ChanelMuslim.com – Kisah diangkatnya Muhammad menjadi Rasulullah berlanjut dengan Khadijah yang berusaha menenangkan suaminya. Kata-kata Khadijah menenangkan hati Muhammad.
Baca Juga: Kisah Diangkatnya Muhammad Menjadi Rasulullah (1)
Khadijah Menenangkan Hati Muhammad yang Telah Menjadi Rasulullah
“Wahai putra pamanku. Bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas umat ini.
Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah yang mempererat tali kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata.
Engkau selalu mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”
Kata-kata Bunda Khadijah itu menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang sedang gelisah.
Bunda Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau malah memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.
Muhammad pun segera tenang kembali. Beliau memandang Bunda Khadijah dengan penuh kasih dan rasa terima kasih. Tiba tiba, sekujur tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.
Sejak saat itu, berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu, kehidupan penuh perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang Rasulullah, utusan Allah.
Baca Juga: Mengenal Kepribadian Rasulullah yang Mulia
Bunda Khadijah menatap suaminya yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang tertidur dengan nyenyak dan tenang sekali. Bunda Khadijah membayangkan apa yang baru saja dituturkan suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah.
“Semoga kekasihku ini memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar dari kegelapan,” demikian pikir Bunda Khadijah.
Saat berpikir demikian, senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang, berganti rasa takut memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya itu apabila orang-orang ramai menentang.
Demikianlah, pikiran bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Bunda Khadijah. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang dipercayanya.
Bunda Khadijah pun pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang jujur, dan menceritakan semua yang didengarnya dari Muhammad.
Waraqah menekur sebentar, lalu berkata, “Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima ‘namus besar’ seperti yang pernah diterima Musa.
Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap tabah.”
Bunda Khadijah pulang. Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas.
Tiba-tiba, tubuh suaminya menggigil, napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah. [Cms]
(Bersambung pada bagian ketiga)