ChanelMuslim.com – Assalamualaikum Pak Ustadz, pernah dengar tentang tidak bolehnya mencela pemimpin, dan harus patuhnya kita pada pemimpin walau dia zalim sekalipun. Dan berdosanya kita kalau berusaha menjatuhkan pemimpin yang tidak baik itu. Terima kasih Pak Ustaz.
Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan
Artikel ini adalah kelanjutan dari Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim (1)
Jangan Mendukung Orang Zalim
Sebagian kalangan, sayangnya mereka juga berasal dari aktivis Islam, justru menjadi bumper bagi penguasa yang zalim. Membungkus pembelaannya kepada penguasa zalim dengan memelintir dalil-dalil yang ujungnya adalah agar manusia diam saja walaupun harta mereka dirampas, yang penting pemimpin itu masih shalat. Pemikiran ini bertentangan dengan Al Qur’an, As Sunnah, dan Sirah para salaf.
Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim (2)
Allah Ta’ala melarang keras condong kepada orang zalim, maka bagaimana bisa seorang muslim malah jadi pelindungnya? Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Hud: 113)
Dalam ayat lain:
“Dan janganlah kamu taati orang-orang yang melampuai batas (yaitu) mereka yang membuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (QS. Asy Syu’ara: 151-152)
Ayat lain:
“Dan janganlah kalian taati orang yang Kami lupakan hatinya untuk mengingat Kami dan ia mengikuti hawa nafsu dan perintahnya yang sangat berlebihan.” (QS. Al Kahfi: 28)
Taat kepada penguasa yang zalim merupakan bentuk ta’awun (tolong menolong) dalam dosa dan kesalahan, padahal Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan kesalahan.” (QS. Al Maidah:2)
Dalam As Sunnah pun, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut para pelindung, pendukung pemimpin yang zalim bukanlah termasuk umat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak akan mendapatkan telaganya.
Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam bersabda:
«اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،َ»
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sesudahku nanti akan ada para pemimpin?
Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan mendukung kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.”
(HR At Tirmidzi no. 2259, An Nasa’i no. 4208, Shahih)
Maka, sangat tidak pantas mereka selalu membenarkan kezaliman penguasa zalim, membelanya di mimbar-mimbar ta’lim, BC, medsos, dan mengklaimnya sebagai ajaran salaf.
Nama-nama besar generasi salaf dan khalaf menghiasai sejarah perjuangan ulama di hadapan penguasa yang zalim, seperti Said bin Jubeir, Abdullah bin Az Zubeir, Ibnu Al Asy’ats, Amir Asy Sya’biy, Ibnu Sirin, Sufyan Ats Tsauriy, imam yang empat, Izzuddin bin Abdissalam, An Nawawi, Ibnu Taimiyah, dan lainnya.
Bersambung… [Ln]