ChanelMuslim.com – Inspirasi terkait menanamkan sikap tanggung Jawab kepada anak bisa kita lihat dari Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Seperti diketahui, kedewasaan dan kemandirian pada diri anak tidak tumbuh hanya dengan menunggu bertambahnya umur.
Baca Juga: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Bullying di Sekolah?
Menanamkan Sikap Tanggung Jawab pada Anak
Keduanya tumbuh melalui proses pendidikan tanggung jawab “at tarbiyah Al mas’uliyah”, di mana anak dilatih untuk memikul tanggung jawab sejak kecil.
Dikutip dari channel telegram @teladanpendidikan, melalui kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail, kita belajar pentingnya menanamkan sikap tanggung jawab kepada anak. Allah berfirman,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Ulama menafsirkan bahwa usia kesanggupan pada anak dimulai pada usia 13 tahun. Pada fase ini anak dirasa telah siap melakukan pekerjaan besar.
Pada usia inilah Nabi Ismail kecil telah ikut serta dalam pembangunan kabah bersama ayahnya.
Seperti itu juga Rasulullah telah dilatih kemandiriannya ketika berusia 12 tahun. Pada usia ini Rasulullah telah diikutsertakan dalam ekspedisi dagang ke luar negeri oleh Abu Thalib.
Pada usia 17 tahun, Rasulullah telah mandiri dan memimpin ekspedisi perdagangan internasional. Bahkan, sebagai seorang pedagang beliau telah menjelajah 17 negeri di luar Makkah.
Baca Juga: Keselarasan Cinta dan Tanggung Jawab Miqdad bin Amr
Menyertakan Nabi Ismail dalam Pembangunan Ka’bah
Dalam proses pembangunan Ka’bah, Nabi Ibrahim menyertakan Nabi Ismail dari awal sampai selesai.
Nabi Ismail membantu sang ayah mengambil batu sebagai bahan bangunan, sedang sang ayah merancang dan membangun Ka’bah
Ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka’bah, mereka pun berdoa, “Ya Allah, terimalah amal kami sesungguhnya engkau maha mendengar dan mengetahui. (QS: Al-Baqarah: 127).
Melalui doa ini ada hal penting yang ingin diajarkan kepada Ismail, bahwa apa pun pekerjaan dan prestasi yang telah dilakukan maka muaranya harus Allah.
Hari ini, siapa pun yang mengunjungi baitullah akan melihat maqom Ibrahim dan hijr Ismail sebagai dua monumen budi pekerti dari dua manusia agung pembawa risalah.
Maqom Ibrahim mengingatkan para orang tua tentang kesuksesan seorang ayah menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak, sedang hijr Ismail melambangkan kesuksesan anak membantu sang ayah memikul tanggung jawab yang Allah perintahkan kepada mereka.
Keagungan budi pekerti Ismail dalam melaksanakan tanggung jawab tidak lahir begitu saja, melainkan melalui proses dan didikan manusia agung, bapak para anbiya, Ibrahim. [Cms]