ADA sebuah kisah tentang bermimpi memeluk bintang orion. Mimpi ini terjadi pada Khadijah. Seperti diketahui, Khadijah adalah seorang wanita yang dengan idealisme tinggi, emosi menggelora, berwawasan luas, dan diciptakan dengan kecenderungan taat beragama.
Selain itu, Khadijah juga bersih dan suci, hingga dikenal sebagai Ath-Thahirah (wanita suci) di antara para sebaya dan kaum wanita Quraisy.
Baca Juga: Fitria Yusuf, Putri Yusuf Hamka Putuskan Jadi Mualaf dan Bermimpi Bangun 1000 Masjid
Kisah Bermimpi Memeluk Bintang Orion
Sifat yang meliputi Khadijah ini sudah cukup membuatnya berada di awan perlombaan menuju segala keluhuran.
Khadijah sering mendengar penuturan-penuturan sepupunya, Waraqah bin Naufal tentang para Nabi dan agama. Angan-angannya berkibar di langit keutamaan dan kemuliaan nan tinggi yang tak mampu digapai oleh angan orang-orang di masanya.
Pada suatu malam, kala bintang-bintang terbenam dan suasana gelap gulita, Khadijah duduk di dalam rumah setelah thawaf mengelilingi ka’bah berkali-kali.
Setelah itu, Khadijah beranjak ke tempat tidur dengan tanda kerelaan dan senyuman terlukis di kedua bibirnya. Ia tidak tahu perasaan apa yang ada dalam pikirannya kala itu. Begitu berbaring, ia langsung terlelap.
Layaknya dialami orang tidur, Khadijah bermimpi, ia memimpikan matahari besar turun dari langit Mekah dan berada di dalam rumahnya, memenuhi seluruh sisi rumah dengan cahaya dan keindahan.
Cahaya dari dalam rumah memancar ke sekelilingnya hingga menyilaukan jiwa sebelum menyilaukan pandangan karena sangat terang.
Khadijah pun tebangun, pandangannya menatap ke sekeliling dengan rasa heran. Rupanya malam masih menutupi dunia, mendekam di seluruh wujud.
Namun demikian, cahaya yang menyilaukannya dalam mimpi masih saja bersinar terang dalam perasaan dan nurani.
Kala malam meninggalkan dunia, Khadijah meninggalkan kasur. Seiring matahari terbit dan alam terlihat jernih pada pagi hari, sang wanita suni ini pergi menuju rumah saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal. Mungkin saja ia bisa menfsirkan mimpi indahnya semalam.
Khadijah masuk menemui Waraqah. Rupanya tengah membaca salah satu lembaran di antara lembaran-lembaran samawi yang ia sukai.
Ia membaca baris demi baris lembaran-lembaran ini setiap pagi dan sore hari. Begitu mendengar suara Khadijah, ia segera menyambut kedatangannya serasa merasa aneh.
“Khadijah? At-Thahirah?”
“Benar, benar,” sahut Khadijah.
“Ada apa kau datang pagi-pagi seperti ini?” tanya Waraqah dengan heran.
Khadijah kemudian duduk dan menuturkan perihal mimpi yang alami satu persatu; satu peristiwa demi satu peristiwa.
Waraqah mendengar penuturan Khadijah dengan penuh perhatian membuatnya melupakan lembaran samawi yang ada di tangannya, seakan ada sesuatu yang menggugah perasaan dan membuatnya menyimak mimpi itu hingga akhir.
Belum juga Khadijah menuntaskan pembicaraan, wajah Waraqah berbinar, senyuman senang terlukis di kedua bibirnya.
Selanjutnya, dengan tenang ia berkata kepada Khadijah, “Bergembiralah wahai saudara sepupuku! Jika Allah membenarkan mimpimu, cahaya nubuwah akan masuk ke dalam rumahmu, dan dari sana cahaya penutup para nabi akan memancar.”
Allahu Akbar! Apa gerangan yang didengar Khadijah? Apa kiranya yang dikatakan saudara sepupunya itu? Khadijah terdiam beberapa saat, tubuhnya gemetar, perasaan-perasaan bahagia penuh angan, rahmat, dan harapan meluap di dadanya.
Sejak saat itu Khadijah menjalani hidup di atas harapan, dan aroma wangi mimpi yang ia alami. Semoga saja mimpinya menjadi nyata, menjadi sumber kebaikan untuk umat manusia, dan sumber cahaya dunia.
Karena kebesaran hatinya merupakan sumber kebaikan, sementara akalnya mampu memahami segala peristiwa yang terjadi di sekitar dalam bentuk yang selaras dengan kehidupannya.
Setiap kali ada seorang pemimpin Quraisy datang meminang, Khadijah selalu mengukur lelaki tersebut dengan mimpi yang ia alami dan penafsiran yang ia dengar dari saudara sepupunya, orang tua yang berwibawa; Waraqah bin Naufal.
Namun, hingga detik itu, sifat-sifat penutup para nabi tidak cocok dengan para lelaki yang datang meminang dan berdekatan dengannya.
Khadijah menolak mereka dengan cara yang baik. Ia berkata kepada mereka, belum ada keinginan untuk menikah. Ia merasa bahwa takdir ilahi tengah menyembunyikan sesuatu yang menawan untuknya, tetapi ia tidak tahu apa itu. Hanya saja ia merasa bahwa ada yang memasukkan rasa tenang ke dalam hatinya. [W/Cms]
Sumber : Biografi 35 Shahabiyah Nabi, Syaikh Mahmud Al-Mishri, Ummul Qura