ChanelMuslim.com- Begitu banyak momen yang menyenangkan dalam hubungan suami istri. Tapi, ada juga momen-momen yang sangat rentan. Jika salah mengolah, hubungan akan goyah.
Suami istri itu hubungan hidup antara dua insan. Keduanya terikat dalam mitsaqan ghalizha, atau perjanjian yang kuat. Yaitu, akad pernikahan yang diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala.
Hubungan hidup dua insan ini adalah perjalanan panjang. Bukan satu atau dua tahun. Tapi, untuk seumur hidup. Dan, akan bersambung insya Allah dalam kehidupan akhirat yang bahagia.
Namun begitu, bukan dunia kalau tanpa ujian. Ada momen-momen di mana hubungan suami istri diuji. Dan di antara ujian-ujian itu ada yang cukup rentan menggoyahkan hubungan.
Ada Badai Keuangan Keluarga
Badai kadang tak bisa diprediksi. Ia datang tiba-tiba tanpa isyarat. Ketika tanpa persiapan dan antisipasi yang matang, kedatangan badai keuangan bisa memporak-porandakan tatanan rumah tangga.
Ada dua tipe badai keuangan keluarga. Pertama, badai yang datang menyeluruh melalui krisis ekonomi negara. Siapa pun yang ada di negara yang krisis berpeluang besar terkena imbas. Ada imbas yang kecil, sedang, dan umumnya yang besar.
Imbasnya bisa macam-macam. Ada PHK besar-besaran, kebangkrutan usaha, kesulitan modal, dan hal-hal “horor” lainnya.
Sementara jenis badai yang kedua yaitu badai lokal. Hanya keluarga itu saja yang diuji Allah dengan krisis internal. Bisa karena PHK, kebangkrutan usaha, dan lainnya.
Bedanya dengan badai yang pertama, badai yang kedua relatif lebih ringan. Karena ada peluang meminta bantuan ke pihak luar keluarga. Seperti, teman, kerabat, dan lainnya.
Namun pada badai yang pertama, terasa lebih berat. Hal ini karena semua orang terkena imbas. Sehingga sulit mencari “pelampung” ke orang lain.
Sisi positifnya pada badai yang pertama, ada perasaan senasib dengan orang-orang sekitar. Sehingga pukulannya bisa terasa lebih ringan. Setidaknya, bisa bercermin dengan yang lebih susah.
Namun begitu, baik badai pertama dan kedua sama-sama memberikan pukulan berat. Dan tidak semua orang bisa melakukan penyesuaian dengan cepat. Di momen inilah kadang ikatan suami istri bisa kena imbas.
Ada kegelisahan di situ. Ada juga bibit ketidakpercayaan. Terutama ketidakpercayaan istri terhadap kemampuan survival suami. Kadang orang bisa berenang di air tenang, tapi tenggelam di ombak besar.
Imbas ini biasanya muncul setelah segala langkah penyesuaian mengalami kegagalan. Sementara, akumulasi kebutuhan dasar sudah tidak lagi mengenal toleransi.
Belajar dari situasi ini, siapa pun suami istri harus konsisten menyimpan dana cadangan. Selagi ada jangan untuk foya-foya, tapi tetap memegang prinsip-prinsip belanja yang sehat dan akurat.
Dengan kata lain, lebih baik hidup dengan sekadarnya tapi punya resistensi yang kuat di saat krisis daripada menerapkan belanja keluarga yang easy going.
Tentu yang tidak kalah penting dari soal dana cadangan dan tabungan adalah kekuatan iman dan tetap utuhnya kasih sayang keluarga. Karena krisis bukan soal hitungan matematis, tapi juga ujian tingkat kesabaran dan syukur kita. [Mh]