ChanelMuslim.com – Bebaskan ekspresi anak, bantu raih mimpinya. Coba Bun, dari dua contoh di bawah ini, kira-kira Bunda tipe yang mana?
Contoh pertama: “Nduk, jangan ikut-ikutan bikin kue nanti bajumu kotor” kata Bunda sewot sambil mengaduk-aduk adonan kue.
“Jangan menyirami tanaman nanti bajumu basah” teriak Bunda yang sedang memasukan baju ke mesin cuci di belakang rumah.
“Jangan mainan ini, Ibu capek beresinnya” kata Bunda sambil asyik bermain HP.
“Jangan loncat-loncat, itu berbahaya, nanti kamu bisa jatuh” teriak Bunda sambil menarik tangan anaknya.
“Jangan bawa mainan ini di sekolah” kata Bunda sambil mengeluarkan mainan di dalam tas anak.
Contoh kedua: “Ayo Nduk, kita bikin kue bersama, tolong tuangkan tepungnya ya dan pecahkan telurnya setelah itu tuang air ini lalu diaduk-aduk” kata Bunda sambil duduk membuat kue bersama anaknya.
“Boleh kok menyirami tanaman, nanti tanamannya akan berterima kasih dan berdoa agar Allah memberi adik pahala” nasihat Bunda sambil memasukkan cucian kotor ke mesin cuci.
“Ayo kita bermain dengan mainan ini, nanti Adik bantu Bunda beresin ya,” ajak Bunda sambil mengambil sebuah mainan.
“Adik mau loncat-loncat, boleh nanti Bunda temenin ya” kata Bunda sambil mengikuti dari belakang.
“Adik mau bawa mainan ini, boleh tetapi adik jaga baik-baik ya” Pesan Bunda sambil menaruh mainan ke dalam tas.
Baca Juga: Meraih Hati Sebelum Menasihati
Bebaskan Ekspresi Anak
Dari dua contoh di atas, pastilah Bunda akan memilih contoh no. 2, iya kan Bun. Tapi tanpa kita sadari, kita sering sekali berada di posisi yang pertama lho.
Kita sering mengatakan “jangan, jangan dan jangan”. Wajar jika kita sering mengatakan “jangan”. Biasanya ada dua alasan mengapa kita mengatakan “jangan” yaitu saat apa yang dilakukan anak akan membuat kita repot dan alasan kedua adalah kita khawatir terjadi sesuatu kepada anak.
Bukan tidak boleh melarang anak, bahkan jika apa yang dilakukan anak berbahaya maka Bunda wajib melarang anak tetapi yang ingin saya garis bawahi adalah terlalu seringnya orang tua mengatakan “jangan” sehingga menghambat ekspresi dan eksplorasi anak serta kebebasannya sebagai seorang anak yang memiliki sifat dasar bermain.
Anak seperti terkungkung dalam penjara karena merasa banyak kebebasannya yang dibatasi. Ingat Bun, sifat seorang anak itu bermain, bereksplorasi, berekspresi, penuh kreativitas dan menyukai tantangan.
Jika semua hal itu dikengkang maka anak akan menjadi seorang penakut, tidak percaya diri, merasa tidak diterima di lingkungan keluarga.
Para psikolog mengatakan bahwa seorang yang sudah dewasa yang kecanduan bermain game itu karena masa bermain saat mereka kanak-kanak belum tuntas. Dengan demikian, sifat bermain yang belum tuntas itu, ia lampiaskan saat mereka telah dewasa.[ind]
sumber: Kulwap Tumbuh Yuk. Randy Ariyanto W. dan Dyah Lestyarini. Rumah Pintar Aisha: Agustus 2021.