ISTILAH brain rot sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama di kalangan Gen Alpha generasi yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024.
Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan pembusukan otak, sebuah kondisi yang dikaitkan dengan konsumsi berlebihan konten digital tanpa makna atau konten receh.
Baca juga: Pemerintah Australia Larang Remaja di Bawah 16 Tahun Gunakan Sosial Media
Beberapa Fakta Penting Tentang Brain Rot Saat ini
Beberapa fakta brain rot:
Fenomena kesehatan otak nyata
Brain rot mungkin hanya sebuah istilah gaul yang dibuat oleh anak-anak muda. Namun, fenomenanya benar-benar terjadi. Fenomena ini memiliki dasar ilmiah yang nyata dan bisa memengaruhi kesehatan otak.
Brain Rot adalah kelebihan beban kognitif otak akibat aktivitas digital (misalnya, media sosial) berlebihan, tapi tanpa makna.
Brain rot terjadi akibat kelebihan beban kognitif yang dipicu oleh konsumsi berlebihan konten instan, seperti video pendek di TikTok atau Instagram Reels.
Aktivitas ini sering melibatkan konten receh atau hiburan ringan tanpa nilai edukasi yang signifikan. Otak manusia memiliki sistem pengimbalan (reward system) yang bekerja dengan melepaskan dopamin saat seseorang menikmati sesuatu yang menyenangkan.
Namun, konsumsi konten receh yang terus-menerus dapat membuat otak bergantung pada hiburan instan dan menghindari aktivitas yang membutuhkan usaha atau konsentrasi.
Berdampak buruk pada otak
Brain rot tidak menyebabkan kerusakan fisik pada otak, tetapi memiliki dampak serius pada kemampuan kognitif dan emosional. Berikut beberapa dampaknya:
Penurunan memori kerja: informasi instan tidak melibatkan area otak yang bertanggung jawab untuk pembelajaran mendalam. Akibatnya, kemampuan otak untuk menyimpan dan mengolah informasi kompleks menurun.
Pemendekan rentang perhatian: konsumsi konten pendek dapat membuat seseorang sulit fokus pada tugas jangka panjang, sehingga mudah teralihkan dan sulit menyelesaikan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi.
Penurunan empati: paparan berlebihan terhadap konten digital dapat menumpulkan kemampuan seseorang untuk memahami dan merespons emosi orang lain, sehingga memengaruhi hubungan sosial.
Dipicu konsumsi konten receh
Brain rot tidak berakibat fatal, seperti membuat otak menjadi rusak secara fisik. Namun, jika dilakukan dalam waktu lama, tetap memberikan sejumlah dampak bagi otak.
Beban kognitif ini memang tidak langsung membuat otak rusak secara fisik, meskipun jika dicermati secara molekuler, akan ditemukan perubahan. Tidak semua konten berdurasi pendek adalah konten receh.
Ciri-ciri konten receh bisa meliputi:
Hiburan ringan seperti meme atau video lucu tanpa kedalaman cerita.
Informasi yang tidak mendidik atau tidak menambah wawasan.
Interaksi cepat dan dangkal, misalnya video pendek yang hanya berfokus pada hiburan instan.
Untuk dicatat, bukan berarti kita tidak boleh mengonsumsi konten-konten tersebut sama sekali. Namun, pastikan tidak melakukannya secara berlebihan sehingga dampak buruknya kita rasakan.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Bisa dicegah
Untuk mencegah dampak negatif brain rot, disarankan untuk lebih selektif dalam mengonsumsi konten digital.
Prioritaskan konten yang menginspirasi, mendidik, dan memberikan nilai tambah. Selain itu, kurangi waktu scrolling tanpa tujuan dan luangkan waktu untuk aktivitas offline yang merangsang otak, seperti membaca buku atau diskusi mendalam.
Mengonsumsi konten singkat juga tak semuanya buruk. Namun, perhatikan isinya. Disarankan untuk memilih konten berkualitas dan hindari konten yang hanya menawarkan hiburan singkat tanpa makna. [Din]