Chanelmuslim.com – Peristiwa perjalanan isra miraj Rasulullah 14 abad lalu tentu sulit dicerna oleh akal manusia. Orang-orang yang belum masuk Islam tentu tidak mudah mempercayainya bahkan yang sudah masuk Islam pun menjadi murtad.
Menjelang fajar, Rasulullah membangunkan Ummu Hani dan seluruh keluarganya.
“Oh, Ummu Hani,” sabda Rasulullah, “seperti engkau maklum, semalam saya shalat malam terakhir bersama Anda. Kemudian saya ke Baitul Maqdis dan shalat di sana. Barusan ini, kita shalat subuh bersama.”
Baca Juga: Kisah Pembangunan Ka’bah oleh Orang-orang Quraisy
Tepuk Tangan Quraisy Saat Rasulullah Bercerita Isra Miraj (1)
Rasululullah kemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu beliau akan keluar dan mengabarkan Isra dan Mi’raj kepada orang banyak. Rasulullah berdiri dan berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal, beliau tahu apa yang akan dikatakan orang-orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat Rasulullah tidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu.
Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasulullah sehingga Ummu Hani terpaksa menarik jubah Rasulullah dengan tergesa-gesa.
“Ya Rasulullah, jangan mengatakannya kepada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta dan mereka akan menghinamu.”
Rasulullah tersenyum menentramkan, “Demi Allah, saya akan tetap mengatakannya.”
Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah yang sudah demikian kuat. Ketika Rasulullah pergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil seorang hamba sahayanya,seorang perempuan dari Habasyah.
“Pergilah,ikuti Rasulullah dan dengar apa yang dikatakan kaumnya terhadap beliau.”
Hamba sahaya itu pun bergegas pergi.
Quraisy Gempar
Saat itu di dekat Ka’bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Ketika melihat Rasulullah, Abu Jahal bertanya dengan congkak, “Hai Muhammad! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi?”
“Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru.”
“Apa itu? Ceritakanlah,” Abu Jahal bersiap mengejek.
“Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis.”
Senyum Abu Jahal melebar, “Ke Baitul Maqdis dan pagi pagi begini sudah kembali tiba di sini?”
“Ya, semalam aku pergi ke Baitul Maqdis.”
Abu Jahal tertawa sambil menggeleng geleng heran, “Apa kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka apa yang telah kamu katakan kepadaku tadi!”
“Baik, panggil mereka kemari,” tegas Rasulullah.
Seketika itu juga , Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang orang biasa.
Dalam waktu singkat, semua orang datang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah.
“Hai Muhammad!” seru Abu Jahal. “Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!”
Rasulullah pun bersabda, “Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis.”
Orang orang terperangah. Semua orang yang hadir di situ bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar kata kata Rasulullah.
“Pergi ke mana, Muhammad?”
“Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis.”
Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara suara itu, Abu Jahal berteriak, “Wah, Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!”
Olok olok makin ribut terdengar. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk tangan. Bagi bangsa Arab, tepuk tangan bukanlah tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan di atas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa dipercaya.
Orang orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu apa yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah. (w)
bersambung…
Sumber : Muhammad Teladanku, Penerbit Syaamil.