ChanelMuslim.com—Anda tahu minyak jelantah? Minyak bekas menggoreng masakan di dapur ini, oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) diteliti dan akhirnya bisa dimanfaatkan sebagai biogasoline.
Terlebih mereka melihat, selain negeri ini penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, juga masyarakatnya yang konsumtif terhadap minyak goreng. Melihat potensi yang besar untuk dikembangkan inilah ketiganya berhasil mengembangkan produk Jeco-Gasoline semakin terbuka lebar.
“Penelitian produksi biogasolin dari bahan dasar minyak goreng bekas atau jelantah ini ditujukan untuk menghasilkan bahan bakar bensin yang ramah lingkungan,” kata salah seorang anggota penelitinya, Abdul Afif Almuflih, seperti dilansir laman situs UGM (24/3/2016)
Afif beserta dua rekannya, Khoir Eko Pamudi dari Departemen Kimia FMIPA serta Endri Geovani dari Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, mencari metode yang tepat untuk memproses minyak jelantah menjadi biodiesel. Mereka memanfaatkan reaksi hydrocracking untuk mengonversi minyak jelantah menjadi biogasolin.
Berkat ketekunannya dalam meneliti dan mengembangkan biogasoline minyak jelantah (JECO-Gasoline) tersebut, ketiganya berhasil meraih sejumlah kompetisi di tingkat nasional. Sedangkan di tingkat kompetisi internasional, mereka berhasil menyabet empat penghargaan.
Keempat penghargaan itu antara lain: Gold Medal dari World Invetion Intellectual Property Association (WIIPA) , Gold Medal dari Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (INNOPA), Bronze Medal dari Malaysian Technology Expo (MTE) 2016, dan Special Award dari Toronto International Society of Innovation & Advanced Skillis (TISIAS) Kanada.
“Minyak jelantah ini merupakan minyak goreng yang dipakai secara berulang, jika digunakan terus bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan tubuh,” jelasnya. Dari tangan dingin mereka inilah minyak jelantah bisa diubah menjadi biogasoline yang mampu menghidupkan mesin kendaraan bermotor.
Produksi biogasoline dimulai dengan pembuatan katalis sebagai media konversi minyak jelantah. Selanjutnya proses produksi dilakukan melalui proses hydrocracking. Minyak jelantah dipanaskan dalam tanur listrik, sehingga menghasilkan uap yang dialirkan ke katalis.
Setelah itu hasilnya akan menetes menjadi campuran biogasoline dan biodiesel yang selanjutnya dipisahkan menggunakan metode destilasi. “Hasilnya bisa memproduksi sekitar 42 persen biogasoline dan 29 persen biodiesel (solar nabati), sehingga dalam 1 liter minyak bisa memproduksi sekitar 420 ml (bahan bakar) yang terdiri dari 240 ml biogasoline dan 180 biodiesel,” paparnya, seraya menambahkan, peluang untuk memproduksi biogasoline semakin terbuka lebar di Indonesia. (mr/foto: ugm.ac.id)