Chanelmuslim.com – Berbicara pendidikan anak dalam Islam, maka Allah memperingati kita dengan surat An-Nisa ayat 9 :
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
Baca Juga: Pendidikan melalui Literasi Digital adalah Investasi yang Mulia
Pendidikan Anak dalam Islam Sederhana Konsepnya
Kita diperingati agar takut pada suatu kondisi dimana kita meninggalkan anak keturunan dalam kondisi yang lemah. Ini adalah peringatan dari Allah akan kondisi keturunan yaitu anak atau cucu kita. Sementara Rasulullah menyukai umatnya yang memiliki keturunan yang banyak. Kondisi yang sedikit berlawanan.
Namun, dalam surat tersebut selain Allah memberi peringatan, Dia pun memberikan solusinya. Solusi yang disebutkan adalah bertaqwa kepada Allah dan berbicara yang benar. Maka konsep pendidikan anak dalam Islam sederhana yaitu bertaqwa dan berkata yang benar.
Taqwa seharusnya sudah menjadi dasar dalam membangun rumah tangga sebagaimana tercantum dalam surat An Nisa ayat 1 :
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari ke-duanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Bangunan kekeluargaan harus dilandasi ketaqwaan. Jika ada pasangan yang menikah dengan niat membangun keluarga dan tidak dilandasi ketaqwaan, maka akan sulit mendidik anak menjadi baik atau sholeh.
Allah telah menunjukkan kekuasaannya dengan menciptakan adam, kemudian hawa dari tulang rusuk adam dan kemudian keturunan-keturunannya. Dan Allah pun menunjukkan kekuasaan-Nya ketika Maryam melahirkan Isa. Begitupun dengan kisah Nabi Zakariya yang mandul dan sudah tua tetapi kemudian Allah karuniai anak. Ada hikmah dan pelajaran ketaqwaan dari kisah-kisah tersebut.
Hal yang harus diperhatikan dalam ketaqwaan adalah menjaga lisan dengan perkataan yang benar. Lisan yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Dan metodenya adalah dengan menberikan contoh atau pemodelan dalam diri orang tua.
Orang tua harus dapat memberikan contoh/teladan dari sikap ketaqwaan dan perkataan. Jika antara perbuatan dan perkataan tidak sesuai maka pemodelan akan cacat. Akan sulit mendidik anak.
Contoh jika kita menginginkan anak menghafal Alquran menjadi penghafal Alquran maka setidaknya orangtua harus ikut juga menghafal Alquran, setidaknya terlihat oleh anak bahwa orang tuanya pun menghafal Alquran.
Komitmen suami istri sangat dibutuhkan untuk membangun keluarga yang bertaqwa, karena itu pelajari ayat-ayatnya dan hadits-haditsnya. Hal yang utama juga dalam pendidikan anak adalah makanan dan minuman yang halal. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir :
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Makanan yang syubhat berpotensi untuk menjadi haram, bukan pada yang halal, begitu pun dengan harta yang syubhat. Karenanya keluarga muslim perlu berhati-hati, ketika ada keraguan pada satu makanan atau datangnya harta apakah halal atau haram, lebih baik ditinggalkan.
Kisah Rasulullah ketika mendapati Husein memakan kurma di masjidil haram, Rasul langsung memasukkan jarinya ke dalam mulut Husein agat Husein memuntahkannya, lalu Rasulullah menjelaskan bahwa Nabi dan keluarganya haram memakan sedekah. Di Masjidil Haram setiap hari banyak sekali yang bersedekah dan menggantungkan kurma-kurma di suatu sudut bagi mereka yang tidak memiliki rumah dan sering tinggal di Masjidil Haram dan ada yang terjatuh kemudian dimakan Husein yang masih kecil. Jika dilihat bagaimana Rasul memaksa Husein dengan jarinya, maka inilah sikap tegas beliau. Sementara banyak diantara kita, ketika ragu akan kehalalan suatu produk dan kemudian termakan kita hanya bilang ” ya sudah gak apa-apa cuma sedikit.”
Berhati-hati dan menjaga lebih baik tentunya. Selalu memastikan harta yang halal untuk keluarga, dan teruslah belajar dan berkata yang benar pada anak agar dapat selalu bersama hingga surga.
Oleh : Ustadz Elvien Sasmita
*Disarikan dari Kajian Walisantri Kampung Sahabat Bogor, Rabu 3 Agustus 2016. Pemateri adalah ayah dari 7 putera/puteri, Pendiri Yayasan CahayaSiroh, Direktur Madrasah Al Fatih Hambalang, Bogor.