ChanelMuslim.com – Dari Asiyah, Istri Fir’aun kita bisa banyak belajar. Khususnya, saat beliau memiliki suami yang kafir, tetapi tetap bisa berpegang teguh kepada agama Allah.
Baca Juga: Ingatlah Firaun Tenggelam Di Puncak Kezalimannya
Dari Asiyah Kita Belajar
Dikutip dari channel telegram Generasi Shalahuddin, Fir’aun, nama itu disebut 74 kali dalam Al Qur’an sebagai pelajaran buat kita.
Dia, seorang pemimpin yang memiliki segalanya, kuasa Mesir di tangannya sepenuhnya, beserta jutaan tentara dan proyek-proyek infrastruktur yang tiada bandingnya.
Penjahat itu disebut berkali-kali supaya kita tahu; betapa banyak orang jatuh karena fitnah kuasa.
Namun, di sisinya ada satu tokoh yang membuat kita takjub dengan keberaniannya untuk melakukan perubahan bahkan di tengah istana sang diktator.
Asiyah binti Muzahim, istri Firaun sendiri memutuskan untuk beriman pada Allah dengan segala konsekuensinya.
Sebab ia tahu mana yang benar. Namun yang membedakannya dengan yang lain adalah ia meyakini kebenaran itu dan hidupnya ia curahkan demi merealisasikannya. Ketauhidan.
Ia tahu bahwa keadaan begitu menjepit, orang-orang di sekitarnya menghantui dengan teror dan ancaman, dan suaminya sendiri, adalah manusia terzalim di muka bumi kala itu.
Baca Juga: Pembebasan Konstantinopel dari Masa ke Masa (2)
Begitulah Perubahan Datang
Namun lagi-lagi, begitulah perubahan datang, dengan determinasi, keyakinan utuh dan keberanian. Akhirnya kita mengenang abadi Asiyah dalam bait suci At Tahrim yang indah.
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,” (At Tahrim [66] 11)
Kisah Asiyah membeberkan kita satu pelajaran untuk tak banyak beralasan dengan keadaan dan atmosfer hidup yang menurutmu menghalangimu berubah.
Ada dua unsur utama yang memengaruhi manusia untuk membuat keputusan, internal yakni dirinya sendiri, dan eksternal yaitu lingkungannya.
Namun, kata Dr Abdul Karim Bakkar, “Unsur internal selalu lebih dominan memberikan keputusan daripada eksternal.”
Jika kita beranggapan untuk menunda terlebih dahulu perubahan dengan sebab keadaan, sebenarnya itu hanya alasan karena tekad kita belum penuh.
Jika ada impian yang digantung tinggi-tinggi di langit pikiran dan ada kenyataan yang sekarang kamu lakoni, ada jarak yang memisahkan keduanya, namanya aksi.
Aksi untuk berubah muncul dari diri yang tekadnya bulat. Dan tekad yang teguh, juga kebeningan batin yang jernih, akan membuat kamu alergi dengan alasan-alasan.
Tujuannya baku, mimpinya jelas dan terang, caranya mencapainyalah yang fleksibel. Bukan kebalikannya. Orang yang suka beralasan, biasanya cara hidupnya datar dan tujuannya berubah-ubah.
Namun, orang yang “no excuse”, tujuannya baku, dan ia bisa berdinamika menemukan cara-cara baru untuk survive.
Dan Asiyah, wanita inspirasi Qur’ani itu jadi salah satu model utama buat kita. [Cms]