ChanelMuslim.com – Kisah Khaulah Binti Tsa’labah berikut ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa setiap doa atau harapan yang kita panjatkan kepada Allah itu pasti didengar.
Selain itu, kita juga bisa mengambil hikmah lain dari kisah ini, yaitu terkait tindakan Khaulah yang tidak ingin melakukan sesuatu sampai hukum Allah jelas baginya.
Baca Juga: Kingkin Anida: Istri yang Luar Biasa Dibentuk dari Ketabahan dan Kesabaran
Khaulah binti Tsa’labah Disamakan dengan Punggung Ibu Sang Suami
Dilansir channel telegram KisahIslami yang mengambil dari sumber Mengenal Shahabiah Nabi, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly, et.ali., h.228-233, Penerbit At-Tibyan, dijelaskan bahwa Khaulah memiliki suami bernama Aus bin Shamit bin Qais.
Suaminya merupakan saudara dari Ubadah bin Shamit yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah.
Suatu hari, Khaulah mendapati suaminya marah sambil berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.”
Kemudian, Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang.
Beberapa lama setelah itu, dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi, kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.
Khaulah berkata, “Tidak! Jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkan terhadapku, sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.”
Baca Juga: Kisah Imam Syafi’i Mencari Jawaban Terkait Ijma’ (1)
Meminta Fatwa Rasulullah
Kemudian, Khaulah keluar menemui Rasulullah. Ia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya.
Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah pun bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut, aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah apa yang menimpa dirinya dan anaknya apabila dia harus cerai dengan suaminya.
Namun, Rasulullah tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya.”
Setelah berbicara dengan Rasulullah dan tidak mendapatkan jawaban yang diharapkannya, wanita itu mengangkat kedua tangannya ke langit sambil di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan.
Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan. Beliau berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku.”
Meminta fatwa kepada Rasulullah dan mengadu kepada Allah merupakan bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh Khaulah.
Tidak ada henti-hentinya wanita ini berdoa, sehingga suatu ketika Rasulullah pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan ketika menerima wahyu.
Baca Juga: Kisah Imam Syafi’i Mencari Jawaban Terkait Ijma’ (2)
Surat Al-Mujadalah Sebagai Jawaban
Kemudian, setelah Rasulullah sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan Al-Qur`an tentang dirimu dan suamimu.”
Rasulullah pun membaca wahyu yang diturunkan oleh Allah.
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah.
Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Mujadalah: 1)
Wahyu ini turun dari ayat 1 s.d. 4
Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) yang harus ditunaikan.
Rasulullah memerintahkan kepada suami Khaulah untuk memerdekan seorang budak.
Akan tetapi, Khaulah menyatakan bahwa Aus bin Shamit tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.
Rasulullah pun memerintahkan untuk shaum dua bulan berturut-turut. Namun, Aus merupakan laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.
Kemudian, Rasul memerintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin. Khaulah pun menjawab bahwa suaminya tidak memiliki kurma sebanyak itu.
Akhirnya, Rasulullah pun membantu dengan separuhnya, begitu juga dengan Khaulah yang juga membantu separuh.
Diputuskanlah sedekah kurma itu sebagai kafarat baginya.
Sahabat Muslim, semoga kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan ini membuat kita selalu yakin bahwa doa-doa kita akan selalu didengar Allah. [Cms]