SUJUD syukur menjadi salah satu amalan sunnah yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam semasa hidup.
Dalil yang mendasarinya berasal dari Abdurrahman bin Auf ra, ia berkata,
“Nabi SAW keluar menuju bangunan tinggi lalu masuk ke dalam, menghadap kiblat, dan bersujud. Beliau memanjangkan sujudnya lalu mengangkat kepalanya. Beliau bersabda, ‘Jibril telah mendatangiku dengan membawa kabar gembira; ‘Sesungguhnya Allah telah bersabda untukmu: siapa saja yang bersholawat kepadamu, maka ia akan menyelamatkannya,’ Maka aku bersujud sebagai ungkapan terima kasihku kepada-Nya.” (HR Ahmad).
Lalu mengapa ada sujud syukur, tapi tidak ada sujud sabar (sujud dalam rangka bersabar)?
Padahal mafhum bagi kita semua bahwa syukur itu lawannya sabar?
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).
Mungkin hikmahnya adalah ketika kita mendapatkan nikmat berupa keberhasilan dan kesenangan, maka kita seharusnya merendahkan hati dengan merendahkan kepala kita sejajar dengan tanah (sujud).
Bukan malah menegakkan kepala dan membusungkan dada sebagai gambaran kesombongan dan tinggi hati.
Merasa keberhasilannya atas upaya sendiri atau kelompoknya semata, tanpa bantuan Allah Azza wa Jalla.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
“Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. 39 ayat 49).
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”. (Qs. 31 ayat 18).
Lalu setelah itu kita bangun dari sujud syukur untuk berdiri tegak kembali.
Gambaran untuk kembali bersemangat meraih keberhasilan berikutnya.
Semangat berjuang dengan kesabaran yang berlipat ganda untuk meningkatkan kontribusi kita kepada kemanusiaan.
Sebaliknya, orang yang bersabar tak perlu bersujud sabar karena ia harus tetap berdiri tegak sebagai simbol tak perlu menghinakan diri dan minder kepada manusia.
Tak perlu menghiba atau meminta belas kasihan kepada orang lain, sehingga menjatuhkan harga dirinya. Itulah sebabnya tak perlu bersujud sabar.
Bahkan pada puncak kesabaran, justru ditandai dengan sunnah melakukan qunut nazilah yang tetap berdiri tegak dengan mengangkat tangan berdoa, sebagai simbol hanya Allah Azza wa Jalla tempat kita bergantung dan mengadu atas musibah yang terjadi, terutama akibat kezaliman orang lain.
Mengapa Ada Sujud Syukur, tapi Tidak Ada Sujud Sabar
Baca juga: Sujud Syukur Jika Mendapat Kabar Gembira
Rakyat Palestina yang saat ini sedang mengalami musibah akibat kekejaman Zionist Yahudi dapat menjadi contoh tentang bagaimana seharusnya kesabaran dilakukan.
Mereka tetap berdiri tegak tanpa rasa takut kepada tentara Zionis yang ada di sekeliling mereka.
Terus berjuang dengan semangat tinggi untuk memerdekakan negerinya dan al Quds, walau darah dan air mata taruhannya.
Maka di awal tahun 2025 ini, mari kita bersyukur atas apa saja nikmat yang telah Allah berikan kepada kita di tahun-tahun sebelumnya dengan cara “bersujud” (tidak sombong dan semakin mendekatkan diri kepada Allah).
Lalu mengisi tahun 2025 ini dengan berdiri tegak, yakni terus bersemangat dan bersabar memberikan kontribusi maksimal kepada kemanusiaan demi mencapai cita-cita tertinggi kita : diridhoi Allah Azza wa Jalla untuk masuk ke dalam keabadian surga-Nya.
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. 3 ayat 133).[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah