ChanelMuslim.com – Apa yang terbersit di benak kita saat mendengar metode pengobatan thibbun nabawi? Pengobatan alternatif, pengobatan ala nabi atau pengobatan tradisional?!
Mungkin itu sebagian yang ada di benak kita ketika mendengar thibbun nabawi.
Thibbun nabawi berbeda dengan pengobatan alternatif yang lebih dulu dikenal masyarakat di Indonesia ini dan identik dengan pengobatan menggunakan jasa ‘orang pintar.’
Dan berbeda pula dengan pengobatan tradisional yang lebih mengandalkan penggunaan bahan-bahan alami dan berdasarkan pada pengetahuan dari orang tua secara turun temurun.
Thibbun nabawi merupakan metode pengobatan yang berdasarkan pada sunnah Rasul.
Mungkin tidak relevan jika pada zaman modern ini kita harus mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk pengobatan yang pada saat itu perlengkapan medis dan dokter pun belum ada.
Akan tetapi, ada yang dilupakan oleh kita yang telah terbiasa mengandalkan pengobatan modern.
Ketika sakit, hal yang pertama terlintas dalam pikiran adalah dokter, pergi ke dokter, mendengar diagnosa dokter mempercayainya dan menggunakan obat-obat yang dianjurkan dokter dan menyakini jika telah pergi ke dokter dan meminum obat akan sembuh.
Ketika sakit tak kunjung sembuh, kita pergi lagi ke dokter karena mungkin ada diagnosa tambahan atau ada yang salah, atau mungkin berpindah ke dokter lain.
Tidak ada yang salah memang, tetapi ada hal mendasar yang harus kita ketahui seperti yang diuraikan dalam dasar dari thibbun nabawi. Keberadaan berbagai penyakit termasuk sunnah kauniyyah yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa taala.
Penyakit-penyakit itu merupakan musibah dan ujian yang ditetapkan Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan sesungguhnya pada musibah itu terdapat kemanfaatan bagi kaum mukminin.
Shuhaib Ar-Rumi berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin.
Jika ia mendapatkan kelapangan, ia bersyukur. Maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar. Maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Termasuk keutamaan Allah Subhanahu wa taala yang diberikan kepada kaum mukminin, Dia menjadikan sakit yang menimpa seorang mukmin sebagai penghapus dosa dan kesalahan mereka.
Baca Juga: Praktisi Thibbun Nabawi: Penting Miliki Bekal Hidup Sehat sesuai Sunnah bagi Muslimah
Thibbun Nabawi Sebagai Metode Pengobatan Bukan Alternatif
Sebagaimana tersebut dalam hadits Abdullah bin Mas‘ud, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seorang muslim ditimpa gangguan berupa sakit atau lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5661 dan Muslim no. 6511)
Di sisi lain, sebagaimana Allah Subhanahu wa taala menurunkan penyakit, Dia pun menurunkan obat bersama penyakit itu.
Obat itupun menjadi rahmat dan keutamaan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya, baik yang mukmin maupun yang kafir.
Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah ra:
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5678)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu mengabarkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453.
Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451) Jabir radhiyallahu anhu membawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa taala.” (HR. Muslim no. 5705)
Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa taala.
Dengan demikian, mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini.
(Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi)
Karena itulah Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata:
“Sungguh para tabib telah sepakat bahwa ketika memungkinkan pengobatan dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan (kimiawi, –pent.).
Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks.
Mereka mengatakan: Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan.”
Ibnul Qayyim juga berkata: “Berpalingnya manusia dari cara peng-obatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat.” (Ath-Thibbun Nabawi, hlm. 6, 29)
Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah sekadar sebagai pengobatan alternatif.
Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa taala lewat lisan Rasul-Nya.
Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan thibbun nabawi.
Pengobatan yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diyakini kesembuhannya karena bersumber dari wahyu. Sementara pengobatan dari selain Nabi kebanyakannya dugaan atau dengan pengalaman/uji coba. (Fathul Bari, 10/210)
Namun tentunya, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang hamba tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu.
Dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya. Namun seharusnya ia bersandar dan bergantung kepada Dzat yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah Subhanahu wa taala.
Seorang hamba hendaknya selalu bersandar kepada-Nya dalam segala keadaannya.
Hendaknya ia selalu berdoa memohon kepada-Nya agar menghilangkan segala kemudharatan yang tengah menimpanya.
Allah Subhanahu wa taala berfirman:
“Siapakah yang mengijabahi (menjawab/mengabulkan) permintaan orang yang dalam kesempitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan (siapakah) Dia yang menghilangkan kejelekan?” (An-Naml: 62)
Sungguh tidak ada yang dapat memberikan kesembuhan kecuali Allah Subhanahu wa taala semata.
Karena itulah, Nabi Ibrahim alaihis salam berkata memuji Rabbnya:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (Asy-Syu’ara`: 80)
Pengobatan modern tentunya juga bermanfaat, karena dengan ditemukannya berbagai peralatan medis kita dapat mengetahui apa penyakit dan berbagai macam cara penyembuhannya.
Dan thibbun nabawi dapat menjadi dasar kita sebagai metode pengobatan terutama dalam hal memahami kondisi sakit dan berserah kepada Allah Subhanahu wa taala.
Sumber: AsySyariah Online ditulis ulang dari penulis Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari