ChanelMuslim.com – Merajut mimpi vs skill seorang ibu. Menikah, memiliki anak dan berkarier, suatu hal yang biasa di zaman sekarang ini. Malah mungkin, orang-orang seperti saya, yang memilih untuk menjadi ratu rumah tangga saja, dianggap aneh.
Baca Juga: Daurah atau Training untuk Life Skill
Oleh: Hifizah Nur, M.Ed. (Ketua Hikari Parenting School)
Tuut.tuut..tuut..terdengar dering bel telpon di seberang sana. Setelah berdering beberapa kali, akhirnya telpon diangkat.
“Halo, Assalamu’alaikum..” Suara yang dahulu sangat akrab di telinga,
“Waalaikum salam warohamatullah..Nia, apa kabar? Ini Vivi, sedang di Jakarta nih..”
Pekik terkejut dan senang terdengar dari sana. Lalu mengalirlah cerita-cerita keadaan kami saat ini.
“Anak sudah dua,” terang saya, ternyata sama.
Lalu sahabat lama saya itu pun bercerita tentang kesibukannya mengurus anak sambil melanjutkan profesi psikologi. Diceritakannya juga kelelahannya menjalani masa-masa profesi, sambil terselip pesan singkat,
“Kalau mau profesi sebaiknya cepat-cepat, makin lama, makin lupa loh…kalau mau S2 aja sih bisa kapan aja…”
Saya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kabar teman-teman lainnya. Setelah ngobrol beberapa saat, saya mengucapkan salam dan menutup telpon.
Di lain waktu, saya menelpon teman yang lain.
“Sudah bekerja menjadi konsultan di sebuah sekolah Islam Terpadu nih.., kamu kapan balik? nanti keburu lupa..” Serunya. Saya pun tersenyum kecil, sambil sedikit menceritakan aktivitas saya di Jepang.
Begitulah kegiatan saya bila balik ke Jakarta. Berlibur dari tugas-tugas rutin rumah tangga. Juga menyambung tali silaturrahim kepada teman-teman di sana.
Biasanya saya menelpon beberapa teman, menanyakan kabar dan aktivitasnya sekarang. Seperti hampir semua lulusan universitas ternama dengan jurusan yang tinggi peminat, rata-rata teman-teman saya memiliki karier yang bagus setelah lulus.
Baca Juga: Kisah Nyata Seorang Ibu yang Bayinya ‘Mati’ Selama Delapan Menit
Merajut Mimpi vs Skill Seorang Ibu
Menikah, memiliki anak dan berkarier, suatu hal yang biasa di zaman sekarang ini. Malah mungkin, orang-orang seperti saya, yang memilih untuk menjadi ratu rumah tangga saja, dianggap aneh.
Sayang, sudah sekolah tinggi-tinggi, tapi malah tidak bekerja. Begitu anggapan kebanyakan orang di sekitar saya.
Saya sendiri dahulu memiliki mimpi yang sama. Setelah menuntut ilmu di jurusan psikologi, tentu akan mudah mencari kerja. Menjadi wanita karier sambil mengurus rumah tangga.
Ilmu saya yang bisa membantu memecahkan kesulitan orang lain, tentu sangat bermanfaat bila diterapkan di masyarakat. Tapi saya memilih untuk off dulu. Mengurus anak-anak, dan belajar untuk menjadi madrasah pertama bagi anak-anak.
Ternyata, pilihan saya ini justeru membuahkan banyak hikmah. Sehari-hari berkutat dengan urusan rumah, mengurus anak-anak dan memikirkan pola pendidikan yang terbaik untuk mereka, bukan suatu hal yang mudah seperti anggapan kebanyakan orang.
Perlu berbagai skill untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Kalau saya rinci satu persatu, skill yang dibutuhkan untuk menjadi ibu rumah tangga adalah:
Skill kepemimpinan
Memimpin diri sendiri untuk mau membuat perencanaan diri, keluarga dan pendidikan anak bukan sesuatu yang mudah.
Begitu juga ketika harus menerapkan gaya kepemimpinan itu kepada anak-anak. Butuh banyak kesabaran agar anak mau memahami apa yang diinginkan seorang ibu.
Skill manajerial
Menghadapi banyak pekerjaan dengan waktu yang terbatas butuh kemampuan mengatur diri, mengatur jadwal anak-anak dan waktu, agar semua pekerjaan bisa selesai dengan hasil yang memuaskan.
Skill komunikasi
Mengkomunikasikan ide-ide kepada suami dan anak-anak butuh kemampuan tersendiri.
Skill mendidik anak
Mendidik anak dengan orientasi menurunkan nilai-nilai yang dimiliki orang tua bukanlah perkara mudah, terutama bila lingkungan sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan di dalam rumah. Selain itu, juga punya peran sebagai HRD yang mengembangkan potensi anak-anak juga perlu dimiliki setiap ortu.
Skill mengurus rumah
Memasak dan memenuhi kebutuhan fisik semua anggota keluarga. Untuk saya, skill ini benar-benar learning by doing.
Skill berkomunikasi dengan masyarakat
Hidup bertetangga dengan orang yang berbeda bahasa dan budaya bukan sesuatu yang mudah. Diperlukan rasa PD yang tinggi untuk tetap berbaur dengan masyarakat tanpa meninggalkan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh seorang muslim.
Skill manajemen emosi
Berusaha terus mempertahankan keinginan untuk berkembang dan mengasah berbagai potensi yang dimiliki, meskipun “hanya” berstatus sebagai ibu rumah tangga.
Saya menyadari kerja berat yang harus dipikul oleh setiap wanita yang mengaku dirinya muslim. Apa lagi orang-orang yang tetap memiliki karier di samping profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tentu lebih berat lagi amanah yang harus dipikulnya.
Saya sering mendengar cerita teman-teman yang memiliki double profesi. Sebagai seorang ibu dan sebagai mahasiswa. Betapa rumitnya mengatur waktu agar semua kewajiban-kewajibannya sebagai ibu, isteri dan mahasiswa terpenuhi dengan baik.
Mungkin ada kekurangan di sana-sini. Kurang memberikan perhatian kepada anak, tidak bisa seperti mahasiswa single lainnya yang berada di kampus sampai malam untuk mengerjakan penelitian dan lain sebagainya.
Akan tetapi, semua kekurangan-kekurangan itu berusaha untuk ditutupi dengan kerja sama yang baik antara ia dan suaminya. Suatu kerja sama yang indah untuk mencapai mimpi yang besar.
Saya pun suatu saat nanti akan merajut kembali mimpi yang tertunda itu. Insya Allah.[ind]