KETUA Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, menyayangkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyoal kembali Surat Edaran (SE) Menteri Agama yang terbit 18 Februari 2022 soal aturan pengeras suara dalam menyambut ramadan tahun ini.
Pelayangan Surat Edaran oleh Mentri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas jelang Ramadan 1445 Hijriah/2024 kembali menyita perhatian.
Pasalnya, imbauan kontroversial tersebut berisikan larangan penggunaan pengeras suara di luar Masjid, selama pelaksanaan bulan Ramadan tahun ini.
Dikutip dari Fraksi PKS, menurut Jazuli Juwaini, bukannya memotivasi umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadah di bulan suci, fokus Menag kepada SE tersebut justru mengusik toleransi yang sudah baik selama ini khususnya dalam menyemarakkan bulan suci ramadan.
“Menag Gagal Fokus. Menjelang ramadan, mestinya Menag memotivasi dan membesarkan hati umat Islam agar menyemarakkan ramadhan sehingga kualitas iman dan amal semakin meningkat. Mengapa justru fokus pada pengeras suara?” terangnya.
Baca juga: SD JISc Menyambut Ramadan dengan Penuh Antusias
Aturan Pengeras Suara saat Ramadan Kembali Menuai Kontroversi
Tolaransi umat Islam dan umat-umat lain dalam menjalankan ibadah sudah baik sejak dulu dan tidak ada masalah. Jadi, Menag jangan salah paham tentang toleransi bangsa ini.
“Semarak ramadan dengan aktivitas tarawih, tadarus al-Qur’an, pengajian, itu semua bagian dari semangat beribadah dan syiar komitmen beragama yang baik untuk pembangunan bangsa. Dan itu sudah berlangsung lama, bukan hanya saat Yaqut jadi Menteri Agama, dan selama ini tidak ada masalah,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Jazuli, semarak syiar melalui pengeras suara di bulan suci ini bukan masalah toleransi. Waktunya pun bukan waktu orang istirahat. Takmir masjid dan umat Islam juga pasti punya kontrol sosial yang baik agar syiar itu diterima dengan baik dan tidak mengganggu orang.
Jadi, Menag jangan salah paham hakikat toleransi. Jazuli Juwaini mengibaratkan tradisi di negara Barat, lonceng berbunyi keras tiap jam biasa saja. Yang tidak boleh itu mengganggu ketertiban umum dan membuat kerusuhan.
“Sementara syiar beragama itu justru bagus dan sejalan dengan sila pertama Pancasila. Karena Indonesia bukan negara demokrasi liberal, tetapi negara demokrasi yang ber-Tuhan sesuai pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa,” pungkasnya.[Sdz]