ChanelMuslim.com- Allah subhanahu wata’ala memerintahkan Nabi Musa untuk mendakwahi Firaun yang zhalim. Nabi Musa pun berdoa tentang hati, urusan, lisan, dan dampak.
Doa itu senjata utama seorang mukmin. Bahkan sekelas Nabi Musa pun memulai langkah dakwah dengan doa. Meminta kepada Allah tentang empat hal.
Empat hal itu adalah ketenangan hati, urusan yang dimudahkan, ucapan yang jelas, dan dampak dari yang diucapkan yaitu orang mudah memahami dakwah.
Tentang peristiwa itu, Allah firmankan dalam Surah Thaha ayat 25 hingga 28.
“Dia (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku. Mudahkanlah urusanku. Lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Agar, mereka mengerti perkataanku.”
Nabi Musa memang memiliki masalah dengan lidahnya. Ada cacat di lidahnya yang membuatnya tidak lancar mengucapkan kata-kata. Sementara yang akan ia dakwahkan sosok Firaun yang lihai segala hal.
Doa ini Allah ungkapkan dalam Al-Qur’an tentu memiliki hikmah besar. Banyak pelajaran yang terkandung dalam doa ini. Dan, bukan hanya Nabi Musa yang berhak dengan doa ini, semua orang-orang beriman juga bisa mengamalkannya.
Tentang ketenangan hati. Hati menjadi pusat segala hal dari manusia. Jika ia dalam keadaan baik, maka akan baik segala yang dilakukan. Begitu pun sebaliknya.
Besar dan kecil masalah yang dihadapi, rumit dan mudah problem yang tengah dialami; boleh jadi bukan pada objek masalah dan problemnya. Melainkan pada keadaan hati pelakunya.
Inilah relativitas yang mungkin terjadi. Masalah yang sama dirasakan berbeda oleh setiap orang. Ada yang menganggapnya begitu berat, tapi tidak sedikit yang menilainya biasa.
Menariknya, pihak yang paling berwenang menguasai keadaan hati bukan si manusianya sendiri. Melainkan Pemilik hati yang sebenarnya: Allah subhanahu wata’ala. Allahlah yang membolak-balikkan hati manusia.
Inilah bagian dari diri manusia yang paling aktif bergerak sekaligus paling sensitif terhadap berbagai keadaan. Jika manusia tak mampu mengendalikan hati, maka sepatutnya untuk menyerahkannya kepada yang paling berkuasa melakukan itu: Allah subhanahu wata’ala.
Bagi Nabi Musa, Firaun memang sosok besar, menakutkan, dan berbahaya. Tapi, hal itu menjadi sangat relatif jika keadaan hati meresponnya berbeda.
Hati pula yang menjadi tangga pertama untuk menapaki urusan berikutnya. Jika gagal di sini, maka yang berikutnya akan rusak.
Tentang kelancaran urusan. Berhasil atau gagalnya menangani urusan bukan semata-mata karena skill atau keterampilan kita. Melainkan karena Allah yang memudahkan. Inilah keyakinan yang harus dipegang seorang mukmin.
Ikhtiar memang patut dilakukan. Tapi, sandarannya bukan pada sekadar percaya diri. Tapi karena doa dan izin dari Allah subhanahu wata’ala. Inilah yang akan menjadikan seseorang akan bersyukur atau kufur.
Orang yang memulai langkah dengan berdoa untuk dimudahkan, akan bersyukur jika hal itu berhasil. Dan yang hanya bermodal percaya diri akan merasa ujub bahwa keberhasilan itu murni karena dirinya. Dan itulah yang disebut kufur.
Menarik pelajaran yang bisa dipetik dari amaliah Nabi Musa alaihissalam. Dahulukan doa sebelum melangkah. Bukan semata-mata percaya diri, baru berdoa. [Mh]