Chanelmuslim.com-Hanan al-Hroub tahu benar bagaimana keseharian anak-anak Palestina yang hidup dalam perang. Kekerasan bagi anak-anak di Palestina menjadi makanan mereka sehari-hari.
“Masa kecil saya dikelilingi oleh kekerasan. Anak-anak menjadi dewasa secara instan karena harus menghadapi situasi konflik. Sejak hari pertama mengajar, sebagai guru saya juga berusaha berperan sebagai orang tua untuk anak-anak, memahami perilaku negatif mereka dan mencari solusinya,” kisah Hanan Al Hroub dalam wawancaranya dengan tim Global Prize Teacher.
Hanan sangat memahami sulitnya belajar di situasi konflik, karena ia juga tumbuh di kamp pengungsi di Betlehem. Ia menyadari harus ada yang membantu anak-anak melalui masa kecil mereka dengan lebih menyenangkan di situasi konflik. Ia berusaha menanamkan pemahaman menolak kekerasan sejak dini pada anak lewat permainan. Metode ini dianggap efektif untuk mendukung anak-anak yang menderita trauma akibat kekerasan perang. Misi kampanye menolak kekerasan membawa Hanan unggul di antara para finalis Global Teacher Prize 2016.
Pada 13 Maret 2016 lalu, Paus Fransiskus mengumumkan namanya sebagai Pemenang Global Teacher Prize 2016 lewat video di Dubai. Dalam pesan video itu, Paus mengatakan bahwa sebagai guru, Hanan turut menjadi pembangun persatuan dan perdamaian di tanah Palestina.
Hanan terjun menjadi pengajar sekolah dasar di Palestina setelah anaknya mengalami trauma mendalam akibat menyaksikan sang ayah ditembak dalam perjalanan sepulang sekolah. Sejak itu, perilaku dan kepribadian anaknya berubah drastis dan mengalami kemunduran dari segi akademis.
“Tidak ada guru yang bisa membantu putri saya melalui trauma ini. Saat itu, saya mulai mengembangkan permainan dan mengundang anak tetangga untuk bermain bersama di rumah. Kepercayaan diri putri saya mulai meningkat, perilaku negatifnya berkurang dan ia lebih berani bersosialisasi. Nilai-nilainya di sekolah juga membaik,” papar Hanan.
Setelah itu, ia makin yakin untuk menerapkan metode mengajarnya ini ke pendidikan dasar. Hanan mengusung slogan “No to Violence” dan menggunakan pendekatan khusus yang ia kembangkan sendiri untuk mendukung anak-anak yang menderita trauma akibat kekerasan perang. Fokus metode pengajaran Hanan adalah mengembangkan rasa saling percaya, respek, kejujuran dan hubungan welas asih dengan siswanya dan menekankan pentingnya literasi. Kegiatan berbagi cerita di pojok baca sekolah menjadi mediumnya untuk membangun moral siswa. Ide ini ia tuangkan dalam buku ‘We Play and Learn.’
Para guru finalis Global Teacher Prize lainnya adalah Maarit Rossi (Finlandia), Aqeela Asifi (Afghanistan), Ayub Mohamud (Kenya), Robin Chaurasiya (India), Richard Johnson (Australia), Kazuya Takahashi (Jepang), Michael Soskil dan Joe Fatheree (Amerika Serikat). Penghargaan ini diberikan oleh Varkey Foundation, sebuah badan amal dari firma pendidikan internasional GEMS untuk meningkatkan status profesi guru. Acara penganugerahannya dikemas bergaya a la Academy Award dan dihadiri oleh bintang Hollywood seperti Salma Hayek, Matthew McConaughey serta politikus dunia di antaranya mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair dan Wakil Presiden Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum.
Hadiah dana sebesar satu juta dolar Amerika dari kemenangannya itu akan digunakan Hanan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah pengungsi tempatnya mengajar. Setelah kemenangannya, Hanan disambut dengan antusias oleh publik Palestina lewat sebuah perayaan di Ramallah Square yang juga dihadiri oleh Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.
“Begitu banyak hambatan yang harus kami lalui dalam konflik di Palestina. Pendidikan dan pengetahuan adalah satu-satunya senjata untuk mengembalikan semua yang tercerabut dalam hidup kami. Mimpi saya sederhana saja, ingin melihat anak-anak Palestina menikmati masa kanak-kanak mereka dalam damai,” ujar Hanan dengan nada optimistis.(ind/fem)