Oleh: Subhan Akbar, Relawan Kemanusiaan.
BEBERAPA kali mau buat komen terkait kasus ACT, tapi gak jadi. Takut salah. Takut keliru menilai sesuatu yang saya gak paham duduk perkaranya.
Tapi sebatas yang saya baca di media, setidaknya bisa disimpulkan: ACT itu korban. Korban eksploitasi pihak-pihak tertentu yang ingin memperbaiki kedudukan sosial ekonominya melalui jabatan. Korban dari pihak tertentu yang mencoba mempersonifikasi ACT sebagai aset pribadinya.
Tak heran bila kemudian banyak keputusan yang berujung pada penguatan kedudukan pimpinan. Padahal sebagai sebuah lembaga kemanusiaan, ACT milik publik. Dan jajaran manajemen sekadar melaksanakan tugas pengolaan berdasarkan AD/ART, UU dan peraturan lain yang terkait.
Dengan kedudukan seperti itu, tidak layak bagi kita menyerang ACT sebagai kelembagaan. Yang ada harusnya kita bersimpati. Kok, bisa lembaga kemanusiaan sebesar ACT dipimpin dengan sistem dan manajemen seperti itu. Harusnya kita bersyukur bahwa masih banyak orang baik di ACT yang tergerak untuk mereformasi sistem manajemen lembaga itu.
Sebagai sebuah lembaga, ACT sudah melakukan banyak hal bagi kemaslahatan umat dan masyarakat. Sudah ribuan aksi kemanusiaan dijalankan. Dan semua penerimaan dan pengeluaran program kemanusiaan dan operasional tersebut sudah diaudit oleh lembaga independen yang terpercaya.
Bila belakangan ada masalah yang membelit, maka tidak serta merta lembaga itu yang perlu diserang.
Perlu dilihat dulu duduk perkaranya secara adil. Bila secara kelembagaan bermasalah maka tidak ada salahnya untuk diperbaiki berdasarkan aturan main yang ada. Tapi kalau ada penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pimpinannya, maka fokus kemarahan dan kekecewaannya cukup ditujukan hanya pada pelakunya. Bukan pada lembaga.
Naas bagi ACT, isu ini terlanjur meluas kemana-mana. Bahkan BNPT dan PPATK merasa perlu menanggapi dengan narasi yang kurang sedap. Terkesan ada penyaluran dana kemanusiaan untuk kegiatan terlarang.
Belakangan, Kementerian Sosial, berencana mengevaluasi izin ACT.
Tentu penyikapan seragam seperti itu akan merugikan ACT. Alih-alih mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperbaiki sistem manajemen, ACT malah diserang dengan isu yang tidak sedap.
Pemerintah seketika tidak melihat ACT sebagai aset berharga yang perlu didampingi agar kiprahnya terus terjaga pasca-perubahan manajemen.
Tentu itu bukan sikap yang baik dalam menghadapi lembaga yang sedang menghadapi masalah. Dan ketika pemerintah sudah keliru menentukan sikap apakah publik juga harus ikut-ikutan. Semestinya jangan.
Kasihan ACT. Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Wallahu a’lam bishowab.