ChanelMuslim.com – Kisah ini kelanjutan dari Walau Sakit Sa’ad Tak Ingin Berdiam Diri untuk Turut Berjuang
Ketika itu bangkitlah, singa yang menyembunyikan kukunya itu, lalu berdiri di hadapan tentara menyampaikan pidato dengan tak lupa mengutip ayat mulia berikut ini:
“Bismillahirrahmanirrahim. Telah Kami cantumkan dalam Zabur setelah sebelumnya Kami cacat dalam (Lauh Mahfudz) peringatan bahwa: Bumi itu diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih…”
(Q.S. Al-Anbiya’: 105)
Setelah menyampaikan pidatonya saat shala dzuhur bersama tentaranya, kemudia sambil menghadap kepada mereka, ia mengucapkan takbir empat kali, Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Walau Sakit Sa’ad Tak Ingin Berdiam Diri untuk Turut Berjuang (2)
Alampun bergemuruh dan bergema dengan suara takbur, dan sambil mengulurkan tangannya ke muka bagai anak panah yang sedang melepas laju menunjuk ke arah musuh, Sa’ad berseru kepada anak buahnya:
“Ayuhlah maju dengan berkat dari Allah!”
Dengan menabahkan diri menanggung sakit yang dideritanya, Sa’ad naik ke ujung rumah yang ditinggalinya dan yang diambilnya sebagai markas komandonya.
Sambil telungkup di atas dadanya yang dialasi bantal sementara pintu anjung itu terbuka lebar. Sedikit saja serangan dari orang-orang Persi ke rumah itu, akan menyebabkan panglima Muslimin jatuh ke tangan mereka, hidup atau mati. Tetapi ia tidak gentar dan tidak merasa takut.
Bisul-bisul pecah berletusan, tetapi ia tidak peduli, hanya terus berseru dan bertakbir serta mengeluarkan perintah kepada anak buahnya:
“Majulah ke kanan…” dan kepada yang lain: “Tutup pertahanan sebelah kiri, awas di depanmu hai Mughirah… Hai Asy’ats… Hantai Hai Qa’qa’… majulah semua hai shahabat-shahabat Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam …!”
Suaranya yang berwibawa penuh dengan dengan kemauan dan semangat baja menyebabkan masing-masing prajurit itu berubah menjadi kesatuan yang utuh.
Maka berjatuhanlah tentara Persi, tak ubah bagai lalat-lalat yang berkaparan, dan rubuhlah bersama mereka keberhalaan dan pemujaan api!
Dan setelah melihat tewasnya panglima besar dan prajurit-prajurit pilihan mereka, sisa-sisa musuh tunggang langgang melarikan diri.
Mereka dikejar dan dihalau oleh tentara Islam sampai ke Nahawand lalu ke Madain. Ibu kota itu mereka masuki untuk merampas kursi singgasana dan mahkota Kisra yang menjadi lambang keberhalaan. [Ln]