondisi tersebut, menurut Busyro, akan kontraproduktif bagi investor-investor Negara Indonesia. Jika terorisme ini terus berkembang, maka akan merugikan Indonesia sendiri. Busyro pun mengatakan, investasi akan berjalan dengan lancar jika Indonesia dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Teror bom dan kepentingan lain
Busyro menilai teror bom yang terjadi belakangan ini dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mempercepat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurutnya, itu tampak dari pernyataan pihak kepolisian. “Itu terindikasi toh dari statement Polri itu sendiri kan. Lalu kesannya seakan-akan untuk mempercepat itu (revisi), statemen itu mengesankan ambisi bernafsu banget, ada apa di balik itu?” ujarnya.
Busyro juga mengaku belum sepenuhnya yakin bahwa teroris-teroris yang ada saat ini murni dilakukan gerakan radikal. Menurut Busyo, ada aktor handal di balik dilontarkannya isu-isu terorisme.
“Musti ada aktor di luar Indonesia yang saya khawatir itu kerjasama dengan (oknum) dalam,” katanya. Menurut Busyro, isu tersebut dimunculkan segelintir pihak guna membuat kekhawatiran dan keresahan di Tanah Air. Tujuannya, meraup keuntungan yang dapat merugikan pemerintah.
“Indonesia jadi terkenal kan negara teroris kan? Yang rugi siapa? Pemerintah kan. Butuh investasi enggak? Tanyakan pak Jokowi, butuh investasi enggak? Investor kan butuh keamanan,” kata dia.
Busyro juga menyebut ada kemungkinan isu terorisme digencarkan agar pihak asing dapat masuk menguasai aset-aset pemerintah. Caranya, dengan timbal-balik atas kerjasama penanggulangan terorisme.
“Ya bisa jadi ya, dana asing mana yang ada ketulusan. Mana ada dana asing yang diberikan pada Indonesia itu tulus, ikhlas. Coba mana? Musti ada kompensasi yang diminta,” kata dia. “Kalau gini yang diuntungkan siapa? Yang diuntungkan adalah orang-orang yang punya kepentingan dibalik kasus-kasus,” tambahnya. (mr/muhammadiyah/kompas)